05: Bertukar Pesan

1097 Kata
PART 05: BERTUKAR PESAN Selain pintar memasak, dan suka membuat aneka kue, Muezha juga sangat menyukai berbagai jenis bunga. Sehingga ia sangat senang saat melihat Pak Arman—tukang kebun di villa-nya Aksa—membawa beberapa bibit bunga anggrek di dalam cup seedling. Ia bahkan ikut memindahkan bibit-bibit bunga itu untuk ditanam di dalam pot yang lebih besar. Kadang-kadang ia juga membantu menyiram tanaman dan merapikan kebun. Lama ia terlarut pada aktivitasnya, hingga tak terasa hari sudah semakin sore, dan ia harus segera memasak lauk untuk makan malam. "Sepertinya kau sangat kerasan melakukan pekerjaan rumah," komentar Aksa begitu melihat Muezha masuk ke dalam melalui pintu kaca yang ada di samping villa dengan kedua tangan yang berlumuran tanah. Seharian ini Aksa memang tidak kemana-mana. Karena ini weekend. Meski begitu, ia tetap mengecek beberapa email. Lalu menonton TV, dan diam-diam mengawasi Muezha yang sedang berkebun bersama Pak Arman. Muezha yang mendengar ucapan Aksa dengan sangat jelas, hanya menoleh sekilas, dan tidak mengatakan apa-apa. Kadang-kadang ia merasa bingung harus bagaimana membalas ucapan—atau lebih tepatnya lagi sindiran—yang Aksa layangkan kepadanya. Jujur saja, ia takut salah bicara, dan membuat hidupnya jauh lebih bermasalah. "Bagaimana kalau aku memberhentikan semua pelayan? Kau bisa kan membersihkan villa ini sendirian?" tanya Aksa yang ternyata mengikuti Muezha sampai ke dapur. Muezha langsung menoleh dengan tatapan ngeri setelah mematikan keran air. Yang benar saja! Villa ini sangat besar. Ia tidak akan sanggup membersihkan villa ini sendirian. Aksa benar-benar sudah tidak waras. "Aksa, aku tidak keberatan kalau kau hanya menyuruhku membersihkan kamar, memasak, mencuci, dan menyetrika. Tapi ... membersihkan villa sebesar ini sendirian?" Ia menggeleng pelan, yang menandakan kalau ia tidak bisa menyanggupinya. Aksa hanya menaikkan sebelah alisnya, dan berlalu begitu saja. Pria itu sungguh terlihat aneh di mata Muezha. Namun, di dalam hatinya, Muezha tetap berharap kalau Aksa tidak serius untuk memberhentikan semua pelayan. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau sampai ia benar-benar membersihkan villa ini sendirian. Ia lantas berjalan menuju ke lantai atas, dan masuk ke dalam kamar, karena ia ingin segera mandi dan berganti pakaian. Lalu matanya tak sengaja menatap kartu debit dan kartu kredit yang ada di atas meja nakas tepat di sebelah posisi tidurnya. Secara tidak langsung, meja nakas satu itu sudah menjadi daerah kekuasaannya. Karena beberapa barangnya telah disimpan di sana. Mungkin Aksa tidak sengaja menaruh kedua kartu itu di sana, sehingga ia bermaksud untuk memindahkannya ke atas meja nakas yang satunya. "Aku sengaja menaruhnya di sana." Muezha langsung menoleh ke asal suara. Aksa tampak menyandarkan sebelah bahunya di ambang pintu kamar dengan kedua tangan bersedekap. "Kau bisa menggunakannya." Aksa langsung menyebutkan PIN kedua kartu itu dan menyuruh Muezha untuk mengingatnya. Ia sengaja memberikan kartu kredit dan membukakan rekening atas nama Muezha, karena bagaimanapun wanita itu tetap tanggung jawabnya. Kemudian, Aksa pun mengangkat bahunya. "Tapi, kalau kau tidak mau menerimanya juga tidak apa-apa.” Belum sempat Muezha mengucapkan terima kasih kepada Aksa, pria itu sudah lebih dulu berbalik badan dan berlalu dari sana, kemudian menutup pintu kamar mereka dari arah luar, meninggalkannya sendirian. Tanpa sadar, Muezha tersenyum saat melihat kepergian Aksa, dan ia segera menyimpan kedua kartu itu ke dalam dompetnya. Muezha tahu kalau sebenarnya Aksa adalah orang yang baik. Beberapa minggu belakangan ini, dia hanya marah akibat perlakuan Viona padanya. Dan Muezha sudah bisa memakluminya. Bahkan ia juga yakin, saat amarah pria itu sudah mereda, dia akan kembali seperti semula dan semuanya akan baik-baik saja. *** Selama tinggal satu atap di villa, Aksa dan Muezha jarang terlihat berduaan, kecuali saat tidur di kamar dan menyantap makanan di atas meja makan. Bahkan mereka juga tidak pernah menonton TV bersama. Jadi, saat wanita itu menghampirinya yang sedang menonton TV selepas acara makan malam, Aksa langsung menaikkan sebelah alisnya. "Aku ingin meminjam ponselku sebentar, seharian ini aku belum sempat menghubungi Mama." Muezha memang rutin menghubungi kedua orang tuanya setiap hari Kamis dan Minggu. Aksa langsung mendengkus samar saat mendengar perkataan Muezha barusan. "Ambillah sendiri, di laci nakas." Muezha hanya menganggukkan kepala, dan segera berlalu dari sana. Ia tidak sabar untuk mengecek ponselnya. Ketika ponselnya sudah dinyalakan, ada banyak sekali riwayat panggilan tak terjawab dari Kaviandra. Disusul dengan banyaknya chat dari orang yang sama saat ia menyalakan data seluler di handphone-nya. To Kavi: Sudah berapa kali aku bilang? Tidak usah menghubungiku lagi karena aku sudah menikah. Tolong mengertilah. Sebenarnya Muezha tidak ingin memutuskan Kavi begitu saja. Namun, ibunya yang meminta tepat setelah ia menghadiri acara resepsi pernikahannya bersama Aksa. Ibunya berpesan agar ia tidak berhubungan dengan kedua pria di saat yang bersamaan. Karena hal itu bisa saja menjadi bumerang untuk ke depannya. Setelah itu, ia segera melakukan panggilan video bersama ibu dan ayahnya yang berada di Jakarta. Ia benar-benar senang bisa melihat wajah kedua orang tuanya. Sampai tak terasa kalau sudah nyaris satu setengah jam-an mereka berbincang, sehingga Muezha meminta orang tuanya untuk menyudahi panggilan video yang mereka lakukan. Karena masih jam setengah sepuluh malam, yang artinya masih ada waktu setengah jam sebelum Aksa masuk ke dalam kamar, Muezha memutuskan untuk kembali mengecek pesan w******p yang Kavi kirimkan. From Kavi: Persetan dengan pernikahanmu. Karena aku masih mencintaimu, dan sekarang aku sudah berada di Bali. From Kavi: Aku tidak akan kembali ke Jakarta sebelum kau menemuiku di sini. Muezha menghela napas pelan. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Kavi akan berbuat nekat seperti ini. Sehingga ia langsung mengirimkan balasan untuk Kavi. To Kavi: Jangan bercanda, Kavi. Itu tidak lucu. Dan pesannya langsung dibalas dengan cepat. From Kavi: Aku tidak sedang bercanda, Zha. Aku serius. Aku tidak akan kembali ke Jakarta sebelum kau menemuiku. Muezha memijat pertengahan alisnya dengan pelan. Ia harus menemui Kavi, dan menjelaskan kepada pria itu kalau mereka tidak bisa lagi bersama, kecuali kalau Viona sudah ditemukan dan Aksa menceraikan dirinya. To Kavi: Baiklah aku akan menemuimu besok pagi. Di Center on the Beach Sanur, sekitar jam sepuluh. Muezha langsung panik ketika Aksa tiba-tiba masuk ke dalam kamar mereka. Chat-nya belum terkirim, dan ia segera menutup aplikasi. Tepat saat itu, Aksa sudah meminta ponselnya kembali. Muezha menyerahkan ponselnya sambil merutuk dalam hati. Data seluler di ponselnya belum mati, dan semoga saja chat-nya sudah terkirim. Tapi ... bagaimana kalau Kavi memberikan balasan lagi? Meskipun ia sudah menonatifkan kontak w******p-nya Kavi selama setahun, tapi tetap saja, akan ada pemberitahuan di pop up kalau ada pesan yang baru masuk di WhasApp. Sehingga Muezha tidak melepaskan pandangannya dari Aksa yang sudah memegang ponselnya. Ia baru bisa bernapas lega saat Aksa langsung menyimpan ponsel itu ke dalam laci nakas. Bisa bahaya kalau sampai pria itu mengecek isi ponselnya, dan membaca pesan yang Kavi kirimkan. Karena pria itu sulit ditebak. ***** Catatan: Nama restoran sengaja disamarkan wkwkwk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN