PART 07: TIDAK BERDAYA
Selama di perjalanan menuju villa, baik Muezha maupun Aksa, tidak ada yang mencoba untuk membuka suara. Seharusnya Muezha sudah terbiasa, karena setiap kali ia berada di dalam mobil yang sama dengan Aksa, mereka berdua memang tidak pernah saling bicara.
Namun, kali ini semuanya terasa berbeda, diamnya Aksa benar-benar membuat Muezha tersiksa sekaligus merasa ketakutan. Apa lagi ia sempat melihat kedua bola matanya Aksa yang berkilat-kilat marah, ia tahu kalau dirinya sedang dalam bahaya.
Dan Muezha hanya mampu berdoa dalam hati supaya Aksa mau memaafkan kesalahannya tadi. Ya, ia sadar kalau dirinya telah melakukan kesalahan.
Begitu mobil yang dikendarai oleh Aksa sampai di depan villa, ia langsung menarik paksa sebelah tangannya Muezha, agar wanita itu segera keluar dari dalam mobilnya. Bahkan ia juga menutup pintu mobil itu dengan sangat kasar, hingga menimbulkan bunyi yang keras. Ia sedang sangat marah sekarang, karena tidak ada orang yang akan merasa senang jika dikhianati oleh wanita yang telah dinikahinya. Muezha baru saja mencoreng wajahnya, seperti yang pernah dilakukan oleh Viona di hari pernikahan mereka sebelumnya.
"Aksa, tolong lepaskan aku!" Muezha mencoba untuk menahan langkah kakinya sambil berusaha melepaskan pergelangan tangannya, tapi Aksa sudah menariknya dengan sangat kencang, sampai usahanya itu hanya berakhir sia-sia. Ia benar-benar tidak berdaya saat Aksa menyeret tubuhnya untuk memasuki villa.
Sambil meringis kesakitan, Muezha tampak terseok-seok begitu menaiki satu per satu anak tangga menuju ke lantai dua bersama Aksa yang belum juga melepaskan pergelangan tangannya.
Beberapa pelayan yang melihat aksi mereka berdua hanya mampu menampilkan raut wajah cemas. Mereka tampak mengkhawatirkan Muezha, tapi mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong majikannya.
Dan Aksa langsung menghempaskan tubuh Muezha ke atas ranjang begitu mereka berdua sudah sampai di dalam kamar, hingga wanita itu setengah berbaring di sana sembari mengusap-usap pergelangan tangannya yang terlihat memerah.
Lalu kedua matanya Muezha langsung terbelalak tak percaya saat ia melihat Aksa mengunci pintu kamar mereka. Ia segera turun dari atas ranjang dengan terburu-buru, dan sudah tidak peduli lagi dengan rasa sakit yang masih terasa di pergelangan tangannya saat ini.
Demi Tuhan! Perasaannya mengatakan kalau hal yang lebih buruk akan segera terjadi di sini, dan ia harus segera menyelamatkan diri.
"Kau telah membuat kesalahan besar, Muezha." Aksa mulai membuka satu per satu kancing kemejanya sambil berjalan menuju ke arah Muezha yang berdiri ketakutan di ujung ruangan. Wanita itu tampak kebingungan sekaligus ketakutan, dan Aksa membiarkannya saja. Ia terus mengintai gerak-gerik Muezha dengan tatapan tajamnya. "Sangat besar."
"Pertama, kau menemui pacarmu secara diam-diam." Aksa melemparkan kemejanya ke sembarang arah. Jantung Muezha langsung terasa copot dari tempatnya. "Kedua, kau diam saja saat dia memelukmu, bahkan mencium bibirmu. Aku benar-benar merasa terhina karena tindakanmu itu."
"Aksa, tolong maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk menghinamu, dan aku juga benar-benar tidak tahu kalau Kavi akan melakukan semua itu." Muezha yang panik, mulai merayap di dinding. Ia tidak tahu harus pergi kemana lagi selain ke kamar mandi.
"Aku tidak membutuhkan maaf darimu, s****n!" Aksa berteriak marah, dan Muezha langsung terperanjat di tempat. Apa lagi saat melihat Aksa yang sedang melepaskan pengait celana kerjanya. Perasaan Muezha benar-benar campur aduk sekarang.
"Aksa, apa yang akan kau lakukan?" Muezha mencicit ketakutan sambil memalingkan wajahnya. Ia merasa kalau Aksa sudah tidak waras, karena sebentar lagi semua pakaian kerja yang melekat di tubuh pria itu akan terlepas.
"Kau pasti tahu apa yang akan kulakukan." Aksa tersenyum miring, dan langsung menangkap pinggang Muezha sebelum wanita itu berhasil masuk ke dalam kamar mandi mereka.
Muezha refleks berteriak. Ia memohon ampun agar Aksa mau membebaskan dirinya.
Namun, pria itu tidak peduli dengan semua perkataannya, karena pria itu sudah merobek dress selutut yang masih melekat di tubuhnya.
Dan Muezha merasa kalau langit baru saja runtuh tepat di atas kepalanya. Ia merasa tidak berdaya. Aksa benar-benar melakukan ritual ‘malam pertama’ yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya.
***
Muezha baru terbangun dari tidur panjangnya sekitar jam setengah tujuh malam.
Sebenarnya ia sempat terbangun sebanyak dua kali tadi, tapi langsung tertidur lagi karena merasa tidak sanggup untuk berdiri. Ia juga tidak sempat makan siang, dan sekarang perutnya sudah terasa sangat keroncongan. Tapi ..., tidak mungkin ia muncul di lantai bawah dengan penampilan yang berantakan seperti sekarang. Sehingga ia memutuskan untuk mandi secepatnya.
Saat sudah berhasil terduduk di atas ranjang, Muezha tertegun melihat tumpukan pakaian bersih yang ada di ujung tempat tidurnya. Ia lantas mengambil baju itu, dan mulai bertanya-tanya siapakah orang yang telah menyiapkan pakaian bersih untuknya.
Tidak mungkin Aksa yang melakukannya.
Muezha yakin kalau pria itu sudah menyuruh salah seorang pelayan untuk masuk ke dalam kamar, dan membereskan kekacauan yang sempat diperbuat olehnya.
Muezha benar-benar malu sekarang. Seharusnya Aksa tidak perlu menyuruh pelayan untuk membereskan kamar mereka, dan mengetahui apa yang baru saja mereka perbuat. Karena ia sendiri yang akan membereskannya, seperti biasa.
Kemudian, Muezha pun masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri setelah menaruh kembali pakaian bersih miliknya tadi.
Begitu melewati meja makan, ia tidak menyangka kalau sudah ada berbagai menu makanan yang terhidang di atas sana.
"Nyonya."
Muezha langsung menoleh ke arah Summi yang baru saja menghampirinya.
"Tuan berpesan agar saya membuatkan makan malam untuk Anda. Jadi, saya memutuskan untuk memasak makanan yang pernah Anda masak selama berada di sini. Semoga Anda menyukainya."
"Terima kasih, Bik." Muezha menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tulus ke arah Summi.
Setelah itu, Summi pamit undur diri, dan membiarkan Muezha makan sendirian.
Namun, baru beberapa langkah, Muezha sudah kembali memanggil namanya.
"Kalau boleh tahu, Aksa pergi kemana ya, Bik?" Suara Muezha terdengar ragu saat menanyakannya.
"Saya tidak tahu, Nyonya." Summi menggeleng pelan. "Karena Tuan tidak mengatakan apa-apa, selain berpesan agar saya memasak makan malam untuk Anda, dan jika Anda belum juga muncul di meja makan hingga jam delapan malam, saya baru diperbolehkan untuk membangunkan Anda di dalam kamar."
Muezha hanya mengangguk pelan saat menanggapi ucapan panjang yang Summi katakan. Ia mengucapkan terima kasih sekali lagi, dan membiarkan wanita paruh baya itu pergi.
Lagi pula, ia memang berharap kalau Aksa tidak ada di villa begitu ia membuka mata. Karena ia belum siap untuk bertemu langsung dengan pria itu setelah kejadian mengenaskan yang menimpa dirinya.
******