Night 10: Bed and Breakfast°

740 Kata
Tertidur di kursi mobil dengan posisi tubuh terlipat tak karuan jauh dari kesan nyaman, tetapi Delisha dapat tidur nyenyak. Dia terbangun dan melihat hari sudah terang. Dia menggeliat meluruskan tangan dan kakinya lalu membuka ponsel. Jam sudah menunjukkan pukul 9:30. Dia duduk dan mengitarkan pandangan ke luar mobil. Rupanya mereka berhenti di sebuah rest area di pinggiran kota. Banyak mobil dan kendaraan lain terparkir dan orang-orang duduk di kedai-kedai untuk sarapan dan sekadar minum kopi atau teh. Vijay tertidur di kursi pengemudi. Kepalanya terdongak dan mulut terbuka, mengeluarkan suara dengkuran halus. Delisha bisa melihat wajah aslinya di balik bayangan transparan serupa anjing dobermann itu. Vijay seorang laki-laki muda, sekitar 25-30 tahunan, berkulit gelap, alis tebal dan berkumis tebal. Delisha merasa simpati padanya karena harus terlibat dalam kekacauan malam tadi. Di tahun 2034 dia berasal, hantu tidak sebanyak seperti malam tadi. Bahkan sangat jarang, karena manusia hidup saat itu sudah jadi hantu lebih dahulu sebelum mereka mati. Mereka terlalu lelah saat hidup, jadi begitu mati, mereka benar-benar menikmati waktu untuk beristirahat. Manusia hidup menjadi hantu kapitalis, atau bisa juga disebut dengan berbagai istilah lain: hantu industrialis, workaholic, money oriented, kehidupan idealis dalam jendela virtual reality, semuanya serba virtual dan terorganisir. Dunia adalah tempat tanpa istirahat. Di tahun 2034, Star Corp menguasai 75% pasar pertambangan dunia. Mereka ekspansi besar-besaran dan eksploitasi lahan tanpa batas. Pabrik-pabrik dibangun lebih banyak daripada fasilitas lain. Tak ada lagi lahan hijau atau hutan sebagai jantung dunia. Pemanasan global sudah merata di seluruh belahan dunia. Suhu bumi meningkat membuat salju di kutub utara, kutub selatan dan dataran tinggi lainnya mencair. Sebagian belahan bumi terendam karena peningkatan tinggi permukaan air, sebagiannya lagi menjadi kering dan tandus, membuat pangan dan air menjadi mahal. Kelaparan dan bencana alam selalu mengancam makhluk hidup. Pabrik-pabrik Star Corp memberi kontribusi besar pemanasan global. Mereka mengeksploitasi barang tambang sebagai sumber energi utama karena biayanya lebih murah dan mudah didapat. Akibatnya, energi alternatif diabaikan karena dianggap lebih mahal dan tidak praktis. Asap-asap hitam dari pabrik mereka mengepul tebal membuat langit suram dan udara tercemar. Jika dilihat dari satelit luar angkasa, separuh bumi sudah diselubungi awan kehitaman. Sungguh penampakan yang menyedihkan bagi yang mengetahui betapa indahnya planet Bumi yang biru dengan sebaran benua dan pulau-pulau tertata bak perhiasan. Star Corp menjadikan jaringannya laksana kerajaan yang absolut dan tak terjamah. Konon Devdas Star Tailes hanya duduk di singgasana dan memerintah anak buahnya untuk melakukan semua pekerjaan. Ia mengurung diri dalam istana hitamnya yang merupakan gedung pencakar langit tertinggi di dunia, sehingga sosoknya tidak pernah terlihat. Bintang emas di puncak istananya bagaikan lampu mercusuar, terlihat dari segala penjuru dunia. Tahun 2018 inilah Star Corp mulai bergerak secara signifikan. Banyak negara mengalami perpecahan dan peperangan tak terhindarkan. Gelombang pengungsi besar-besaran terjadi di berbagai belahan dunia. Star Corp, sama seperti perusahaan besar lainnya dan Dewan Perdamaian Dunia, turut membantu menangani permasalahan ini. Namun, sembari melancarkan bantuan, Star Corp juga membuka peluang bagi perusahaan mereka untuk melebarkan sayap ke negara-negara tersebut. Delisha menggoyang bahu Vijay untuk membangunkannya. "Tuan Vijay!" seru Delisha lembut. Pria itu tersentak kaget. "Mujhe kya karana chaahie?" Apa lagi yang harus saya lakukan, Nona? "Yah kuchh bhee nahin hai," Bukan apa-apa, jawab Delisha. "Chalo kuchh naashta karate hain!" Ayo kita cari makan dulu! "Achchha, achchha!" Baiklah! sahut Vijay sambil menggoyang-goyang kepalanya. Orang India memang suka sekali menggunakan bahasa tubuh mereka. Delisha mencuci muka dan membersihkan diri di fasilitas rest area. Dia mengganti bajunya dengan setelan resmi rok pendek dan blazer kuning berbahan kashmir. Bersama Vijay duduk di meja sebuah kedai. Mereka memesan panganan dan minuman khas lokal. Piring besar disajikan dihadapan mereka, berisi roti parata (roti biasa dipipihkan), dosas (tipis, panekuk fermentasi yang terbuat dari adonan beras dan kacang-kacangan hitam), idlis (panekuk tipis gurih terbuat dari kacang-kacangan) dipadu dengan sambal dari buah-buahan dan sayuran rebus. Dalam satu gigitan saja berbagai rasa langsung berpadu jadi satu dalam mulut membuat siapa pun makan dengan lahap. India juga mewarisi budaya Inggris yang pernah menjajah mereka, yaitu minum teh. Orang India suka sekali minum teh dan teh khas mereka adalah Teh Masala. Teh dengan s**u dan campuran aneka ragam rempah-rempah seperti kapulaga, cengkeh, kayu manis dan jahe. Begitu meminumnya, rasa gurih s**u dan aroma rempah bercampur serasi memberikan rasa hangat dan berenergi. Pantas saja orang India selalu bersemangat dan bernafsu tinggi. "Setelah ini kita mau ke mana, Nona Marianne?" tanya Vijay setelah mengelap mulutnya dengan saputangan. "Bawa aku ke Kota A. Ada seseorang yang harus kukunjungi di sana," jawab Delisha. *** Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN