“Alva temenin gue dong ya ya ya,” Davira menarik kemeja Alva guna membujuk pria itu. Di saat Davira ada maunya, maka ia akan bersikap seperti itu.
“Temenin kemana emang?” Alva masih sibuk dengan buku yang ada di depannya. Saat ini mereka sedang beristirahat dan mereka memilih untuk di kelas saja. Karena Bunda Alva kali ini membawakan bekal untuk mereka.
“Temenin gue nonton, film kesukaan gue udah tayang di bioskop mau ya?”
“Film horror lagi?” Tanya Alva kali ini sambil menatap Davira. Dengan pelan kepala Davira mengangguk sambil tersenyum menunjukkan giginya.
“Gabisa film yang lain?”
“Enggak!” Jawab Davira dengan cepat. “Please dong Al, temenin gue ya. Masa iya lo tega biarin gue nonton sendirian. Lo ga sayang sama gue ya?” Davira memasang wajah sedihnya, agar Alva luluh.
“Gue heran sama lo, tontonannya horror tapi kalau di rumah sendirian takut. Kalau ada apa-apa langsung takut bawaannya parnoan, gue yakin ya selesai nonton entar lo bakalan ngintilin gue nanti karna parno. Masih mau nonton horror juga?” Davira menganggukkan kepalanya, ia tidak mau menyerah begitu saja. Apa yang dikatakan Alva memang benar adanya, dia memang penakut tapi dia suka nonton film horror salahkan dirinya akan hal itu.
“Gue janji entar nggak bakalan ngintilin lo kok.” Davira membentuk jarinya peace.
“Gue udah sahabat sama lo udah berapa lama sih Vir? Sejak kapan lo bisa serius sama omongan lo yang ini? Terus aja kan lo janji sama gue buat nggak takut ini itulah, tapi tetap aja lo ngintilin guekan. Jadi sekarang gue nggak ketipu sama omongan lo kali ini.” Davira menghela nafasnya kasar.
“Jadi beneren nih lo nggak mau nemenin gue nonton?” Alva menggelengkan kepalanya. “Yaudah deh kalau gitu, gue cari temen lain aja yang mau nemenin gue. Lo jahat lo nggak sayang sama gue, males gue sama lo.” Ucap Davira merajuk dan hendak pergi namun lengannya langsung di tahan oleh Alva. Ini satu-satunya jurus yang akan Davira keluarkan saat Alva tidak memenuhi keinginannya.
“Yaudah gue temenin.” Jawab Alva pasrah, ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi kalau Davira sudah mengeluarkan jurus tersebut.
“Benerenkan?” Tanya Davira dengan kegirangan.
“Hmmm.” Davira langsung memeluk Alva saat pria itu menjawab mengiyakan. Ia langsung dengan kegirangan dan dengan erat memeluk Alva membuat pria itu merasa risih.
“Lo apaan sih Vir, lepas nggak.”
“Gue sayang banget sama lo, cinta banget gue sama lo. Makasih Alva lo emang sahabat gue yang terbaik, lo emang sahabat yang bisa gue andalkan banget. Makasih Alva I love you full huaaaa bangga gue punya lo.” Ucap Davira kesenangan.
Teman sekelas mereka sudah biasa melihat hal itu. Bagi mereka hubungan Alva dan Davira bukan hanya sekedar sahabat tapi sudah lebih dari tahap itu. Jadi melihat momen seperti sekarang mereka hanya bisa menatap iri, karena ingin berada di posisi Davira.
Dimana Alva sangat banyak wanita yang menatap kagum pada pria itu dan Davira sangat beruntung bisa dekat dengan pria seperti Alva. Apa lagi tidak semua orang bisa dekat dan mengenal Alva dengan begitu dekat karena sifat Alva yang memang tertutup. Alva hanya bisa terbuka dengan sedikit orang dan yang paling dekat hanya pada Davira. Makanya banyak yang penasaran dengan Alva.
“Davira lepas, engap tahu. Lagian di lihatin orang nggak enak, atau gue berubah pikiran. Nggak jadi nemenin lo kalau belum di lepas.” Dengan cepat Davira langsung melepaskan Alva karena takut akan ancaman pria itu. Ia takut kalau Alva berubah pikiran, karena membujuknya saja ia sangat sulit.
“Makasih ya.” Ucap Davira lagi.
“Buruan habisin itu bekal lo jangan disisain. Entar Bunda marah sama lo, lagian udah mau masuk.” Perintah Alva.
“Okey.” Jawab Davira dengan girang. Ia langsung kembali memakan bekal yang sudah di siapkan Bunda Alva itu.
*****
“Alva, temenin gue ke kamar mandi dong.” Bujuk Davira.
Saat ini mereka sedang mengerjakan tugas di balkon kamar milik Alva. Mereka sudah selesai menonton film horror sesuai keinginan Davira dan benar saja kalau Davira merepotkan Alva karena keparnoannya. Davira teringat akan hantu yang dia tonton tadi di bioskop sehingga ia takut kemana-mana sendiri salah satunya ya ke toilet. Bahkan tadi di dapur saja hendak mengambil minum, ia tidak berani.
“Sendiri dong Vir, ini udah tanggung banget. Lagian gue kan di kamar ini juga, kamar mandinya juga ada di kamar gue. Maksud lo gue nungguin lo dimana? Mau nemenin lo masuk sekalian iya?”
“Bukan gitu Al. Lo tungguin gue di depan pintu aja sambil gedorin pintunya supaya gue tahu kalau lo ada di depan nemenin gue.”
“Ogah lo sendiri aja.”
“Alva please bantuin gue dong, lo mau kalau gue buang air kecil disini? Beneren lo mau? Biar gue buka disini nih, entar lo paling yang kewalahan kalau gue buang air kecil disini.”
“Jangan ngada-ngada deh ya Vir! Gue tabok lo kalau ngelakuin itu. Apa gue bilangkan, lo nyusahin, lo jadinya parno karena udah nonton horror. Udah gitu masih aja di tonton, nggak kapok-kapok heran gue.”
“Alva buruan, gue udah nggak tahan nih.” Davira sudah melipat kakinya karena menahan air yang bakalan keluar. “Please Al gue udah nggak tahan nih ayo buruan temenin gue.”
“Hahh! Yaudah ayo buruan cepat jalan!” Alva langsung bangkit berdiri. Davira langsung ngacir ke kamar mandi dan Alva berdiri di depan pintu. Dengan cepat Davira mengeluarkan apa yang ingin di keluarkannya.
“Al lo masih di depankan? Gedorin pintunya dong Al biar gue tahu kalau lo di depan.”
“Udah buruan nggak usah nyuruh gue yang aneh-aneh deh. Mending lo buruan aja deh, gue tungguin disini.”
“Pokoknya lo jangan tinggalin gue ya Al, awas aja kalau lo ninggalin gue lo Al.”
“Hmmm.” Davira sedikit tenang karena masih mendengar suara Alva berada diluar. Tapi bukan Alva namanya kalau dia nurut begitu aja dengan perkataan Davira, dengan perlahan Alva meninggalkan Davira begitu saja dan kembali ke tempat semula.
“Al,” Panggil Davira yang masih di dalam kamar mandi. Alva sengaja tidak membalas, lagian kalau di balas Davira langsung tahu kalau pria itu tidak ada di depan pintu. “Al, lo ninggalin gue ya?” Davira sudah panik karena Alva tidak menjawabnya. “Lo kok tega banget sih Al ninggalin gue, jahat banget gue.” Davira hendak menangis, dengan cepat ia berberes di kamar mandi dan langsung segera keluar.
“Alvaaa!” Teriak Davira kesal karena benar saja dugannya Alva benar-benar meninggalkannya. Sedangkan Alva sudah tertawa dengan keras karena berhasil mengerjai Davira. “Lo jahat banget sumpah, gue benci sama lo!” Teriak Davira kesal sambil memukuli pria itu.
“Udah Vir, sakit udah.”
“Biarin! Bodoh amat! Gue nggak peduli! Lo aja jahat sama gue.”
“Iya iya sorry, ini juga karena lo sendirikan. Biasanya juga lo nggak masalah, karena baru nonton film horror aja lo makanya begini.” Davira memilih untuk duduk sambil mengatur nafasnya yang sudah mulai ngos-ngosan karena memukul Alva tadi. Ia masih menatap pria itu dengan jengkel.
Alva membaringkan tubuhnya dan menatap langit-langit. Tangannya di lipat di bawah kepala menjadi bantal untuk kepalanya. Davira juga mengikuti jejak Alva dan tidur di samping pria itu. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing sambil menatap langit.
“Mimpi lo apa?” Tanya Davira tiba-tiba. “Lo mau jadi apa?”
“Tumben banget lo nanya kayak gitu?”
“Elahh jawab aja, gue serius nih.” Jawab Davira kesal.
“Lo pasti tahulah gue mau jadi apa. Gue mau jadi jaksakan.”
“Masih dengan alasan yang sama?” Tanya Davira memastikan.
“Yes, mau bantuin Bundakan. Sama cowok yang di perpus udah lama kenal?” Tanya Alva mengalihkan. Ia sengaja mengalihkan pembicaraan karena enggan membahas hal itu.
“Enggak baru aja, malah itu pertemuan pertama kenalan juga baru disitu. Kenapa emang?” Tanya Davira penasaran, biasanya Alva tidak peduli beginian.
“Gapapa nanya aja. Kenapa lo nggak coba buat cari pacar?” Davira menatap Alva dengan tajam.
“Kenapa lo tumben nanya kayak gitu?” Tanya Davira menyelidik.
“Gapapa gue penasaran aja gimana lo punya pacar. Lagian udah bisa juga kalikan.”
“Kayaknya gue bakalan sulit deh punya pacar gara-gara lo.”
“Apa gue harus ngejauh dari lo aja ya supaya lo bisa punya pacar?” Usul Alva. Davira langsung bangkit untuk duduk dan memukul bahu Alva dengan kesal.
“Jangan gila deh! Awas aja kalau lo ngejauh dari gue. Habis lo gue buat. Gue hajar lo! Beneren deh!” Kata Davira kesal karena ide gila Alva tersebut, “Pokoknya kalau lo sampai ngelakuin itu, gue bakalan benci banget sama lo!” Tawa Alva pecah karena sudah berhasil mengerjain Davira. Mana mungkin dia mau ngelakuin itu, bisa apa dia tanpa Davira.
“Becanda gue.”
“Becandaan lo nggak lucu tahu nggak! Kesel gue sama lo!” Davira masih aja kesal sama perkataan Alva barusan.
“Iya iya enggak lagi kok, tenang aja. Udah nggak usah ngambek gitulah.” Davira memajukan bibirnya masih kesal.
“Oh iya lo nggak lupakan sama janji kita?” Tanya Davira.
“Janji yang mana?” Tanya Alva balik.
“Kan lo lupa nggak asyik banget deh.” Kata Davira kesal.
“Sama janji yang mana kasih tahu dulu, janji kita banyakkan. Coba bilang dulu yang mana.”
“Janji kita kalau lulus mau ngapain.”
“Oh itu jelaslah gue ingat, mana mungkin gue lupa.” Davira bisa bernafas lega karena Alva masih ingat akan janji mereka. Kalau saja Alva lupa akan janji mereka, ia akan sangat kesal sekali dan janji akan mendiamkan Alva.
“Besok kita kesana yuk pulang les, gue mau lihat.”
“Boleh ayo aja gue mah.”
“Okey kalau gitu, pokoknya awas aja kalau lo berani ngejauh dari gue ya.” Kata Davira lagi kembali mengingat apa yang baru saja terjadi di antara mereka.
“Iya iya. Yaudah buruan pulang sana, udah malem besok telat lagi lo.”
“Ayo antarin gue pulang ke rumah.”
“Pulang sendirilah Vir.” Kali ini Alva yang kesal karena Davira.
“Kok lo tega gitu sih Al sama gue. Lo tega biarin gue pulang sendirian ya?”
“Yaleh rumah lo Cuma di sebelah rumah gue doang, biasanya juga lo pulang sendirikan. Gausah aneh-aneh deh Vir.”
“Aaaaaa Alva temenin gue, anterin gue pulang. Gue takut, kalau nanti ada yang gangguin gue gimana? Kalau ada yang mau culik gue gimana?”
“Nggak akan ada yang mau culik lo, yang ada lo nyusahin mereka aja. Lo ngebebanin mereka aja bisanya, udah ayo buruan lo pulang.”
“Alva temenin.”
“Gausah parno deh Vir, nggak ada yang mau culik lo. Ga ada hantu Davira Taleetha Adhyasta.”
“Nggak mau tahu pokoknya lo harus temenin gue ya ya?” Davira masih berusaha membujuk.
“Yaudah ayo buruan deh!” Kata Alva dengan kesal sambil menghentakkan kakinya. Ia hanya bisa pasrah dan harus bisa lebih sabar lagi menghadapi Davira.
“Gitu dong, sahabat yang baik itu emang harus begitu.” Kata Davira senang. Ia mengikuti Alva yang sudah berjalan di depan. Ia mau berada di belakang Alva saja, kalau ada apa-apa aka nada Alva yang lebih dahulu menjaganya.