Hari bahagianya telah dekat dan sialnya Zera tidak bisa lupa bagaimana wajah b******n Arlan yang selalu saja mencuri pandang kepadanya.
Masih menaruh hati? Tentu saja. Siapa yang dengan mudahnya melupakan cinta pertamanya,cinta yang sudah ia jalin selama empat tahun lamanya. Oh astaga! Bagaimana bisa b******n itu melupakan kenangan-kenangannya hanya dalam waktu sekejap. b******k!
"Zera kenapa kau masih saja berdiri disana? Kemari dan kemasi semua barang yang tidak dibutuhkan ini!"
Zera mendengus kesal saat nenek tua yang selalu saja memerintahnya kini kembali hadir ditengah-tengah keluarga besar Wijaya. "Baik nek!"
Saat Zera akan melangkah mengambil tumpukan sampah itu,Amira ibu tirinya mencegah Zera. "Biar mami saja yang mengerjakannya. Maaf! Sekali lagi maafkan mami!"
Siapa yang tidak iba saat ibu tirinya yang selalu baik kepadanya selalu mengucap maaf berulang kali. Zera bukan gadis jahat yang melampiaskan kekesalannya kepada semua orang,Zera hanya gadis lugu yang-- ah sudahlah! "Mami jangan meminta maaf lagi. Biar Zera aja yang lakuin. Sebentar lagi Zera juga udah mau berangkat kerja. Tidak ada salahnya membantu sedikit."
Amira hanya bisa mengangguk pasrah dan mengusap punggung Zera dengan sayang. "Terimakasi sebelumnya sayang. Oh ya mami siapkan bekal buat Zera ya!"
Zera mengangguk saja. Meski ia malas membawa bekal namun ia tidak sampai hati menolak kebaikan sang ibu tiri.
"Ngobrol apaan kamu?" Tanya si nenek sihir yang berada didekat tumpukan sampah yang akan Zera buang ketempat sampah depan rumah.
"Nenek cerewet sekali. Gak usah ikut kepo kenapa?" Anggara Wijaya kakak laki-laki Zera membela dirinya,bukan hal yang langka bagi dirinya karena hanya Angga dan adik kecilnya saja yang sangat baik kepadanya,tentunya juga termasuk ibu tirinya. Bak penyelamat dalam kegelapan Angga selalu saja mencoba manarik Zera untuk selalu melihat terangnya kehidupan.
Melihat nenek mereka kesal setengah mati. Angga dan Zera saling bertos ria dan tertawa mengejek melihat kekesalan nenek yang selalu pilih kasih terhadap cucunya.
"Bang berani sekali?"
Angga menepuk dadanya pelan. "Abang selalu akan melindungi upik abunya Rigel."
Kampret memang! kalau sudah bicara dengan kakaknya yang otaknya sama-sama gesreknya dengan sahabat karibnya. Rigel Hanslan pria keturunan belanda yang menetap diindonesia. Sumpah demi apapun Zera selalu kesal melihat mereka berdua namun terkadang rasa sayang menyelinap dihatinya karena,kedua pria itu seolah berusaha melindunginya dari segala ancaman keluarga besar Wijaya. Dan entah kenapa Rigel dan Angga merasa ada sesuatu yang mereka sembunyikan karena Zera selalu saja menjadi pusat pembullyan keluarga besar Wijaya.
.
.
.
.
.
"Mau kerja?"
Zera segera menghentikan langkahnya lalu menatap suara lembut yang menyapanya dari arah belakang. "Tante_mama."
Wanita anggun yang tengah menenteng tas mewah berjalan menghampiri Zera. "Motor kamu kemana? Kenapa kamu jalan kaki saja?"
Zera membuang nafasnya kasar,meski ia tersenyum namun Meka bisa melihat dengan jelas jika Zera menunjukkan senyum palsunya. "Rusak tante_mama." Bohong Zera.
Meka mengusap pucuk kepala Zera pelan lalu meraih tangan Zera dengan lembut dan menuntunnya ikut kedalam mobilnya. "Sebaiknya kamu ikut tante."
"Tapi tante--"
"Tidak ada kata menolak." Meka melirik jam tangannya lalu kembali menghidupkan mesin mobilnya. "Dari pada kamu telat masuk kerja."
"Terimakasih tante_mama! Maaf lagi-lagi Zera merepotkan tante_mama."
Meka hanya tersenyum mendengar penyataan Zera. Gadis malang yang tidak diinginkan kehadirannya didalam keluarga Wijaya. Dengus Meka dalam hati.
Meka adalah Ceo ditempat Zera bekerja dan tidak banyak yang tau akan fakta jika Zera dan Meka sangatlah dekat karena mereka adalah tetangga sedari dulu.
"Tante_mama Zera turun disini saja."
Meka segera menepikan mobilnya tepat diseberang jalan kantornya.
"Tunggu!" Meka mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya. "Ini buat beli makan siang!"
"Tidak usah tante_mama. Tadi mami udahbkasi bekal juga dan lagi Zera ada duit kok!" Tolak Zera.
"Sudah bawa saja. Rigel sudah cerita semua ketante_mama. Jadi Zera harus tetap kuat ya!"
Cih! Dasar bacot kompor mbleduk. Gak bisa jaga rahasia. Gerutunya dalam hati. "Zera selalu kuat tante_mama. Makasi atas tumpangannya tante_mama!"
Meka mengangguk sembari mengulas senyum tulusnya.
.
.
.
.
"Ada yang lagi patah hati seduniani."
"Siapa?"
"Siapa lagi kalau bukan upik abu yang ingin jadi cinderela dadakan."
Zera mengulas senyumnya sambil meremas rok kerjanya. Kebiasaan Zera saat menahan amarah,ia akan meremas kuat ujung roknya terkadang ia akan meremas tasnya jika ia tak mengenakan rok. Zera bukan tipe wanita yang mudah tersulut emosi,ia akan menampakkan kebahagiaannya meski didalam hati Zera sangat terluka. Dan hanya Rigel dan Angga yang tau kebiasaan buruk Zera.
"Sudah jangan dengarkan anjing-anjing menggonggong." Tiba-tiba saja Angga merangkul bahunya.
"Abang! kenapa ada disini?"
Angga mengeryitkan keningnya. "Abang kerja disini!"
"Hah?? Benarkah? Kenapa Zera gak pernah tau?" Zera menatap Angga bingung. Bukankah kakaknya ini sudah menjadi Ceo tetap diperusahaan Wijaya? Lalu kenapa__
Angga memutar bola matanya malas. "Yee...abang mah udah kerja disini hampir empat tahun ini. Dibagaian--"
Angga menampakkan lagi senyum jailnya lalu melangkah terlebih dahulu,sembari melambaikan tangannya Angga berteriak. "Lantai dua belas,tepat didepan kantor tante_mama!"
Lagi-lagi Angga membuatnya kesal setengah mati. Pasalnya semua pasang mata tertuju padanya,terutama kaum hawa yang sangat menggandrungi Angga. Pria tampan yang murah senyum menurut mereka dan bagi Zera. Kakak jail yang sangat menyebalkan. Kampret! Lagi-lagi terjebak dalam pesona pria tampan dan sialnya lagi pria tampan itu adalah kakaknya,tidak ada yang tahu dan percaya,jika Angga adalah kakak kandung Zera. Bahkan teman satu kerjanya pun tidak ada yang tahu jelas jika meraka kakak beradik. Sungguh mengenaskan bukan?
"Mati satu tumbuh seribu! Dasar jalang. Masih saja ngarep pria tampan yang lainnya." Jangan tanya lagi siapa itu yang berbisik mempicarakan Zera,siapa lagi kalau bukan Asela dan juga Aryana. Dua gadis cantik yang selalu ingin menyingkirkan Zera. Asela dan Aryana adalah sahabat karib sang adik tiri. Tentu saja mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan Amora.
Oh astaga! Bahkan lorong yang biasanya ia lewati tidak terasa begitu jauh. Kini seolah semakin menjauh dan sulit ia jangkau dengan kaki jenjangnya. Sepertinya alam mulai tidak berpihak kepadanya dan sialnya lagi ia harus bertemu Arlan tepat didepan pintu kerjanya. Bagaimana bisa b******n itu masuk kekantornya?
Zera memilih diam dan membiarkan saja. Tanpa menyapa atau sekedar berbasa-basi Zera memilih mengabaikan pria itu dan segera membuka pintu ruangannya.
"Zera!" Seka teman seprofesinya menghampiri meja Zera.
"Apa?"
"Lo tau gak siapa tadi yang berdiri didepan pintu."
Zera mengangguk.
"Lo baik-baik saja kan?"
Zera kembali mengangguk.
"Abaikan saja omongan nenek lampir yang ada diloby tadi. Mereka emang suka julid." Kini Anyelir yang juga sahabat seprofesinya ikut menimpali obrolan Seka.
Zera menatap bingung Seka dan juga Anyelir. Pasalnya ia belum cerita sama sekali tentang hubungannya yang kandas akibat ulah Amora. "Kalian tau dari siapa?"
Anyelir dan Seka terkekeh. "Lo kagak tau jika tembok disini punya kuping. Dan pintu-pintu disini juga suka ngegibah."
Seka membenarkan ucapan Anyelir. "Lo tau kan siapa biang gosib disini?"
Zera mengulas senyumnya lalu mengangguk. "Eh kali ini ada kerjaan apa? Aku gak bisa pulang telat nih. Jadwal kuliah menunggu."
"Kemaren laporan lo.udah gue kerjakan. Dan sekarang lo tinggal serahin aja kebagian HRD."
Zera mengangguk sambil mengacungkan jempolnya. "Siap. Makasih banyak Seka."
"Yoi. Sama-sama! Kita kan friend."
Anyelir berbisik kepada Seka. "Friend yang ngarep jadi boyfriend."
Seka memicingkan matanya kearah Anyelir. Ia takut jika Zera tau akan hal itu dan Seka tidak akan lagi bisa berada didekatnya. Sungguh! Seka tidak ingin itu terjadi. Bagi Seka,bisa melihat Zera bahagia saja sudah merupakan anugrah terindah baginya dan sepertinya--
Seka melirik Anyelir yang sudah duduk dimeja kerjanya.
"Apa?" Bentak Anyelir.
"Jangan bilang lo suka sama gue."
Anyelir melempar pulpennya kearah Seka. "Ngaca dulu baru lo berasumsi seenak jidat lo! Kampret!"
Seka terbahak melihat kekesalan Anyelir. Oh sungguh Anyelir sangat mempesona jika tengah marah namun sayang hati Seka sudah tepaut kepada Zera. Si gadis lugu dan manis.
Bersambung...