Aron sampai di kota Light dengan pesawat pribadinya. Beberapa pengikutnya telah menunggu kedatangan Aron termasuk wali kota yang memimpin Kota Light. Evans Cristopher dan sahabat Evans yaitu Samuel merupakan orang-orang berpengaruh di dunia hitam dan juga politik.
Kedatangan Aron ke kota ini disambut dengan penuh hormat oleh Wali kota Light yang bernama Peterson. Aron melangkahkan kakinya menuruni tangga pesawat pribadi bersama tim bayangan yang saat ini menjadi para bodyguardnya. Aron mendekati Peterson lalu Peterson segera menyambutnya dengan mengalungkan kalung yang terbuat dari rangkaian bunga sebagai simbol selamat datang di kota ini.
"Selamat datang tuan Aron" ucap peterson.
"Terimakasih Tuan peterson" ucap Aron.
"Mari Tuan!" ajak Peterson agar Aron mengikutinya menuju mobil yang telah mereka siapkan.
Sebenarnya Aron telah meminta para pengikutnya menyiapkan mobil untuknya, namun ternyata Wali Kota Light datang menyambutnya. Aron menghargai kebaikan Peterson karena walau bagaimanapun bisnis keluarganya, juga ada di Kota ini dan juga wanitanya serta anaknya berada disini.
Mereka memasuki mobil mewah dan duduk saling berhadapan dengan santai. Peterson mengambil minuman didalam kulkas pendingin yang berada disudut kirinya dan menuangkan wine kedalam gelas. Ia tersenyum penuh arti saat mengamati sosok Aron Cristopher yang juga memiliki pengaruh yang besar didunia hitam.
"Silahkan diminum tuan Cristopher!" ucap Peterson.
"Terimakasih Tuan" ucap Aron. Ia menggoyangkan gelasnya dan segera meminum wine itu dengan menyesapnya pelan.
"Bagaimana Tuan rasanya?" tanya Peterson.
"Cukup enak dan apakah ini perusahaan anda yang meproduksinya Tuan?" tanya Aron.
"Iya Tuan Hahaha... Ini perusahaan keluarga saya yang kebetulan dikelola adik laki-laki saya" ucap Peterson. Aron menyunggingkan senyumannya, sekarang ia tahu maksud Tuan Peterson khusus datang menyambutnya.
"Saya akan merekomendasikannya ke kasino-kasino bahkan restauran mewah milik keluarga saya!" ucap Aron.
"Suatu kehormatan saya dapat bertemu Tuan Cristopher!" ucap Peterson.
"Cukup Panggil saya Aron, Tuan" ucap Aron.
"Anda adalah dokter terbaik dan kenapa anda merahasiakan identitas anda dan memilih menjadi Dokter biasa yang berasa dari kota terpencil?" tanya Peterson.
"Saya sedang mencari seseorang dan saya tidak ingin merahasiakan pencarian saya ini!" ucap Aron. "Sejejujrnya saya memnutuhkan bantuan anda Tuan!" ucap Aron.
"Apa itu Tuan Aron?" tanya Peterson bingung. Seorang Cristopher meminta bantuannya adalah sesuatu yang mengejutkan baginya. Permintaan ini juga sekaligus membuatnya merasa senang karena bisa membantu klan Cristopher yang begitu amat tersohor namanya di dunia.
"Saya ingin anda menjadi kerabat jauh saya selama saya berada di Kota ini!" pinta Aron.
"Tentu saja Tuan saya akan membantu Tuan dengan senag hati. Ini adalah suatu kehormatan bagi saya!" jelas Peterson.
"Kalau begitu anda cukup menurunkan saya diseberang jalan karena masih ada yang harus saya urus!" ucap Aron.
"Baiklah Tuan" ucap Peterson.
Peterson meminta supirnya untuk menghentikan mobilnya. Aron keluar dari dalam mobil dengan santai. Ia mengeluarkan kacamatanya dari saku jaket yang ia pakai. Ia kemudian segera melangkahkan kakinya dengan santai menelusuri jalan trotoar. Peterson mengamati Aron dan ia tidak menyangka jika orang sekaya keluarga Cristopher yang bahkan bisa membeli semua aset dikotanya ini, tidak ingin menunjukkan kekayaannya dan memilih untuk tinggal di apartemen kecil dari pada membeli sebuah hunian mewah. Peterson memerintahkan supirnya dan para pengawalnya yang mengikutinya dengan mobil yang berbeda dibelakang mobilnya segera pergi.
Sementara itu Aron merasakan suhu dingin yang dirasakan Ema setiap melewati trotoar ini. Aron memeluk tubuhnya sendiri karena cuaca benar-benar sangat dingin. Musim dingin disini cukup lumayan lama dan Aron ingin sekali membelikan anak dan wanitanya itu baju hangat yang banyak agar bisa membuat mereka nyaman.
"Aku pulang sayang" ucap Aron ketika ia sampai tepat didepan Apartemen Ema. Aron menghembuskan napasnya jika Apartemen ini cukup mewah bagi Ema, pasti dulu Ema dan putri kecilnya itu tinggal di Rumah yang bagi Aron tidak pantas untuk di huni.
Aron mengembangkan senyumannya seperti senyuman yang telah ia latih bersama Ziva dan Zava selama ini. Ia kemudian mejentikkan jarinya agar pengawal yang menyamar menjadi penyemir sepatu yang berada didepan Apartemen ini mendekatinya.
"Apa Emaku sudah pulang dari Rumah sakit?" tanya Aron.
"Sudah Tuan, hari ini putri anda agak kurang sehat. Menurut pengawal Nyonya, nona Mora sedang terkenal flu" jelasnya.
"Terimakasih dan katakan pada yang lain mereka harus selalu melindungi Ema dan Amora!" pinta Aron.
"Baik Tuanku!" ucapnya.
Aron menghubungi pengawal bayanganya agar segera menjemputnya menuju hotel terdekat. ia tidak mungkin langsung muncul di Apartemen ini karena Ema pasti akan curiga. Ia akan muncul besok di Rumah sakit dan pasti akan mengejutkan Emanya.
Aron tersenyum senang saat membayangkan ekspresi terkejut Ema yang dulu sering ia lihat. Aron bahkan sengaja berpura-pura memilki kekasih dan akan menikahinya hanya untuk melihat ekspresi sendu Ema atau ekspresi cemburu Ema. Namun Ema selalu berhasil menutupi ekspresi cemburuhnya dengan bersikap acuh yang memancingnya untuk berlaku kasar. Perlakuan kasar itu membuat Ema menangis dan itu yang akhirnya membuat Aron sangat-sangat menyesal saat ini.
****
Ema memegang dahi Amora dan ia bernapas lega karena suhu tubuh Amora akhirnya kembali normal. Ia mencium dahi putrinya itu yang masih terlelap lalu segera menuju dapur. Ema mendengar bunyi ponselnya dan segera mengangkatnya.
"Halo Em"
"Iya Sanas"
"Bagaimana keadaan Amora?" tanya Sanas.
"Panasnya sudah turun" jelas Ema.
"Em, dirumah sakit ini ada fasilitas untuk anak-anak bahkan keluarga dokter dan juga perawat. Jadi lebih baik kau membawa Amora untuk dirawat disini dan kau juga bisa bekerja!" jelas Sanas.
"Benarkah aku bisa membawa Amora ke Rumah Sakit?" tanya Ema dengan nada sedikit tinggi karena ia begitu terkejut dengan fasilitas karyawan yang diucapkan Sanas.
"Iya Em, bawa Amora sekarang dan aku akan menyiapkan ruang perawatan untuk Amora!" ucap Sanas.
"Terimakasih San" ucap Ema.
Ema segera memasukkan beberapa lembar pakaian Amora dan juga perlengkapan lainnya. Ia kemudian membersihkan dirinya lalu mengganti pakaiannya. Setelah itu Ema menuju dapur membuatkan bubur untuk Amora dan memasukkannya kedalam termos kecil agar tetap hangat.
Ema mengambil kain dan menggendong Amora karena ia tidak memiliki kereta anak untuk membawa putrinya itu dengan mudah.
"Ma... " rengek Amora.
"Jangan nangis, Mora ikut Mama ke rumah sakit ya nak!" ucap Ema.
"Iya Ma" ucap Amora.
Ema mengambil tasnya dan segera memasukkan sepatu Amora kedalam tas dan menyelimuti Amora dengan jaket. "Ma, Mora masih ngatuk" ucap Amora.
"Tidurlah nak!" ucap Ema, ia segera mengangkat barang-barangnya dan melangkahkan kakinya keluar dari Apartemen.
Sementara itu Aron menatap layar monitornya itu dengan sendu karena ia ingin sekali menggendong putrinya agar Emanya tidak akan kesusahan. Aron melemparkan gelas yang berisi kopi yang ia minum dan ia berteriak karena kesal.
"Arghhh.... Aku adalah seorang Papa yang paling buruk. Seorang laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Ema kenapa kau rela membesarkan anakku jika kau tidak mencintaiku?. Kenapa kau tega membuatku hidup penuh dengan penyesalan dan kerinduan? Kenapa kau membuatku menjadi cengeng? Arghh... " teriak Aron membuat Davis salah satu pengawal bayanganya masuk kedalam kamar Aron dan menghembuskan napasnya.
"Apa tuan perlu obat penenang?" tanya Davis membuat Aron menatap Davis dengan tajam.
"Hubungi Direktur Rumah sakit, hari ini juga aku akan segera bekerja di Rumah sakit!" ucap Aron.
"Baik Tuan, saya akan segera menghubunginya!" ucap Davis.
"Papa akan menemuimu nak! papa akan memelukmu! Tunggu Papa sayang!" ucap Aron.
Aron membuka lemari pakaianya dan ia mengambil kemeja biru polos dengan jas dokter miliknya yang bernama Oliver di name tagnya. Mulai hari ini Aron akan menjadi Dokter Oliver seorang dokter muda dari rumah sakit di pedesaan yang merupakan kerabat jauh dari Peterson Wali Kota di Kota ini.