Mendapat Petunjuk

900 Kata
Jena tersenyum ketika Siska akhirnya muncul, kini sedang menuruni anak tangga menuju ruang tamu. Jena segera berdiri untuk menyambut kedatangan Siska. Wanita itu begitu luar biasa cantik. Padahal usianya sudah lebih dari 1/2 abad. Tapi usia sama sekali tak melunturkan kecantikannya. Keindahan yang ia turunkan pada kedua putranya hingga Archie dan Athar keduanya begitu menawan. Perpaduan sempurna Antara Siska Virendra dan Brama Virendra, melahirkan dua putra yang begitu indah. Pahatan Tuhan yang sempurna, sulit untuk menemukan celanya. "Apa kabar, Jen?" Siska segera memeluk Jena, memberi kecupan di pipi kanan dan kiri. "Baik, Tante. Tante juga gimana?" "Alhamdulillah baik juga. Kita tetanggaan tapi jarang banget ketemu malah jadi kayak orang jauh." Siska nampak sedih karena mereka memang terlalu sibuk hingga jarang memiliki waktu sekadar untuk bertegur sapa. "Ya udah, duduk lagi, Jen." "Iya, Tante." Jena terus menerus memberikan senyuman terbaik. Ia pun segera bersikap sebaik mungkin. Mempraktikkan seluruh ilmu yang ia dapat saat sekolah kepribadian dulu. Supaya ia bisa mengimbangi Siska yang cantik paripurna. Tidak hanya fisiknya yang cantik, tapi juga gestur, cara berpakaian, cara bicara ... semua yang ada dalam diri Siska itu cantik. Asisten Rumah tangga lain datang untuk mengantarkan dua cangkir minuman untuk Siska dan Jena. "Kamu tumben kok nggak sama Athar, Jen?" tanya Siska setelah menyesap teh daun murbei - nya. Jena yang tadinya hendak turut menikmati teh, seketika mengurungkan niat. Namun ia tidak mau terlalu gegabah hingga membuat semua orang panik nanti. "Begini Tante ... jadi tadi saya ke sini, sebenarnya mau tanya tentang keberadaan Athar. Karena seharian ini dia sama sekali nggak ngasih kabar. Dan tadi juga nggak jemput saya." Nyatanya meski Jena sudah menjelaskan dengan pelan, Siska tetap saja terkejut. "Lho ... ke mana ya itu anak. Nggak biasanya dia ngilang begini." Siska pun nampak kebingungan. "Saya pikir dia ada pekerjaan dari Om Brama. Makanya saya nggak curiga sama sekali. Baru saat hari semakin malam, saya jadi kepikiran karena Athar tetep nggak ada kabar. Dia juga nggak jemput saya hari ini, Tante." Siska nampak berpikir. "Apa jangan - jangan dia ada pekerjaan yang nggak Tante tahu mungkin, ya. Atau dia lagi belajar sama kakaknya seperti waktu itu?" Jena tersenyum kecut. Belajar dengan Archie katanya? Waktu itu saja, saat Athar diminta Brama untuk terlibat dalam rapat, Athar dan Archie sudah terlibat banyak cek - Cok. Maka kalau tidak bukan karena perintah orang tua, makanya mereka tidak Sudi untuk saling bertemu. "Sebentar biar Tante tanyain ke Om Brama ya, Jen. Itu teh - nya diminum dulu. Enak banget, teh daun murbei. Sehat." "Iya, Tante." Jena benar - benar menyesal teh - nya kali ini. Untuk membuat hatinya sedikit tenang. Teh hangat ini sangat membantu membuat nya merasa lebih baik, meski hanya sedikit. Siska kembali beberapa saat kemudian. Raut wajahnya nampak kecewa sekaligus sedih. "Om Brama ternyata nggak kasih perintah apa - apa ke Athar hari ini sayang." Dengan sangat menyesal ia harus memberi tahu hal itu pada Jena. "Nggak apa - apa, Tante." Jena berusaha membuat Siska merasa tenang barang sedikit. Meski sebenarnya ia merasa semakin khawatir dengan Athar sekarang. Kalau Athar tidak sedang melakukan tugas dari Brama Virendra, lalu di mana laki - laki itu sekarang? "Coba Tante hubungi Archie aja ya Jen. Kali aja Athar sama Archie memang lagi saking belajar. Karena nggak lama lagi mereka akan sama - sama jadi CEO kan. Athar merasa harus banyak belajar dari kakaknya yang sudah beraksi duluan. Tapi segala sesuatu itu selalu memiliki kemampuan. Entah disadari atau tidak itu memang benar adanya meski kemungkinan itu hanya nol koma sekian persen. Dan perasaan Jena masih tak enak hingga sekarang. Entah apa yang sedang terjadi sebenarnya. "Iya, Ma?" Suara Archie. Siska memang mengaktifkan loud speaker di ponselnya. "Halo Archie .. Gimana kabar, Nak?" Siska terlebih dahulu menanyakan kabar tentu saja. Archie memang sudah hidup terpisah dari keluarga. Sejak perseteruannya Athar menjadi semakin parah, Archie memang memutuskan untuk pergi dari rumah, lebih memilih tinggal di apartemen. . "Alhamdulillah baik, Ma. Mama gimana?" "Alhamdulillah Mama juga baik." "Syukur deh kalau gitu?" "Archie ... mama boleh tanya sesuatu, Nak? Tapi kamu tolong jangan marah, ya " "Memangnya Mama mau tanya apa, hm?" Archie masih terdengar ramah dan santai. "M - Mama mau tanya ...." Suara Siska begitu pelan dan perlahan juga ketika berucap. "apa Athar ada di sana, Nak? Seharian ini adek kamu nggak ada kabar. Dihubungi pun nggak bisa." Iya, kan? Archie sedang berusaha keras menahan amarahnya di seberang sana. "Nggak, Ma. Dia nggak sama aku," jawaban singkat dari Archie yang sukses membuat semua orang semakin bertanya - tanya tentang keberadaan Athar. "Kamu kira - kira tahu nggak dia di mana sayang?" Siska bertanya sekali lagi. "Aku nggak tahu, Ma. Tapi dia kan udah dewasa, pasti bisa jaga dirinya sendiri lah. Mama jangan bersikap seperti anak Mama masih usia 5 tahun. Dia pasti bisa ngurus diri sendiri." "Hp adikmu nggak aktif sejak pagi, Archie. Bisa tolong kamu ikut hubungi dia sayang? Ini Jena ke sini juga nyariin Athar. Dia nggak bisa hubungi Athar juga sejak tadi siang " "Udah Lah. Dia pasti lagi bersenang - senang di suatu tempat. Mama jangan khawatir berlebih lah. Gak baik buat kesehatan Mama. Udah jangn panik, Athar pasti bisa jaga dirinya sendiri. Sekarang dia pasti lagi asyik. Jangan terlalu khawatir. Ya udah aku tutup teleponnya ya, Ma. Bye ... see you " Telepon pun rela ditutup secara sepihak oleh Archie. Benar kan, Archie marah. Dan mereka tetap belum mendapatkan petunjuk di mana keberadaan Athar. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN