Archie menyalakan sebatang rokok. Angin malam di balkon kamar, membuat asapnya terbang mengikuti arah angin.
Malam ini lelaki itu mengenakan kaos warna kuning cerah. Dipadu dengan celana training warna hijau army. Archie sengaja memilih pakaian itu, dengan maksud, siapa tahu suasana hatinya akan menjadi secerah warna pakaiannya. Meski itu terdengar tak masuk akal sebenarnya. Archie hanya berusaha.
Archie sebenarnya bingung harus bagaimana. Ia seperti tak lagi memiliki semangat hidup. Ia seperti tak memiliki pegangan dan pandangan.
Hidupnya monoton, tak ada yang membuatnya bahagia, tak ada yang memacu semangatnya. Seperti tak ada gunanya ia ada di dunia ini.
Tiap kali berdiri di balkon, Archie tak hanya menikmati indahnya suasana malam di kota, ia juga selalu menyempatkan -- tak pernah lupa memperhatikan lantai paving pelataran hotel yang tegak lurus dengan posisi berdirinya sekarang.
Jika seandainya ia melompat dari sini, kira - kira bagaimana kondisi tubuhnya ketika mendarat di lantai paving itu?
Apakah masih utuh? Apakah hancur menjadi kepingan? Atau rusak di beberapa bagian?
Dan pertanyaan lain ... akan kah ia masih hidup?
Archie selalu bertanya - tanya tentang itu semua. Apa gunanya ia hidup? Ia pun tak tahu. Tapi jika ia mati ... apa juga gunanya?
Archie tak tahu apakah kehidupan setelah mati benar - benar ada. Jika benar ada, akan seperti apa nasibnya di sana nanti?
Atau mungkin kehidupan benar - benar akan berakhir setelah kematian? Entah lah. Archie tidak akan pernah tahu, karena ia belum pernah mati.
***
Freya menatapnya dari balik jendela kamarnya sendiri. Freya kemudian berbalik, ia menyisir rambut, melepas pakaian, menggantinya dengan gaun malam.
Sebelum keluar, ia memastikan penampilannya sudah baik. Ia benar - benar tak boleh terlihat jelek sedikit pun di mata Archie.
Freya akhirnya keluar. Ia berjalan mendekat pada balkon. Berpura - pura tidak tahu ada Archie di balkon sebelah. Freya hanya langsung menatap pemandangan, kemudian ia juga menatap ke bawah. Seolah - olah ia tengah mengalami masalah, dan tengah depresi. Sehingga berniat untuk mengakhiri hidup, namun belum menjalankan hal tersebut.
"Nona Freya ...."
Freya menyeringai ketika mendengar suara itu. Pancingannya telah tepat pada sasaran.
Freya menoleh dengan se - elegan mungkin, dan memberi senyum terbaik. "Astaga ... saya tidak tahu Anda di sana, Tuan Archie."
Archie pun tersenyum tipis. Hanya senyuman tipis, tapi Freya senang sekali melihatnya.
Archie memangilnya, dan bersikap tetap baik padanya. Berarti Athar tidak memberi tahu apa - apa padanya, bukan?
"Agak gerah malam ini. Udara di luar cukup sejuk." Archie lanjut berbicara.
"Ya, itu juga alasan saya keluar tadi." Tentu saja Freya bohong, karena alasan utama ia keluar adalah untuk ikut - ikutan Archie, sehingga ia bisa melancarkan jurus penjeratannya.
"Tuan Archie ... sebelum saya tahu ada Anda di sana, saya sempat melihat ke bawah sana." Freya menunjuk jajaran paving pelataran hotel Halim di bawah sana.
Jantung Archie mendadak berdetak lebih cepat. Karena tadi ia juga melakukan hal yang sama. Menatap ke bawah sana. Rasanya seperti Freya bisa membaca isi hatinya.
"Entah kenapa, saat situasi hati saya kurang baik, ketika saya melihat ke bawah ... saya penasaran. Apa rasanya ketika kita melompat dari atas sini, terjun bebas ke sana. Apa yang akan terjadi pada tubuh kita. Apakah hal seperti itu bisa menyelesaikan urusan dunia kita yang pelik? Saya benar - benar penasaran.
Archie kembali tersenyum tipis. Freya benar - benar seperti bisa membaca isi hatinya. Akurat sekali dengan apa yang sempat ia pikirkan, sebelum wanita itu datang tadi.
Tapi kenapa Freya bisa memiliki pikiran seperti itu? Masalah kehidupan apa yang membuat Freya sampai berpikir untuk mengakhiri hidupnya?
"Apa yang terjadi, Nona Freya?" tanya Archie. Entah lah, Archie sendiri bingung. Tak biasanya ia begitu perhatian pada orang lain. Terlebih jika orang lain itu bukan siapa - siapanya. Dan orang lain itu baru saja ia kenal.
Lagi - lagi Archie menganggap, bahwa rasa simpatinya pada Freya timbul, karena Freya sangat mirip dengan mendiang Raya. Ya, pasti karena itu.
"Tidak apa - apa, Tuan Archie. Tidak ada yang terjadi. Hanya saja saya memiliki mimpi. Saya sudah banyak menyusun rencana, dan sudah memulai untuk meraih mimpi itu. Bisa dibilang saya sudah berhasil 25 %. Tapi untuk meraih 25 % itu sama sekali tidak mudah. Tapi saya tiba - tiba bertemu dengan seseorang yang mengganggu jalannya mimpi saya. Ia mengancam akan melakukan banyak hal untuk menghentikan usaha saya meraih mimpi. Terlebih dia adalah orang dalam, berhubungan sangat erat dengan mimpi saya. Hal itu cukup membuat saya kepikiran. Saya merasa sangat terancam."
Freya menjelaskan masalah yang sebenarnya. Namun secara tersirat.
Sebenarnya masalah itu tak terlalu berat baginya sampai memacu ia ingin mengakhiri hidup. Ya, seperti biasa, Freya hanya memanfaatkan apa yang sudah ada, untuk mengusahakan mimpinya.
Archie terdiam. Menatap Freya lekat. Freya begitu cantik. Rambutnya berkibar mengikuti arah angin. Pun demikian gaun malam transparannya.
Archie tak tahu kenapa Freya bisa begitu cantik? Ia tak tahu kenapa ia bisa begitu mudah terjatuh akan pesona seseorang.
"N - Nona Freya ... B - boleh kah saya ke sana?" tanya Archie.
Freya mengernyit. Namun dalam hati ia tersenyum puas. Tanda - tanda keberhasilan sudah di depan mata.
"Apa maksudnya, Tuan Archie?" Freya pura - pura tak paham.
"Boleh kah saya bertamu ke sana?" Archie memperjelas pertanyaannya.
"A - ah ... tentu saja boleh tuan Archie. Silakan." Freya menyambut dengan suka cita.
"Kalau begitu saya akan ke sana sekarang."
"Ya, kalau begitu saya akan bersiap di depan pintu."
Archie mengangguk, kembali tersenyum tipis sebelum akhirnya ia bergegas beranjak.
***