Lebih Jauh

1004 Kata
"Ya, pekerjaan saya memang sudah selesai. Saya hanya ingin pergi ke suatu tempat." Freya mengangguk mengerti. Walau sebenarnya ia begitu penasaran, Archie akan pergi ke mana. "Baik lah kalau begitu, Tuan Archie. Saya ucapkan hati - hati di jalan, semoga perjalanan Anda menyenangkan. Saya juga akan melanjutkan langkah kembali ke kamar." "Baik, Nona Freya." Archie kembali dalam mode cuek. Tapi itu tidak masalah karena Freya yakin, ia sudah berhasil menarik perhatian Archie. Cepat atau lambat, Archie pasti akan segera masuk dalam perangkapnya. Mereka akhirnya berpisah di sana. Sebelum Archie melangkah pergi, Freya sudah beranjak duluan. Tidak lupa ia berpura - pura pincang lagi. Ia yakin Archie tengah melihatnya saat ini, yakin sekali. Ketika Archie akhirnya juga beranjak, baru lah Freya menoleh untuk memastikan keadaan. Saat Archie sudah keluar dari hotel, Freya kembali dalam mode normal, tanpa akting pincang lagi. Ia tersenyum puas, sembari menekan panah ke atas pada samping lift. *** Athar buru - buru masuk kembali ke dalam mobil ketika Archie tiba di luar hotel. Ia tidak mau ketahuan ada di sini. Meski sudah berada dalam mobil, dan sedang dalam proses menjauh dari hotel Halim, ia masih terus memperhatikan Freya yang masih terjangkau oleh penglihatannya. Kini Freya berada di depan lift. Ketika lift terbuka, wanita itu segera masuk. Yang membuat Athar tercengang adalah ... cara berjalan Freya sudah kembali normal, tidak lagi terpincang seperti tadi. Athar pun mengernyit. Kenapa ya Freya bersikap seperti itu. Kenapa harus pura - pura pincang di depan Archie? Apa Freya sedang merencanakan sesuatu? Kalau benar begitu, ini tidak boleh dibiarkan. Athar harus segera mencari tahu lebih jauh. *** Athar akhirnya sampai di butik J. Butik milik Jena yang dibangun sendiri oleh gadis itu. Ia membesarkan butik itu dengan jerih payahnya sendiri, dengan desain bajunya yang disukai banyak orang. Jena memang pandai berbisnis. Di luar bakat mendesainnya yang benar - benar baik. Bisa dibilang ia adalah lulusan S3 marketing, padahal kenyataannya gadis itu tak pernah sekolah di bidang itu. Ia hanya mengambil seni desain murni ketika kuliah dulu. Jena tidak hanya menyediakan pakaian untuk kalangan menengah ke atas. Ia juga banyak menyediakan pakaian untuk kalangan menengah ke bawah. Semua bajunya menjangkau segala jenis pasar, dengan bahan yang baik, da desain yang eternal, tidak lekang dimakan waktu, tetap baik digunakan meski sudah bertahun lamanya, meski fashion sudah banyak mengalami pergeseran era. Setiap hari Athar memang rutin menjemput Jena sepulang kerja. Tidak. Jena tidak pernah menyuruhnya. Ini adalah murni keinginan Athar sendiri. Karena ia tidak rela membiarkan gadis yang ia cintai menyetir mobil sendiri setiap hari untuk berangkat dan pulang kerja. Ketika masuk ke butik, Athar segera menjadi pusat perhatian. Lelaki itu memang bisa dibilang terlalu tampan. Setiap inci dirinya terlihat indah, enak untuk dipandang. Tidak salah jika kaum hawa di sana menatapnya dengan lapar. Tapi Athar tidak terlena dengan tatapan - tatapan itu. Ia hanya cuek, terus berjalan menuju meja Jena di ujung sana. Athar bukannya sombong. Ia hanya sudah beradaptasi, sudah terbiasa dengan kondisi semacam ini, yanh selalu ia alami di mana pun dan kapan pun. Kecuali saat ia bekerja menjadi driver taksi online, karena ia tidak akan berdandan aneh - aneh saat bekerja. Dan ia menutupi wajahnya dengan kaca mata, dan juga mengenakan topi. Kadang Athar juga memakai masker. "Sore, Jen." Athar segera menyapa pujaan hatinya ketika sampai di tujuan. Jena tidak menatap lelaki itu. Hanya segera membereskan berkas - berkasnya, juga buku - buku sketsa desainnya. Baru lah setelah semua tapi, Jena bersedia untuk menanggapi Athar. "Halo, anak kecil. Gimana kabar hari ini? Lancar nggak nariknya tadi?" Jena langsung memberondong beberapa pertanyaan sekaligus. Athar mengangguk kemudian. "Yah, lancar, seperti biasa. Gimana kerjaan kamu hari ini sayang?" Athar malah menggoda wanita yang lebih tua darinya itu. Jena nampak jengkel. "Sayang ... sayang ...." Jena meledek cara Athar memanggilnya. "Lhah, emangnya kamu nggak sayang sama aku?" Athar nampa terluka. Jena hanya terbahak sembari menyangklong tas selempangnya. "Ayo, anak kecil, jadi anter aku pulang atau enggak." Jena menggamit lengan Athar, kemudian menggelandangnya menuju pintu keluar. Sebagai informasi, semua orang tetap mencuri pandang ke arah mereka -- karena Jena sedang bersama si pusat perhatian -- sambil sesekali berghibah. Merasa iri karena Jena bisa begitu dekat dengan lelaki setampan Athar. Jena tahu betul Athar menyukainya. Athar pun selalu berusaha menunjukkan, serta mengutarakan rasa sayangnya. Tapi apa daya, Jena sudah telanjur mengangap Athar sebagai adik. Karena nyatanya sampai sekarang hati Jena masih setia pada Archie. Sejak dulu Jena memang menyukai Archie. Sejak Raya belum kenal Archie, sejak Raya menjadi dekat dengan Archie, menjadi kekasih Archie, menjadi calon istri, kemudian Raya meninggal dunia, dan Archie menjadi Single kembali. Jena masih terus mencintainya. Jena dalam posisi sulit saat ini. Karena ia tahu pujaan hatinya telah kembali Single. Namun ia tetap tak bisa mendekat pada sang pujaan hati, karena pujaan hatinya pernah menjadi calon suami mendiang sahabatnya. Justru Athar, adik pujaan hatinya, yang semakin gencar mendekatinya. Mereka duduk bersebelahan di dalam mobil. Athar melarang Jena duduk di belakang, karena ia bukan supir pribadi Jena, melainkan ia ingin Jena menganggapnya sebagai pasangannya. Mendadak Athar teringat akan pertemuannya dengan Freya tadi. Juga teringat dengan keanehan Freya di hotel yang sepertinya dengan sengaja ingin dekat dengan kakaknya. "Jen ...." "Iya?" "Kamu inget sama kembaran Raya yang waktu itu kita lihat di pemakaman Raya?" Athar sedang berusaha mengorek informasi tentang Freya pada Jena. Siapa tahu Jena tahu sesuatu tentang Freya. Jena terdiam sesaat. Tentu saja dia ingat dengan gadis itu. Ketika pertama kali melihat, Jena tidak bisa menyembunyikan keterkejutan dan juga ketakjubannya. Karena Freya benar - benar nampak sama dengan Raya. "Inget kok. Kenapa memangnya?" "Tadi dia order taksi online, dapet aku." Kedua mata Jena membulat. "Oh ya? Dia ngenalin kamu nggak?" "Awalnya sih kayak curiga gitu. Tapi lama - lama dia diem, nggak lihat detail lagi, mungkin anggep salah orang." "Wah, bisa jadi tuh." "Aku heran deh. Bertahun - tahun kita kenal sama Raya. Tapi gimana bisa kita nggak tahu, kalah dia ternyata punya kembaran." "Jangankan kita, Thar. Raya sendiri juga baru tahu kalau ternyata dia terlahir kembar. Dia juga baru tahu kalau dia diadopsi. Sedih nggak sih." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN