BAB 8

1021 Kata
BAB 8 Nuria dengan terbata akhirnya bisa menyelesaikan semua pertanyaan yang diberikan oleh pihak polisi. Dirinya hanya menjelaskan apa yang diminta dan menjawab pertanyaan dengan ya atau tidak. Semoga tuduhan tak mengerucut padanya. Namun, tetap saja, kesimpulannya adalah ... Radit pernah datang dan melecehkannya. Nuria pun tak bisa mengelak dan bercerita jika ditolong oleh dua orang lelaki berpakaian hitam. Baginya, jujur itu lebih baik, meskipun ke depannya entah akan seperti apa nasibnya. Ia hanya berharap tak terlibat dalam kasus yang menggemparkan warga kampung itu. Mereka pun pergi meninggalkan kediaman Nuria, menyisakkan rasa takut. Nuria mengelap keringat dingin, sesekali melirik ke arah belakang, tetapi dua orang yang mengikutinya itu entah ke mana. Nuria tak bisa melihatnya berkeliaran. Beberapa hari berlalu, desas-desus kabar terdengar. Katanya, kabar kematian Radit ada hubungannya dengan Juragan Arga. Dengar-dengar, polisi juga sudah menyambangi kediaman lelaki paruh baya itu juga. “Nur, kasihan banget kamu teh, ya. Mungkin kalau ayah kamu masih ada, gak akan nerima saja lamaran lelaki tua itu. Serem banget, ya! Kayaknya memang Radit itu dibunuh karena dia mencoba melecehkan kamu, Nur.” “Dengar-dengar, sih, Juragan Arga itu berdarah dingin. Bahkan, ada yang bilang kalau dia itu salah satu anggota mafia yang menyamar. Pantas saja gak punya hati, ya, gampang banget menghilangkan nyawa orang.” “Juragan ditangkap polisi, katanya. Semoga saja pernikahan kamu dibatalkan, Nur. Ih, ngeri banget kalau punya suami tukang bunuh kayak gitu! Hih!” “Sssst! Jangan bicara sembarangan! Nanti ada mata-mata yang dengar, bisa-bisa kita dalam bahaya. Lebih baik kita diam!” Mereka pun saling berbisik, menatap sinis sesekali, seolah Nuria adalah orang yang menyeramkan juga. Hati Nuria sedih, takut dan hampa. Beragam omongan tetangga ketika Nuria belanja di tukang sayur keliling depan rumah pun membuat hatinya yang sedang dilanda rasa takut semakin menjadi. Desas-desus itu juga membuat niatan Nirina untuk memperalat Felix demi membatalkan pernikahan Nuria gagal. Felix tak mau jika dia pun harus kehilangan nyawa seperti halnya yang terjadi pada Radit. Bahkan, beberapa orang yang parno, mulai menjauhi keluarga Paman Nursam selama Nuria masih ada di sana. Mereka menyimpulkan sendiri apa yang mereka dengar sepihak tanpa mencari tahu jawaban yang sebenarnya. Nirina tak bisa berkutik, rasa takut juga menderanya. Apalagi awalnya dia ingin menguasai seluruh perhiasan milik Nuria. Mendengar semua kabar yang berembus, dia pun—mau tak mau—menyerahkan kembali benda yang selama ini dikuasainya, kalung dan cincin milik Nuria. Begitupun dengan Bi Lela yang tiap hari memakai gelang itu, gegas dia kembalikan. Bukan karena iba, tetapi keduanya pun sama takut ketika mendengar nasib tragis yang terjadi pada Radit. Awalnya, andai pernikahan itu batal, Nirina sudah berencana untuk menjual sebagian perhiasan Nuria itu untuk biaya pernikahannya dengan Rudi yang akan dilaksanakan dua bulan lagi. Waktu bergulir, gak ada kabar lagi terkait kejadian itu. Seperti biasa, kasus itu menguap begitu saja tak diketahui ujungnya. Para warga pun memilih diam, demi menghindari kemungkinan buruk yang bisa saja menimpa mereka. Tiga minggu yang berjalan sangat lambat kini terpangkas sudah. Hari pernikahan pun tiba. Nuria akan menikah di kediaman Juragan Arga. Setelahnya, resepsi akan di adakan di salah satu kebun buah milik Juragan, katanya. Orang MUA yang dikirimkan oleh Juragan Arga sudah selesai memoles wajah sang calon pengantin. Nuria tampak berbeda sekali. Mendapatkan sentuhan dari MUA professional, membuat siapa pun akan berdecak kagum melihat kecantikannya yang luar biasa. Dua mobil dari Juragan Arga sudah menunggu keluarga yang akan berangkat ke tempat akad. Satu mobil khusus untuk pengantin, satu lagi untuk keluarga inti pengantin. “Mari, Nona!” Pengawal perempuan yang dikirim oleh Juragan Arga membantu Nuria untuk memasuki mobil. Salah satu membukakan pintu, sedangkan yang satunya membantu mengangkat ujung kebaya Nuria yang menjuntai. Nirina mendelik sebal. Dia tak rela ketika melihat sepupunya diperlakukan begitu istimewa. Mobilnya pun tampak sangat mewah, berbeda dengan mobil yang digunakan untuk menjemput keluarga. Namun, Nirina bisa apa? Hanya mampu mengelus d**a dan melirik pada Rudi yang sudah duduk di sampingnya. “Rud, nanti aku juga pengin dijemput pakai mobil newah pas nikahan kita, ya. Perhiasannya aku minta yang seperti punya si Nuria.” “Hmm!” Rudi yang baru saja duduk di samping Nirina hanya berdeham. “Kok, gitu doang?” Nirina mendelik kesal. “Dulu kamu bilang mau nerima aku apa adanya, Rin? Kok, sekarang beda?” Rudi—yang memang tak sekaya Juragan Arga—tampak keberatan. “Dih, mau nikahin anak orang gak mau modal!” Nirina mencebik kesal. Perdebatan pun tak bisa dielakkan sepanjang perjalanan menuju kediman megah di pinggiran kampung. Gerbang berpagar dua meter itu dibukakan dari dalam. Tampak ada sebuah pos keamanan dengan dua orang tinggi tegap berdiri di sana. Rupanya, mereka tak diperkenankan masuk ke rumah. Sebuah tenda kecil sudah berhias indah di halaman rumahnya yang luas. Nuria didudukkan di sana, sambil menunggu mempelai lelakinya datang. Semua terdengar menyeramkan dan membuat tegang. Hati Nuria gelisah, sesekali mengedarkan pandang. Rumah tiga lantai itu tampak seperti sebuah istana. Batu alam dan berbagai ukiran terpahat indah pada dinding bagian luar rumahnya. Begitu pun gemericik air kolam yang berisi ikan-ikan koi besar membuat tampilan rumah itu nyaris sempurna. Setelah menunggu sekitar 15 menit, tampak sosok gagah keluar dari dalam rumah dan menghampiri mereka. Langkahnya tegap, setelan tuxedo yang dikenakan membuat aura kegagahannya terpancar sempurna. Namun, tatapannya yang tajam membuat Nuria yang tadi menoleh sekilas gegas menundukkan pandangan. Bahkan, dia tak berani lagi mengangkat wajah hingga ijab kabul selesai. Jemarinya gemetar, ketika usai akad, tangan kokoh itu meraihnya. Lalu, Dia memasangkan cincin pernikahan pada jemari lentik Nuria. Cup! Satu buah kecupan singkat mendarat di keningnya, sesuai arahan dari penghulu. Lalu, dengan tangan gemetar Nuria pun meraih jemari Juragan Arga dan menciumnya. Hatinya ketar-ketir, takut dan ingin sekali menghilang ke dasar bumi dan tak kembali. Nuria benar-benar merasa takut terhadap sosok lelaki yang masih misterius baginya. Air matanya yang sejak tadi ditahan pun akhirnya tumpah, membuat netra Juragan Arga menatap lekat wajah manis yang ada di depannya. Perlahan dia mengangkat dagu Nuria sehingga kedua netra Indah yang tengah berkaca-kaca itu kini bersirobok dengannya. “Aku suamimu. Jangan takut, aku akan menjagamu, hm?” Suara baritonnya yang datar dan tatapan dalam itu tak serta merta bisa mengusir rasa takut pada hati Nuria yang berkelindan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN