Bab 3. Kecurigaan Raka

1131 Kata
Baru saja Leonardi akan memejamkan matanya, ponselnya berdering dengan nyaring. Pria itu menggeram kasar seraya mengambil benda pipih itu dan menempelkannya di telinga. "Ada apa sampai kau menelpon aku? Apa kau tidak berhasil memberi pelajaran kepada k*****t itu?" tanya Leonardi dengan nada membentak. "Kami berhasil memberi pelajaran sama pria itu, Bos. Tapi ... Nona Amelia saat ini pingsan." Mata Leonardi seketika melebar saat mendengar laporan dari orang suruhannya. "Dasar bodoh! Kenapa Amelia bisa pingsan? Kalian memang nggak becus kerja!" bentak Leonardi meluapkan amarahnya. Sementara pria yang berada di ujung sambungan telepon tidak dapat membantah, karena tahu kehidupan mereka tergantung dengan pria itu. "Cepat bahwa Amelia ke rumah sakit dan bagikan lokasi kalian padaku. Pastikan juga k*****t itu tidak mendekati Amelia." Titah Leonardi dengan nada dingin. Setelah sambungan telepon terputus, Leonardi menghela napas panjang. Rasa cemas langsung menyusup di hatinya, bercampur dengan perasaan yang sulit dia deskripsikan. "Sial! Kenapa bisa seperti ini kejadiannya. Amelia ... ini salahmu yang masih bersikeras untuk pergi dengan pria k*****t itu," gumam Leonardi seraya menyugar rambutnya ke belakang. Bunyi notifikasi pesan dari ponselnya membuat Leonardi segera mengambilnya. Matanya menyipit saat pria suruhannya membagikan di mana posisi mereka berada saat ini. Dengan bergegas Leonardi keluar dari kamarnya dan di ruang di ruang tv nampak orang tua angkatnya sedang menikmati acara kuis di salah satu tv nasional. Melihat Leonardi yang nampak terburu-buru, membuat Rina tak tahan untuk bertanya kepada putra sulungnya itu. "Kamu mau ke mana, Leo? Kok kayaknya muka kamu tegang banget?" Leonardi menghentikan langkahnya lalu menatap Rina dalam diam, pria itu bingung harus mengatakan apa kepada wanita itu mengenai Amelia yang pingsan. Karena itu setelah berpikir beberapa saat Leonardi akhirnya membuka suara. "Ada temanku yang ditilang polisi karena lupa membawa SIM, kebetulan lokasinya cukup dekat dari sini, jadi aku yang akan membantunya," jawab Leonardi yang tentu saja adalah kebohongan. Rina menutup mulutnya dengan sebelah tangan saat mendengarnya. Sedangkan Reza menatap Leonardi dengan datar lalu berkata. "Pergilah, tapi hati-hati jangan sampai kamu juga ditilang polisi. Papa sudah tua jadi tidak akan bisa mengurusmu jika kamu terlibat dengan polisi. Amelia juga masih terlalu muda untuk mengurusi masalah yang berkaitan dengan hukum." Leonardi mengangguk lalu meninggalkan rumah itu setelah memberikan salam kepada keduanya. Karena hari yang sudah semakin malam membuat jalanan ibukota semakin lengang. Leonardi sampai di rumah sakit dalam kurun waktu 30 menit. Leonardi segera menuju ruang IGD sesuai dengan pesan yang dikirimkan oleh pria suruhannya. Di depan pintu IGD Lukas melihat kedua pria suruhannya sedang duduk dengan raut wajah cemas bercampur dengan ketakutan. Langkah Leonardi terasa berat saat melihat Amelia yang masih memejamkan matanya, sementara di ranjang sebelahnya berbaring seorang pria yang sekujur tubuhnya dipenuhi oleh luka akibat dipukuli. Leonardi hanya dapat menggeram saat mengenali jika pria itu adalah Raka. Jadi dua pria suruhannya juga membawa pria k*****t itu ke rumah sakit yang sama dengan Amelia. Makanya dalam hati. Mungkin nanti setelah Amelia keluar dari rumah sakit, Leonardi akan bertanya kepada kedua pria yang saat ini sedang menunggu di luar ruang IGD. "Ners. Bagaimana keadaan adik saya?" tanya Leonardi pada seorang perawat wanita yang baru saja memeriksa keadaan Amelia. "Syukurlah ada keluarga Nona Amelia yang datang kemari. Nona Amelia hanya merasa syok saat melihat kekasihnya terlibat dalam perkelahian. Setelah Nona Amelia sadar Bapak bisa membawanya pulang," jawab perawat itu dengan tersenyum ramah. "Terima kasih, Ners. Saya mau melihat keadaan adik saya dulu," ucap Leonardi yang di dalam hatinya merasa lega. Wajah pucat Amelia membuat sesuatu di dalam hati Leonardi bergejolak, sesuatu yang dia tidak tahu apa penyebabnya. Diliriknya jam pada smartwatch yang melingkar pada pergelangan tangan kanannya sudah jam 11.00 malam. Tumben sekali Reza maupun Rina tidak menghubunginya karena Amelia belum pulang ke rumah. Apakah betapa besarnya harapan dari keduanya agar Amelia dapat menjalin hubungan dengan lawan jenis pikir Leonardi di dalam hatinya. Suara lenguhan yang keluar dari bibir Amelia menyadarkan Leonardi jika sang adik sudah mulai terbangun. Dia hanya diam dan mengamati saat gadis itu perlahan membuka matanya. Amelia yang sepenuhnya sadar tentu saja terkejut saat mendapati Lukas berada di hadapannya. Amelia sempat merasa bingung mengapa dia bisa berada di rumah sakit. Karena seingatnya tadi dia sedang bersama dengan Raka. Amelia seketika tersentak sangat mengingat nama Raka bayangan pria itu yang dihajar habis-habisan oleh kedua pria berputar di dalam benaknya membuat kepalanya berdenyut nyeri. Amelia berkata dengan air mata yang mengalir deras. "Di mana Raka? Aku harus memastikan jika keadaannya baik-baik saja." Kalau maksud mau pria k*****t itu dia ada di situ tunjuk Leonardi menggunakan dagunya. Amelia mengikuti arah pandang Leonardi tangisnya kembali pecah saat melihat keadaan Raka yang mengenaskan. Tapi tiba-tiba benaknya membersitkan suatu pikiran. "Dari mana Kak Leo mengetahui keberadaanku? Padahal aku belum menghubungi Mama dan Papa?" tanya Amelia dengan nada tajam. Melihat Leonardi hanya diam membuat Amelia seketika yakin jika pria itu adalah dalang dibalik kedua pria yang menghajar Raka. "Kenapa Kak Leo melakukan ini? Apa salah Raka sama Kakak? Jawab Kak!" Tanya Amelia dengan suara meninggi. Namun bukannya menjawab, Leonardi hanya menatap Amelia dengan tatapan dingin. Rupanya suara Amelia membangunkan Raka. Pria itu meringis kesakitan lalu memanggil Amelia dengan terbata-bata. "Amelia ... syukurlah kamu nggak apa-apa. Aku sempat khawatir ... saat melihat kamu yang tiba-tiba pingsan." Amelia reflek menoleh dan raut wajahnya menggambarkan kelegaan. Setidaknya meskipun babak belur di sekujur tubuhnya Raka sudah siuman. Pria itu hanya membutuhkan perawatan selama beberapa hari hingga kondisinya pulih seperti semula. "Kenapa kamu menangis Amelia?" tanya Raka dengan cemas. "Syukurlah kamu sudah bangun, Raka. Aku tadi takut setengah mati saat kedua pria itu menghajar kamu habis-habisan," jawab Amelia dengan terisak. "Kamu sudah baikan, Amelia? Kalau sudah, kita pulang sekarang. Aku mengurus administrasinya terlebih dahulu," kata Leonardi dengan nada dingin. Meskipun masih merasa kesal dengan Leonardi, Amelia tidak mungkin meluapkan emosinya di depan Raka. Dia tidak ingin Raka mengetahui jika Leonardi adalah orang yang menyebabkan dirinya babak belur seperti ini. "Siapa itu, Amelia?" tanya Raka saat Leonardi melangkah keluar ruangan IGD. "Dia itu kakakku, namanya Leonardi," jawab Amelia yang seketika membuat dahi Raka mengerut. Seingatnya salah satu dari pria berbadan tegap itu sempat menyebut nama Leo saat Amelia pingsan. 'Apa jangan-jangan pria itu adalah pria yang sama dengan yang disebut orang yang memukulku,' tanya Raka di dalam hatinya. 'Tapi apa motif kakaknya Amelia saat memerintahkan orang-orang itu untuk menghajarku?' tanya Raka sembari memandang Amelia yang memegangi kepalanya. "Aku minta maaf ya Raka. Kamu terluka seperti ini saat akan mengantarkan aku pulang," ucap Amelia dengan nada sedih. "Nggak apa-apa Amelia. Ini bukan salah kamu, kok. Yang jahat orang yang melakukan ini," kata Raka yang mencoba menenangkan Amelia. "Kamu benar, Raka. Yang jahat itu orang yang memukul kamu," sahut Amelia dengan nada kesal yang membuat Raka terkekeh saat melihatnya. 'Jika benar Leo yang dibilang orang itu adalah kakaknya Amelia. Aku berharap motivasi pria itu hanyalah untuk melindungi Amelia semata,' gumam Raka di dalam hatinya yang mulai mencurigai tingkah laku Leonardi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN