Leonardi menarik Amelia ke sudut yang lebih sepi di bandara. Matanya yang tajam menusuk langsung ke arah Amelia, sementara tangannya masih menggenggam pergelangan tangan gadis itu dengan erat.
"Kamu mau kabur, ya?" suara Leonardi rendah, tetapi cukup untuk membuat bulu kuduk Amelia meremang.
"Aku cuma ke kamar mandi, kok. Lagian, ngapain aku kabur?" jawab Amelia, berusaha terdengar santai meskipun dadanya berdebar-debar.
Leonardi mengangkat satu alis, menatap Amelia seolah bisa membaca semua kebohongan di dalam kepalanya.
"Ke kamar mandi? Kenapa ke arah keluar dan jalannya mengendap-endap seperti maling? Kamu pikir aku sebodoh itu?"
Amelia mendengus pelan, menarik tangannya dengan kasar agar terlepas dari genggaman Leonardi.
"Kenapa aku harus takut sama Kakak? Memangnya Kakak siapa?" Amelia balik menantang, mencoba mempertahankan keberaniannya meski nyalinya nyaris ciut.
Leonardi menyeringai tipis, ekspresi wajahnya seolah menyiratkan bahwa dia menikmati permainan ini.
"Lepasin nggak, Kak. Aku mau pergi ketemu Raka."
Amelia tahu jika sangat beresiko menyebut nama Raka di situasi seperti ini, tapi hanya itu satu-satunya jalan agar Leonardi lengah. Maka dia bersedia mengambil resiko itu.
Namun perkiraan Amelia salah besar, Leonardi semakin menguatkan cengkramannya pada pergelangan tangan Amelia. Matanya pun berubah menjadi gelap, membuat
Amelia seketika dilanda oleh kengerian.
Leonardi memang melepaskan yang keraman tangannya, tapi pria itu mendekatkan wajahnya. Membuat Amelia mundur setengah langkah. Namun sayang, punggungnya membentur tembok.
Amelia hanya dapat menunduk tak berani menatap mata Leonardi yang seakan ingin mengulitinya hidup hidup.
"Kata siapa kamu boleh menemui pria itu," ucap Leonardi dengan nada dingin.
Amelia menelan salivanya dengan kasar, perkiraannya salah besar. Leonardi kini berubah seperti singa yang siap menerkam.
"Sejak kapan Kakak punya hak untuk ngatur hidup aku?"
Amelia mencoba bersikap tenang, meski suaranya sedikit bergetar. Dia menatap lantai, menghindari pandangan Leonardi yang tajam.
Leonardi terkekeh kecil, tetapi itu bukan tawa yang menyenangkan.
"Hak? Sepertinya kamu lupa dengan status kita yang adalah kakak dan adik, meski dalam kenyataannya kita adalah dua orang yang berbeda."
Amelia hanya diam, tapi dalam hati ia merutuki dirinya sendiri karena membiarkan situasi ini berkembang sejauh ini.
"Aku nggak peduli. Kak. Tapi yang pasti aku sendiri yang ber-hak menentukan dengan siapa aku akan bertemu," ucap Amelia mencoba memberanikan diri.
Leonardi mendekat lagi, wajah mereka kini hanya berjarak beberapa centi saja. Amelia akhirnya memberanikan diri untuk menatap Leonardi yang menatapnya penuh dengan intimidasi.
"Jangan coba memancing aku, Amel. Atau pria k*****t itu akan kembali mendapatkan pelajaran dariku."
Leonardi menyeringai, matanya yang penuh ancaman membuat Amelia semakin terpojok.
Amelia tercekat. Kakinya terasa lemas, dan seluruh tubuhnya gemetar.
"Kakak jahat! Kakak nggak boleh melakukan itu kepada Raka. Dia nggak bersalah sama Kakak, tapi kenapa Kakak memperlakukannya seperti itu?" ucap Amelia dengan nada meninggi.
Leonardi mengangkat tangannya, menyentuh dagu Amelia dengan sentuhan yang dingin dan mengintimidasi.
"Siapa bilang dia tidak melakukan kesalahan padaku? Pria b******k itu mendekati kamu dan Aku tidak menyukainya!"
Leonardi membalas ucapan Amelia dengan nada yang tak kalah kencang. Untung saja keadaan sekitar mereka sedang sepi sehingga perdebatan mereka tidak menjadi pusat perhatian orang banyak.
Amelia menepis tangan Leonardi dengan kasar, berusaha menyembunyikan air mata yang mulai menggenang di matanya.
"
Kalau begitu apa Kakak bisa membatalkan petunangan Kakak dengan Alena? Karena aku tidak suka melihat kakak bersanding dengannya."
Amelia yang tahan dengan keadaan yang semakin mencekik tenggorokannya akhirnya berteriak, dadanya bahkan mengembang kempis karena emosi yang menggelegak di dalam dirinya.
Leonardi terdiam sejenak, lalu tertawa pelan, seraya berkata dengan nada dingin.
"Kita lihat, Amel. Kita lihat seberapa jauh kamu bisa bertahan melawan aku."
Tanpa menunggu jawaban, Leonardi berbalik pergi, meninggalkan Amelia yang kini terduduk lemas, dengan perasaan takut dan marah bercampur menjadi satu.
Di kepalanya, hanya ada satu pikiran. Bagaimana dia bisa lepas dari jerat Leonardi sebelum semuanya bertambah hancur.
"Mbak. Mbak kenapa?"
Amelia tersadar saat ada seseorang yang menepuk pundaknya dengan pelan. Dia menoleh dan melihat jika ada seorang wanita paruh baya yang menatapnya dengan khawatir. Di belakang wanita itu berdiri seorang wanita muda yang sebaya dengan Amelia.
Bola mata wanita muda itu bergerak, dahinya pun mengerut seakan memikirkan sesuatu. Setelah beberapa saat menggali ingatan dalam laci memorinya akhirnya wanita itu menjentikkan jarinya.
"Kamu Amelia tanubrata 'kan yang dulu SMA di SMA Sakura Blossom?" tanya wanita itu seraya membantu Amelia untuk berdiri.
Amelia yang masih diliputi kebingungan hanya menatap wanita muda itu dengan hampa.
Sementara wanita paruh baya yang melihatnya hanya menghemat napas lega. Setidaknya wanita muda yang terlihat kacau itu adalah kenalan sang putri.
"Aku Sofia Mahendra, aku sekolah di SMA Sakura Blossom juga. Kita memang nggak sekelas, tapi kamu terkenal karena juara umum," jelas wanita yang ternyata bernama Sofia.
Namun Amelia masih terdiam, membuat Sofia berkata kepada sang Ibu.
"Mah. Sepertinya teman aku masih kaget. Mama nggak keberatan kalau kita ajak Amelia untuk makan?"
"Tentu aja nggak, Sayang. Mama meninggalkan teman kamu yang masih kacau seperti ini," ucap sang ibu yang membuat Sofia tersenyum.
"Amel. Ikut aku sama Mama, yuk. Kami mau makan dulu, lapar habis menempuh perjalanan 13 jam," ajak Sofia yang kini menggandeng tangan Amelia.
Merasakan sentuhan itu membuat Amelia tersadar dari rasa terkejutnya. Dia pun baru mengingatkan siapa Sofia.
"Maaf aku sempat nggak kenalin kamu. Kaku berbeda banget, jauh lebih cantik dan berisi," ucap Amelia dengan tersenyum.
"Kamu bisa aja, Mel. Justru aku lihat kamu ini ... cantiknya malah bertambah. Kamu pakai skincare apa? Kulit kamu makin glowing."
"Ayo kita cepat ke mobil, Kakak kamu udah nungguin," ucapan sang ibu membuat Sofia tersadar jika mereka terlalu lama berbasa-basi.
Akhirnya ketiga wanita itu berjalan menuju mobil untuk menyangkalkan bandara ini.
Mata Amelia terbelalak saat menyadari siapa Kakak dari Sofia. Lidahnya terasa kelu untuk memanggil kakak laki-laki Sofia itu. Namun berbeda halnya dengan pria yang langsung terlihat sumringah saat mengetahui jika ada Amelia di sini.
"Amelia. Kenapa kamu ada di sini? Siapa yang mau pergi?" tanya pria itu dengan nada riang.
"Astaga! Jadi kedua anakku mengenal kamu, Nak. Berarti jangan-jangan jodoh," ucap wanita paruh baya itu dengan terkekeh.
"Jadi kakak laki-laki kamu Raka, Sofia. Kok aku nggak pernah tahu ya?" tanya Amelia dengan tawa canggung.
"Mana mungkin kamu tahu, Amel. Kakakku ini kuliahnya di luar kota dan lagi kita 'kan nggak terlalu akrab waktu SMA, hanya sekedar tahu nama saja," jawab Sofia dengan tawa lebar.
"Terus kok kamu sendiri bisa kenal sama kakakku?" Kini Sofia yang mengajukan pertanyaan.
"Kami ini satu kantor tapi beda divisi." Raka yang menjawab pertanyaan sang adik yang membuat Sofia merasa kesal.
Melihat kedua anaknya yang berdebat membuat sang Ibu segera membuka suaranya.
"Raka Ayo cepat jalan. Mama udah lapar."
Raka hanya mengangguk dan segera menjalankan mobilnya, tapi di dalam hatinya pria itu merasa bahagia. Raka merasa mendapatkan kesempatan untuk lebih dekat dengan wanita pujaannya.
"Mungkin saat ini Amelia belum menjawab pertanyaan cintanya, tapi Raka yakin dengan ketulusan yang dia tunjukkan membuat hati Amelia luluh.
Terlalu gembira membuat Raka melupakan fakta jika dia masih harus menghadapi satu orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan Amelia. Siapa lagi kalau bukan Leonardi.