Jantung Haura berdegub dengan sangat kencang. Kini di kepalanya mulai terisi bayangan kalau Samantha sudah menceritakan apa yang terjadi kepada dirinya.
Bus terus melaju dengan kencang hingga angin mulai menampar-nampir pipi Haura dan Albie yang beketulan duduk di depan dan terkena angin dari jendela mereka dan jendela supir.
"S-samantha ngomong apa aja?" tanya Haura.
Albie melirik Haura sebentar, "Banyak." terang Albie.
Haura pun langsung terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Albie tersebut. Haura jadi berpikir kalau Albie sudah mengetahui semuanya kenapa Albie tetap memasukkan Richo ke dalam ekskulnya?
Haura terdiam begitu saja.
Jalan tiba-tiba macet. Jalanan jakarta memang tidak bisa ditebak, contohnya bus tersebut yang semula melaju dengan sangat kencang namun seketika disuguhkan fenomena kemacetan yang seakan tak berkesudahan.
Lama-lama karena jalanan macet dan mulai panas karena tidak ada angin akhirnya, Haura pun mengantuk. Dia tidak bisa membuka ponselnya karena dia takut mual di perjalanan. Kan tidak lucu mual di samping Albie.
Itulah mengapa Haura memutuskan untuk menutup matanya. dan menyender.
BUG!
Lama-lama karena sang supir mencoba menyalip mobil yang di depannya karena takut kalau mereka terlambat sampai di tujuan, akhirnya membuat guncangan yang membuat kepala Haura menempel pada Albie.
Albie seketika terdiam menyadari ada sebuah kepala yang jatuh tepat di lengan bagian atasnya hampir ke pundak.
Albie pun menghela napas, dan langsung melirik ke kanan dan ke kiri. Seketika matanya tertuju pada kaca depan mobil yang menampilkan dirinya bersama Haura di sana.
Ternyata aktivitas mereka terekam jelas di sana.
"T-tolong aku ...,” kata Haura.
Seketika Haura menangis sambil memeluk tangan Albie dengan erat..
Albie kini dilema. Dia merasa tidak bisa membiarkan Haura menempel pada tubuhnya namun dia tidak tega melihat Haura yang terlihat menangis dalam tidurnya.
Saya harus membangunkannya. -tekad Albie.
Albie tidak berani menepuk tubuh Haura meskipun Haura menggunakan baju serahgam panjang.
Di sekolah mereka, pakaian perempuan memang panjang atas bawah. Jadi baik yang muslim maupun nonmuslim, yang berjilbab maupun tidak berjilbab tetap menggunakan seragam yang serba panjang. Baju pendek hanya diperuntukkan untuk siswa laki-laki.
Aturan berpakaian ini memang sudah dari dulu diadakan. Dan sejauh ini tidak ada yang mengajukan protes. Lagi pula pakaian tertutup akan terlihat sopan dan secara tidak langsung melindungi pemakainya. Ntah dari apapun itu.
“Bangun …” kata Albie sedikit berbisik.
Haura tidak bangun. Albie hendak mencoba meloloskan diri dari Haura yang masih memeluk lengannya. Namun, seketika karena bus hampir hilang kendali karena ada lubang sehingga mobil pun mengalami guncangan.
Albie dengan refleks langsung memegangi tubuh Haura agar Haura tidak terjungkal ke depan.
Haura yang merasakan guncangan yang dahsyat itu langsung membuka mata dan seketika matanya bertemu dengan Albie.
“K-kak Albie?” gumam Haura tidak sadar.
Albie pun melotot, kini giliran dirinya yang panik setengah mati. Albie mau tak mau langsung melepaskan tangannya yang tengah mencengkeram lengan kanan dan kiri Haura.
“Tadi kamu hampir jatuh, saya hanya membantu,” kata Albie.
Haura memicingkan matanya, Albie seketika salah tingkah. Bagaimana tidak. Dia ama sekali tidak berpikiran macam-macam namun ketika dirinya tak sengaja memegangi Haura dan mendapati Haura menangkap basah dirinya, dirinya pun langsung merasa seperti tercyduk habis berbuat m***m.
“Bilang aja mau pegang-pegang aku.” Celetuk Haura.
Albie pura-pura tidak mendengar celetukan dari Haura.
Tak lama kemudian, Rombongan pun sampai di tempat tujuan. Akhirnya, setelah perjalanan yang cukup jauh dan macet, mereka sampai di sana. Kepala Haura sedikit pusing karena supir yang membawa bus tersebut ugal-ugalan. Untung saja dia tidak sampai muntah dan merepotkan Albie.
Selanjutnya, mereka pun semuanya turun dari bus. Albie pun turun belakangan, begitu juga dengan Haura. Haura memang malas berdesakan dengan teman-temannya sehingga dia pun memilih untuk turun terakhir saja.
“Pak, nanti kalau kita sudah mau pulang saya akan kabari lagi. Terima kasih sudah mengantar kami,” kata Albie dengan sangat sopan.
Haura terdiam. Apa kata Albie tadi? Dia harus menaiki mobil tersebut lagi? Haura memandang wajah Albie dengan raut wajah protes namun karena dia tahu sopan santun sehingga dia tidak langsung mengatakannya karena takut menyakiti hati supir bus tersebut.
“Oke, Tong. Nanti saya jemput lagi,” kata bapak-bapak supir tersebut.
Albie menoleh ke arah Haura. Kerudung yang dipakai oleh Haura sudah sampai di pundak Haura. Albie pun menghela napas frustasi.
“Dipakai dulu kerudungnya,” kata Albie.
Haura pun langsung memegangi kepalanya dan benar aja kalu kerudung itu sudah merosot begitu saja ke pundaknya.
“Duh, gak ngerti caranya, takut ketusuk.” kata Haura.
Albie menoleh ke dalam bus, tidak ada satupun perempuan atau orang selain mereka bertiga di sana karena semua teman-temannya sudah turun.
Albie ingin langsung turun namun di bawah banyak orang, nanti Haura akan malu sendiri kalau datang dengan kerudung di pundak. Lagi pula apa kata semua orang kalau anggotanya datang ke acara Rohis namun tidak memakai kerudung? Itu tentulah tidak sopan.
“Dipakein aja tong temennya kasian,” kata bapak-bapak tersebut. “Nonmuslim ya temannya?” tanya Pak Supir tersebut.
“Eh, bukan, Pak. Saya muslim,” kata Haura yang langsung beralatnya.
Sebuah senyuman tipis terbit di ujung bibir Albie. Haura sempat melihatnya namun dia tidak bisa benar-benar memastikannya.
“Oh, saya kira nonmuslim soalnya neng kayak orang bule,” kata Pak Supir tersebut.
Haura hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Kamu bawa jarum?” tanya Albie.
“Adanya peniti,” kata Haura.
“Yaudah mana?” tanya Albie.
Haura pun langsung mengeluarkan penitinya dan langsung menyodorkan peniti itu kepada Albie. Albie pun seketika langsung memakaikan kerudung untuk Haura.
Jantung Haura berdegub dengan sangat kencang. Albie berusaha secepat mungkin namun penuh dengan kehati-hatian agar jarum itu tidak menusuk leher Haura.
“Udah. Sana turun duluan.” Titah Albie.
“Iyaaaa … iyaaaa …” jawab Haura.
Selanjutnya, Albie pun mempersilakan Haura untuk turun dari bus. Lalu Haura pun turun dari bus tersebut.
Selanjutnya, rombongan mereka pun langsung disambut baik oleh panitia yang mengadakan acara. Seorang ketua rohis SMA 39 menghampiri Albie, dan menyambut Albie dan rombongan dengan hangat.
“Apa kabar antum?” tanya ketua rohis SMA 39 yang bernama Anjar.
“Saya baik. Sesuai janji saya, saya membawa banyak peserta,” kata Albie.
“Ck, jadi dia maksa-maksa buat menunaikan janjinya dia? Hih.” Gerutu Haura.
Samantha yang kebetulan berada di samping Haura pun langsung menyenggol Haura, “Ra …” katanya mencoba memperingatkan kepada Haura agar tidak mengatakan hal-hal yang tidak sopan.
“Kenapa sih, Tha? Ribet banget,” kata Haura kesal.
Samantha hendak menjawab namun seketika ketua rohis itu menatap Haura dan seakan ingin mengatakan sesuatu.
“Kita pernah ketemu kan?” tanya Anjar.