Elegi Cinta Tanpa SuaraDiperbarui pada Nov 12, 2024, 16:08
Di sebuah kontrakan kecil di pinggiran kota , Bayu merasa sudah tak mampu lagi melawan badai kehidupan yang terus menerpanya. Ia telah mencoba berbagai cara untuk keluar dari jerat kemiskinan, namun selalu gagal. Tak punya pekerjaan bertahun-tahun, membuatnya menghabiskan waktu mencoba peruntungan dengan bermain judi . Dia pikir dia bisa menang, tapi kemenangan tak pernah dia dapatkan, malah yang ada dia terlilit hutang. Kebiasaan buruknya telah membuatnya terjerat banyak masalah. Tekanan-tekanan dari debt collector yang datang tanpa henti membuatnya putus asa. Di benaknya yang kusut, ia berpikir bahwa jalan keluar dari segala derita ini adalah mengakhiri segalanya bersama anaknya , Kanaya. Bayu merasa, dengan kematian mereka, istrinya, Karina, akan bebas dari beban dan dapat menjalani hidup yang lebih baik tanpa mereka. Dia bisa menikah lagi dengan pria yang lebih baik dari dirinya, kalau tidak ada anak yang dibawanya.
Di sampingnya, Kanaya, gadis kecil berumur empat tahun, sedang bernyanyi dengan suara merdunya.
‘Satu-satu aku sayang ibu, dua-dua juga sayang ayah. Tiga-tiga sayang adik kakak, satu dua tiga sayang semuanya’
Lagu itu terdengar begitu manis, namun ironi menghujam hati Bayu. Ia mencintai putrinya, namun keputusasaan dan teror dari debt collector telah mengaburkan rasionalitasnya. Dia pikir ini jalan terbaik bagi mereka semua.
Dengan tangan bergetar, Bayu mengambil sebotol limun dari lemari. Ia menuangkan cairan berwarna kuning cerah itu ke dalam dua gelas. Tangannya gemetar saat ia membuka tutup botol cairan serangga. Suara gemericik cairan yang dituangkannya ke dalam gelas terdengar seperti derak pintu neraka yang terbuka. Perlahan-lahan, ia mencampurkan cairan mematikan itu ke dalam minuman Kanaya.
Bayu memandang Kanaya yang masih bernyanyi, suaranya yang merdu seolah-olah mengiris hati Bayu menjadi serpihan kecil. Ia meraih tangan Kanaya dengan lembut, memandangi wajah polos gadis kecil itu dengan air mata yang mengalir di pipinya.
“Kanaya, minum limunnya dulu, Nak. Nanti Ayah juga minum,” katanya dengan suara yang dipaksakan tenang.
Kanaya, dengan kepolosan dan kepatuhannya, mengambil gelas itu. Ia memandang ayahnya sejenak, lalu meminum limun itu. Baru beberapa teguk, ia mulai terbatuk-batuk, wajahnya berubah pucat, dan mulutnya berbusa.
“Pa... pa...,” suara kecilnya terdengar lirih dan penuh kesakitan.
Air mata Bayu semakin deras mengalir. Dalam kepedihan yang teramat sangat, ia mengambil gelasnya sendiri dan meminum limun yang telah dicampur cairan serangga itu. Rasa pahit yang menyiksa segera menyergapnya, membuatnya terbatuk-batuk hebat. Namun ia terus minum hingga tidak ada satupun tetes air yang tersisa dalam gelas bunga-bunga itu.
Kanaya jatuh di lantai, memegang lehernya yang terasa panas membara. Dalam kesakitan yang tak terperi, Bayu mendekap Kanaya. Ia merasa tubuhnya semakin lemah, kepalanya berputar, namun di hatinya masih tersisa penyesalan yang begitu mendalam. Ia ingin meminta maaf, ingin mengucapkan kata-kata terakhir, namun mulutnya tak mampu mengeluarkan suara. Matanya mulai terpejam, dan dunia mulai menggelap di sekelilingnya.
Kini 15 tahun berlalu, Kanaya tumbuh menjadi seorang gadis kuat dan berprestasi.
Bagaimana Kanaya dan ibunya, Karina berhasil melalui semua penderitaan dan berhasil menjadi seorang designer terkenal? Mereka berdua berjanji hanya hidup berdua, tidak lagi terjebak cinta pada pria karena trauma mendalam yang ditinggalkan oleh sang ayah.
Namun, hidup mereka berubah saat Kanaya bertemu dengan Denis Perkasa seorang influencer dan model tampan juga pewaris tunggal Sejahtera Perkasa Group yang jatuh cinta padanya, dan Karina bertemu dengan Edwin, Direktur Operasional Perusahaan Tekstil, yang mempunyai luka yang sama dengan dirinya karena kehilangan orang tercinta dengan cara yang begitu menyakitkan.
Akankah mereka berdua menerima cinta dari lelaki itu? Temukan jawaban dalam novel penuh cinta, perjuangan, dan rasa haru tentang bagaimana seorang gadis tuna wicara berjuang untuk cinta dan citanya . Saksikan juga perjuangan dua lelaki dalam menaklukkan hati dua wanita yang pernah terluka begitu parah. Akankah mereka berhasil? Temukan semua jawabannya dalam
"Elegi Cinta Tanpa Suara," sebuah novel yang menguras emosi dan menggugah hati, karya Netganno yang selalu bercerita dari hati.