Izinkan Aku KembaliDiperbarui pada Jun 30, 2020, 05:01
Tamat
Sigap, Nadira menyelinap di balik rak. Dadanya berdesir melihat lelaki di depan. Bagaimana tidak, dua tahun lalu, lelaki itu pergi menghilang di hari pernikahan mereka. Nadira tidak ingin berpapasan denganya. Ia memilih menjauh.
Saat langkahnya tergesa-gesa, tak sengaja, ia melihat Dena sedang sibuk memilih sabun.
"Dena ... Apa kabar? Kemana saja kamu, dihubungi nggak pernah bisa?" Wajah Nadira semeringah menghampiri Dena, lalu memeluknya. Kerinduan pada sahabat terbaiknya itu, membuat lupa pada Lendra.
Dena terkejut saat Nadira menyapa, walau gelagepan, ia membalas pelukan itu.
"Nadira? Ya ampun, kok bisa ketemu di sini?"
"Iya, aku sedang belanja bulanan, kamu sendirian?"
Sesaat Dena terdiam, ditatapnya Nadira sendu. Senyumnya sedikit tertahan.
"Nad ... Aku turut prihatin, atas kegagalan pernikahan kamu dengan ... Mas Lendra. Sungguh, aku tidak tahu kalau ... Mas Lendra senekat itu, ninggalin kamu."
"Ah, santai saja, aku nggak butuh laki-laki seperti itu, bagus lah, dia pergi sebelum kami menikah, jadi aku nggak perlu jadi janda, iya, kan? Ahaha ...."
Tawa Nadira terhenti seketika saat melihat Lendra yang muncul dari belakangnya, dan kini berada tepat di hadapannya. Lelaki itu merangkul pinggang Dena, saat melihat Nadira, Lendra buru-buru melepaskan rangkulannya.
Dena salah tingkah.
Jantung Nadira seakan berhenti berdetak. Ia sulit bernapas, tak percaya dengan apa yang dilihat. Sejak kapan mereka dekat? Apa Lendra meninggalkannya karena Dena? Oh Tuhan, sungguh sakit penghianatan ini. Jika ini benar, Nadira bersumpah akan membalas penghianatan mereka, bagaimanapun caranya.
"Nad, kamu jangan salah faham, aku tidak pernah berniat merebut Mas Lendra dari kamu. Aku ...."
Suara Dena tercekat di tengorokan, betapapun ia ingin menjelaskan, tapi nyatanya Lendra sudah menjadi suaminya.
Lendra mematung, ia juga sama tak enak hati pada Nadira. Setelah membatalkan pernikahan mereka sepihak, Lendra tidak pernah menemui Nadira sekedar meminta maaf.
Napas Nadira naik turun, mata berkaca-kaca, wajahnya merah padam. Tanpa menjawab, ia pergi meninggalkan keduanya.
Nadira tergesa gesa pergi, ditinggalkannya semua belanjaan yang sudah masuk keranjang. Nadira melaju mobil dengan kecepatan tinggi. Hatinya teramat sakit, lebih sakit dari sebelumnya. Bukan karena Lendra, tapi penghianatan Dena.
Bagaimana bisa wanita itu merebut calon suaminya? Ini kah balasan atas semua pengorbanannya? Apa wanita itu lupa, Nadira lah yang selalu mengerjakan tugas-tugas kuliahnya, menyelesaikan skripsi, hingga ia bisa lulus kuliah? Lalu, siapa yang menemaninya di rumah sakit saat oprasi pengangkatan rahim? Nadira, cuma gadis itu yang sabar menemani Dena.
Nadira meradang, bukan karena cemburu, tapi karena penghianatan. Pantas saja, Dena menghilang tanpa kabar, ternyata wanita itu merahasiakan sesuatau darinya.
Nadira tidak pernah peduli dengan lelaki s****h itu,