1. L(Over)

1118 Words
Kin Neandro Dhananjaya, nama itu terus terlintas didalam benak Cleona Keshwari lantaran Kin belum juga membalas beratus-ratus pesannya. "Aduh, Kin kemana sih? Dari kemarin kok ponselnya enggak aktif ya?" Racauan dalam hati Celo terus berbunyi seperti itu. Kuku jari tangan kanannya sudah sedikit menipis, karena terus ia gerogoti dengan giginya. Lantaran rasa khawatir bercampur dengan gerak refleks tubuhnya. Cleona Keshwari, siswi SMA yang masih duduk dibangku kelas 11. Memiliki postur tubuh yang tidak terlalu tinggi, dengan badan cukup berisi. Kulitnya putih pucat, dengan rambut sepanjang bahu. Ia memiliki dagu dan bibir yang terbelah, serta hidung yang mancung, menjadikan wajahnya terlihat sangat manis. Cleona, memiliki sifat yang umum dimiliki banyak orang. Dia baik, pengertian, sedikit pintar, dan sangat cengeng sebagai seorang perempuan. Di sekolah, tidak banyak yang mengenal dirinya, karena ia hanyalah murid yang biasa saja, dan tidak suka berteman dengan orang-orang yang menjunjung tinggi kasta atau harta, membicarakan itu, hanya membuat dirinya ingin berteriak kencang. Membicarakan tentang kasta atau harta. Cleona, merupakan anak tunggal dari pasangan Leta Darena dan Dion Rayon. Ayahnya memimpin sebuah anak perusahaan yang cukup besar di Dubai. Lalu ibunya, bekerja sebagai dosen yang mengajar di Malaysia. Namun, semua itu tidak membanggakan di mata Cleo. Ia sangat benci dengan dirinya atau keluarganya. Ibu dan ayahnya sudah bercerai 5 tahun yang lalu. Cleo hidup sendiri di Indonesia, dengan rumah pemberian ayahnya dan uang yang terus mengalir dari kedua orang tuanya, tidak menjadikan arti apapun dalam hidup Cleona. "Kalau aku ke rumahnya, pasti dia enggak ada di rumah," lanjutnya sambil menggigit kuku-kuku tangan kanannya. Cleona menatap pintu masuk rumahnya, sepi, itu yang ia rasakan. Tidak ada suara aktivitas apapun di sini, hanya ada suara televisi yang ia nyalakan. Celo terus menatap pintu rumahnya, berharap Kin datang menghampirinya. Kembali ia melihat ponsel yang sedari tadi ia genggam. Tidak ada tanda-tanda Kin akan membalas pesannya. "Kin ... Kamu kemana sih?" Pasrahnya dan menyandarkan punggung lelahnya di sofa. Sambil melamun, Cleo menatap cincin yang tersemat cantik dijari manisnya. Cincin pemberian Kin yang sederhana namun sangat indah dimatanya, karena disana terukir nama Kin. "Aku takut, Kin ...." Cleo terus mengeluh dan hampir menangis, namun ia tahan karena ponselnya berdering. Nama Kin muncul di layar ponselnya. Tanpa menunggu basa-basi, ia langsung mengangkat telpon yang berasal dari Kin. "K--kak Kin ..." ucapnya lirih dengan nada bergetar. "Cleo? Maaf," sahutnya diujung sana. Cleona diam sesaat, tak tau perasaannya saat ini seperti apa, karena perasaan senang dan sedih bercampur bersamaan. "Cleo?" Panggil Kin diujung sana. Ada rasa yang mengganggu dihatinya, kenapa Kin memanggil dirinya Cleo? Tanpa embel-embel sayang di sana. "I--iya?" gugupnya menahan tangis agar tidak pecah. "Kamu sudah makan?" Tanya suara berat itu. Cleo mengangguk tanpa sadar. "Sudah." "Yasudah ...." Hubungan Cleona dan Kin memang tidak semulus hubungan seperti pasangan lainnya. Mereka gampang bercek-cok dengan hal sepele sekalipun. Bahkan mereka pernah berdebat hanya karena jalan yang akan mereka lewati sepulang sekolah, tidak hanya satu jam atau dua jam mereka memperdebatkan itu. Hampir berhari-hari mereka tidak saling sapa satu sama lain. Kin memiliki sifat dingin, egois, dan masih kekanak-kanakan. Sedangkan Cleo si cengeng, penurut, dan selalu berpikiran negatif tentang Kin. Kadang juga Cleo bersikap kekanak-kanakan. Cleo memberanikan diri untuk membuka suaranya. Ia tidak ingin penantiannya dari kemarin terbuang sia-sia hanya karena egonya yang tinggi. "Kamu kemana aja, Kak?" Tanya Cleo dengan nada yang bergetar. Padahal ia sudah tau dimana Kin, namun dirinya hanya ingin kejujuran dari Kin sendiri. "Gak perlu nangis. Baru bisa buka hp, lagi ada project," katanya. "Aku enggak nangis kok. Cuma kesel aja, nunggu kamu enggak bales chat aku. Dari kemaren pula." "Cleo… hidup aku bukan tentang kamu. Aku kerja di sini, bukan cari cewek baru." Kin berbicara seperti itu, memang Cleo selalu membahas tentang perempuan-perempuan yang dekat dengan Kin. "Iya aku paham, tapi seenggaknya kamu kabarin aku walau cuma 3 kata," Cleo masih membela dirinya. "Hmm … sorry." Jantung Cleo berdegup kencang. Ada apa lagi dengan Kin? Apa dirinya salah berbicara? Apa dirinya keterlaluan dengan Kin? Atau jangan-jangan Kin sudah tidak memiliki pasangan? "Kamu sibuk banget pasti ya? Yauda, kalau kamu sibuk, silahkan lanjutkan." "Aku berusaha ngasih kamu kabar. Tapi malah kaya gini. Udahlah." "Bu--bukan gitu mak ...." Panggilan pun putus satu pihak. Air mata Cleo turun tanpa di suruh. Ia menatap sendu ponselnya yang memperlihatkan nomer ponsel Kin. "Aku salah apa lagi sih, Kin? Kenapa harus terus berakhir kaya gini? Aku enggak bisa hidup tanpa kamu. Tapi untuk mempertahankan kamu pun, sangat-sangat sulit, Kin." Hidup bergantung dengan orang lain, memanglah sangat sulit. Namun bagaimana lagi? Untuk saat ini dirinya hanya bisa bergantung pada Kin. Pria yang menjanjikan dirinya kebahagiaan, ketenangan, dan secercah harapan untuk bisa meneruskan hidupnya kembali, disaat dirinya terpuruk dengan masalah keluarga yang tiada hentinya. Sudah terbiasa menghadapi banyak masalah, Cleona hanya bisa menghela napasnya panjang. Ia percaya, hidup itu hanya perlu di jalani, bukan di pikirkan. Tidak akan ada habisnya memikirkan hidup yang terus seperti ini, namun ketika ia menjalani hidup apa adanya, dirinya mulai terbiasa untuk hidup seperti ini. Tanpa keluarga, kesepian, masalah terus berdatangan. Ah ... Memikirkannya saja, sudah membuat kepala Cleo hampir pecah. Namun, pikiran negatifnya terhadap Kin, selalu ada di dalam otak Cleo. Semua tentang ketakutan tentang dirinya dan Kin. Pasti ada di sana. Menghadapi masalah keluarga yang berliku-liku sudah biasa menurutnya, tapi ketika menyangkut dengan Kin, ia sangat-sangat tidak bisa menghadapi masalah itu. Apalagi harus kehilangan Kin dari hidupnya. Dengan menatap langit-langit kamar yang putih, Cleo kembali tenggelam dalam kejadian beberapa menit yang lalu. Sesudah telpon itu di matikan, dirinya langsung pergi menuju kamarnya. Tak lupa ia pun mengkunci semua pintu-pintu yang ada di rumahnya. "Dilahirkan hanya untuk menerima semua rasa sakit." Kalimat itu terus memutar di dalam pikirannya, ketika Cleo sedang tertimpa masalah. Mengapa di umurnya yang masih sangat muda ia harus menerima semua kenyataan pahit hidupnya. Orang tuanya hanya memikirkan tentang duniawi mereka masing-masing. "Tuhan terlalu baik melahirkan orang kuat seperti aku," ucapnya sambil tersenyum kecil. "Hidup yang terlalu sia-sia untuk di jalani." Air mata sudah tidak bisa menetes lagi dari pelupuk matanya. Bahkan bantalnya sudah bosan terus menerima air mata Cleo yang selalu bersarang di sana. Cleona baru tersadar dengan hal-hal yang menyangkut dengan Kin. Kin tidak pernah membuat dirinya kecewa seperti ini, jika bukan karena satu hal, yaitu sahabat mereka sendiri. Cleona dan Kin sudah bersahabat sejak mereka sekolah dasar. Tidak hanya mereka berdua, Cleona dan Kin pun memiliki satu sahabat perempuan yang bernama Pelangi Levy, atau biasa di panggil Levy. Levy, satu nama yang membuat Cleo geram dengan Kin. Cleo memang pendiam walaupun ia cemburu, namun ketika menyangkut tentang Levy dan Kin, dirinya sangat-sangat terbakar api cemburu. "Jangan sampai aku diboongi untuk kesekian kalinya ... Semoga saja, project itu memang benar adanya. Semoga bukan Levy yang menjadi alasannya," gumam Cleo yang mencoba meyakinkan dirinya terhadap Kin. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD