When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
“Sayang.” Itu suara Oma yang terdengar hangat seperti mentari yang baru saja menyingsing di ufuk timur sana. “Iya, Oma,” sahut Laisa gegas mengayunkan sepasang kakinya menyusul Oma yang tengah menunggu di ambang pintu. “Kamu temani Oma meeting pagi ini, ya,” ucap Oma setelah Laisa sampai di hadapannya. Gadis itu mengangguk penuh semangat. “Selagi aku libur, aku siap menemani Oma ke mana pun itu,” katanya manis. Ah, ia memang gadis yang manis, meski nahas harus merasakan peristiwa tragis. Oma tersenyum lebar. Tangannya terlentang membawa Laisa ke dalam rengkuhannya. Lantas berjalan menuju mobil yang sudah terparkir di pelataran lembab nan sejuk dan siap membawanya melesat membelah perkebunan hijau. Laisa menyandarkan tubuhnya dengan nyaman pada sandaran jok seraya melempar pandanganny