Gara-gara Bisma

1847 Words
Rizuka Mahendra putri tunggal dari pasangan Arland Mahendra dan Rihana Anggita, Gadis cantik dengan segudang bakat yang dimiliki. Keluarganya hidup rukun dan bahagia. Mereka hampir tidak memiliki kekurangan. Semua orang menyukai keluarga Zui yang ramah dan hangat. Jam telah menunjukkan Pukul 06:30 Pagi. Rizuka masih nyaman di atas ranjang hingga Bundanya memanggil seperti biasa. "Zui, Sayang. Bentar lagi telat, loh." Rihana sedang sibuk membuat sarapan untuk keluarganya. Kesibukan yang selalu menjadi rutinitas bagi Rihana karena Sang Suami tak berhenti memuji masakan buatannya. Namun akan berbeda dengan hari ini karena Mahendra tidak sempat mencicipi masakan sang istri. "Zui, udah jam delapan," ucap Rihana lagi. Gadis manis dengan lesung pipi di wajahnya bangun dengan malas, setelah melihat jam yang ada di atas nakas. "Bunda, udah jam berapa ini, ya ampun bisa-bisa aku telat," keluhnya. Zui segera berlari ke kamar mandi dan bersiap untuk berangkat ke sekolah. Sebentar lagi bel berbunyi dia tidak ingin nongkrong di lapangan sekolah karena keterlambatannya. Mahendra telah siap berangkat ke kantor melihat Zui yang belum keluar dari kamar, membuatnya melangkah lebih dulu. "Bunda, kalau Zui keluar. Bilang ayah telah berangkat duluan, ya," ucap Mahendra dan memakai sepatu kerjanya. "Ayah! Zui jangan di tinggal." Gadis itu berlari dan menyusul Mahendra. "Maaf, Bunda. Zui sarapannya nanti saja di sekolah." Rihana tersenyum dan telah menyiapkan bekal untuk semua orang. Rihana cukup hapal kebiasaan putri dan suaminya. "Bunda udah siapin, kok." Rihana menyerahkan kotak bekal. Mahendra mencium kening istrinya dan memeluknya erat, hal yang selalu dilakukannya akan tetapi kali ini terasa berbeda bagi Rihana. "Sayang, hati-hati di rumah, ya. Mungkin aku akan pulang telat." Rihana memandang wajah suaminya lekat. "Memangnya ada apa, Mas. Kok pulang telat?" tanyanya penasaran "Aduh, Bunda. Jangan tanya sekarang, Zui udah telat, nih." Rizuka menarik tangan Ayahnya agar segera masuk ke dalam mobil. "Dadah, Bunda." ucap Zui melambaikan tangan, Mahendra terus menatap wajah istrinya dan masuk ke dalam mobil. "Dasar," ucap Rihana melihat tingkah Zui Rihana mendapat firasat akan terjadi sesuatu, tapi dia tidak tahu sesuatu itu apa? "Semoga mereka baik-baik saja," ucap Rihana dalam doa. Mobil suaminya menjauh dan menghilang dari pandangan, Rihana pun menutup pintu dan masuk ke dalam rumah. "Ayah, bunda cantik banget, ya. Ayah sampai tidak berkedip mandang bunda tadi," goda Zui. Mahendra tersenyum dan mengusap kepala putrinya. "Cantik dong, kan istri Ayah. Ayah sayang banget sama Bunda sama Zui juga." Rizuka sangat mengidolakan ayahnya, baginya ayahnya adalah sosok yang paling sempurna dan tidak ada duanya. Tiba di sekolah. Gadis itu langsung mencium pipi ayahnya dan keluar dari mobil. Zui segera berlari menuju gerbang sekolah. "Hati-hati di jalan, ya, Yah. Maaf, Zui udah telat," ucapnya. Mahendra hanya bisa tersenyum melihat kelakuan putrinya. "Belajar yang rajin, Sayang." Zui memberi isyarat dengan tangan. "Oke," bisiknya Zui baru kali ini terlambat masuk sekolah, di depan gerbang yang hampir tertutup dia bertabrakan dengan Bisma. Bugh. Zui dan Bisma terjatuh bersamaan. "Aduh, nggak punya mata, ya, Lo!" hardik Bisma kesal. "Harusnya Gue yang tanya, situ punya mata nggak? Main nabrak saja!" Kreek, Suara gerbang di tutup oleh penjaga sekolah, Zui bergegas bangun dan memohon agar Pak penjaga membuka pintu gerbang untuknya. "Pak, bukain pintunya dong, saya nggak telat, kok. Saya di tabrak tadi, please." Zui menangkupkan tangan berharap Pak Salim mau membuka gerbang untuknya. "Eh, gila Lu, ye. Jelas-jelas, Elu yang nabrak Gua. Kenapa jadi Elu yang nyalahin Gua," ucap Bisma tidak terima. Zui tidak peduli dengan pemuda itu. Rasanya percuma jika harus bicara panjang lebar pada Bisma Angkasa. Murid paling sok di sekolahnya. "Pak, bukain dong, telat nih," ucap Zui memohon. "Eh, punya kuping kan? Kalau diajak bicara, tu, dengerin, percuma Lo pintar tapi bud3g," sindir Bisma dengan wajah bete. "Sudah-sudah, kalian akan di hukum hormat di depan bendera sampai pelajaran pertama selesai," ucap Pak Salim melerai mereka. "Ya, jangan dong, Pak. Saya kan nggak telat, Pak." Zui masih tidak menyerah untuk meyakinkan Pak Salim. "Maaf, ya. Ini sudah aturan dari Bapak kepala sekolah, Bapak tidak bisa membiarkan kalian masuk. Jika Bapak melakukannya, anak lain akan mengambil contoh dan mereka akan menilai Bapak tidak tegas," ucap Pak Salim. Penjaga gerbang itu tidak tega melihat Zui di hukum. Namun apa boleh buat. Bisma anak paling nakal di sekolah itu ada bersamanya. "Udah deh, biasanya juga kalau telat, ya di hukum, nggak usah ngebantah." Bisma menyilangkan tangan di dadanya. "Baiklah, Pak. Maaf, ya. Saya harusnya bisa mengerti dengan posisi, Bapak," ucap Zui. Gadis itu terus mengacuhkan Bisma. "Nggak apa-apa, Non." "Alah pencitraan, basi banget," gumamnya. Pak Salim membawa mereka ke tengah lapangan, Bisma tak pernah berhenti melihat Zui dengan tatapan sinis. "Awas jereng tu mata, rese banget." Zui jengah di tatap dari tadi. "What, lu ngatain gua, rese! Lo, udah buat gua jatoh dan terlambat. Terus, lo ngatain gua rese, enak banget hidup lo." "Bukanya, lo, emang sering telat, ya. Nggak heran kali kalau lo telat, lagian gue nggak nabrak lo, lo yang nabrak gue. Pinter banget nyalahin orang, heran." Zui balik mengatainya lalu berjalan lebih dulu. "Lo!" Bisma makin greget mendengar ungkapan Zui. "Sudah, kalian nggak usah saling menyalahkan. Bapak tidak mau tahu kalian harus hormat ke arah bendera sampai jam istirahat tiba," ucap Pak Salim tegas. "Baik, Pak." Bisma tidak terima dengan ucapan Zui, hanya karena dia pernah telat sekali, gadis itu langsung mencapnya sebagai murid tukang bolos. "Hey, Lo! Cewe rese, denger, ya. Gua nggak seburuk apa yang lo ucapin. Dulu, gua telat gara-gara lo yang lempar sepatu gua ke sembarang arah sampai gua harus mencarinya lebih dulu," ucap Bisma. "Salah lo, yang lempar kepala gue duluan," sungutnya. "Gua mau lempar maling tapi nggak sengaja kena kepala, lo. Hilangin deh pikiran buruk lo tentang gua," ungkap Bisma. Zui memilih diam dan tidak merespon. "Lo, kalau di ajak ngobrol denger dong." Bisma menurunkan hormatnya dan menoyor kepala gadis itu. Hal remeh yang dilakukan Bisma berdampak buruk bagi gadis itu, Zui tumbang seketika membuat Bisma tercengang. "Drama, lo pikir gua bakal ketipu, nggak akan." Bisma mengabaikan Zui yang terkapar. Pak Salim telah menjauh dari lapangan jadi tidak ada yang menyadari apa yang terjadi. "Bangun, woi! Lo mau hukumannya di tambah, jangan lebay, deh." Bisma menendang pelan kaki Zui tapi gadis itu tidak bergerak sama sekali. Karena khawatir Bisma akhirnya luluh dan memeriksa keadaan gadis itu. "Bangun, woi. Jangan tiduran di sini." Pemuda itu mulai panik dan menepuk pelan pipi Zui namun gadis itu tidak bereaksi sama sekali. "Ada-ada aja sih, masa gitu doang pingsan." Bisma terpaksa mengangkat tubuh Zui ke ruang UKS dan membaringkannya di atas brangkar yang ada di dalam ruangan itu. Seorang guru yang tidak sengaja melihat Bisma segera mendekati mereka. "Ada apa, Bis?" tanya Bu Vita. Bu Vita adalah Guru jurusan agama di sekolah mereka. "Ini, Bu. Tadi kami di hukum hormat di tengah lapangan karena terlambat. Eh, tau-tau dia ambruk, makanya saya bawah kesini." "Siapa, Zui, ya? Dia kan ada sakit maag, pasti dia lupa sarapan. Ya sudah, kamu boleh kembali di lapangan dan meneruskan hukuman kamu. Biar Zui, Ibu yang rawat." Bisma ngedumel dalam hati karena menjalani hukumannya sendiri. 'Enak banget dia,' Batinnya. "Kenapa bengong?" tegur Bu Vita. "Ach, enggak, Bu." Zui lemas, selain itu daya tahan tubuh Zui tidak sekuat anak-anak yang lain. Bisma kembali ke lapangan dan memikirkan Zui sepanjang hukuman berlangsung. "Lembek banget, masa iya. Dia ambruk gara-gara gitu doang, cih," ucapnya. Lonceng sekolah berbunyi, tanda waktu istrahat tiba. Ting ... ting ... ting ... Nana dan Duwi adalah sahabat Zui sejak masih SMP. Mereka keluar dari kelas sambil memikirkan kenapa Zui tidak masuk hari ini. "Kok, Zui nggak masuk, ya? Apa dia sakit?" tanya Nana memulai obrolan menuju kantin sekolah. "Zui nggak mungkin bolos jika sakitnya nggak parah, tau sendiri kan. Dia paling nggak suka jika ketinggalan pelajaran," timpal Duwi. "Iya, makanya. Nggak ada dia nggak asyik, dia kan selalu rame, asyik lagi." "Nana, Duwi!" panggil Bu Vita. Keduanya menoleh. "Iya, Bu." "Tolong belikan s**u buat Zui," pinta Bu Vita. Nana dan Duwi saling pandang mendengarnya. "Memangnya Zui dimana, Bu?" "Di UKS, tadi di gendong sama Bisma." "Bisma!" Mereka kompak terkejut tak percaya. "Sudah beli saja sana," ucap Bu Vita. Mereka segera ke kantin mencari s**u dan roti untuk Zui, di sana kebetulan ada Bisma yang baru saja menenggak minuman rasa jeruk untuk menghilangkan dahaganya. Nana yang emosi telah menerima sedikit informasi segera melabrak Bisma. "Eh, Bis. Lo, apain temen kita!" tegurnya sambil melipat tangan ke dadanya. Pandangan Nana tajam dan tidak gentar. "Kenapa, Lo. Sakit, ya. Datang-datang nggak permisi dulu, emang lu pikir gua apaan!" Duwi mundur satu langkah mendengarnya. "Diem deh, Lo." Nana sangat kesal melihat wajah Bisma, pemuda tampan itu kehilangan kharismanya setelah perseteruannya dengan Zui beberapa bulan yang lalu. "Kita ketemu Bu Vita tadi, katanya Zui di UKS di gendong sama elo," ucap Duwi. "Cerewet, udah syukur temen lu gua bawah ke UKS, nggak gua biarin tidur di tengah lapangan. Udah di tolong nggak bilang makasih, kalian malah datang ngebentak. Berasa kayak apa sih Lo pada, jangan karena kalian pintar, mau bentak orang seenaknya, ya." Nana dan Duwi bungkam. Satu ruangan kantin menatap ke arahl mereka. "Minggir, dasar ciwi-ciwi rese." Bisma meninggalkan kantin dan menuju ke UKS. "Kenapa sih, tu, orang. Sensi bener," ucap Nana. "Ya, elu sih, pakai bentak dia segala." "Gue nggak bentak, Duwi. Gue tuh ngomongnya emang gini," ucap Nana. "Auh, ah." Duwi lalu membayar jajanan yang telah dipilihnya. Mereka lalu berjalan kembali ke UKS untuk menemui Zui. Bisma tiba lebih dulu di UKS, melihat gadis itu masih terlelap, rasa iba hadir begitu saja di hatinya. Bisma meninggalkan s**u rasa vanilla di samping Rizuka lalu keluar sebelum kedua sahabat Zui datang. Kesalahpahaman terus terjadi, walau Bisma bersikap baik. Maka dari itu Pemuda itu lebih memilih menghindari perdebatan dari pada saling teriak dan sindir. Bu Vita melihat kedatangan Bisma, dia tahu jika Pemuda itu adalah anak yang baik. Hanya saja banyak yang salah paham kepadanya. Diam-diam Bu Vita menilai sendiri pembawaan Bisma. Nana dan Duwi yang tiba di UKS langsung menghampiri sahabatnya. "Eh, Wi. Ini ada kotak milk, siapa yang bawa?" tanya Nana melihat s**u vanila yang di tinggalkan Bisma. "Mana gua tahu, kita kan masuknya bareng, Na." "Nggak mungkin kan nih s**u jalan sendiri." "Ngaco lo!" Rizuka bangun setelah mendengar suara berisik dari kedua sahabatnya. "Kalian! Eh, kok Gue di sini?" tanya Rizuka bingung. "Emang tadi lo dimana?" tanya Nana. "Gue lagi di hukum sama Bisma di lapangan, aduh perut gue laper banget. Gue nggak sempet sarapan tadi," keluh Zui. Gadis itu meraih s**u vanilla yang berada di sampingnya. s**u yang di tinggalkan Bisma tak bersisa di seruput oleh Zui. Nana akan menghentikannya, tapi Duwi melarang. "Seger banget. Terimahkasih, ya, susunya." "Iya, ini semua memang buat lo," ucap Duwi menyerahkan kantongan roti dan s**u di tangannya. "Ini kan, udah ada," ucap Zui. "Ya nggak, papa. Buat lo aja semuanya." Zui tersenyum dan menghabiskan makanannya. "Thank you, ya. Maaf udah ngerepotin." "It's okey." Mereka asyik bercengkrama hingga waktu istirahat berjalan dengan cepat. Memasuki pelajaran kedua. Zui sudah merasa lebih baik dan ikut bergabung dengan teman-temannya mengikuti pelajaran. Ada yang berbeda karena Zui tidak menemukan Bisma. 'Kemana lagi dia?' Batinnya Hingga pelajaran ke tiga tidak di temuinya Bisma yang berkeliaran. "Bodoh amat," ucap Zui kalah pikiran tentang Bisma terus terlintas di kepala.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD