Prolog : Mimpi Indah Masa kecil

436 Words
“Ibu, apakah kamu mencintai ayah?” Lataasha kecil meringkuk di bawah kaki ibunya sambil menggoyangkan boneka kelinci kesayangannya. Ibunya menatap putri kecil yang sering kali membuat kehebohan di dalam rumah mereka. Keluarga mereka bukanlah keluarga bangsawan kaya raya dengan rumah seperti istana besar ataupun dengan gelar tinggi yang dapat dipamerkan. Dia tidak tahu seperti apa masa depan kedua anaknya nanti, terutama putrinya. Masa depan Lataasha menjadi sebuah tanggung jawab yang terus menerus dipikirkannya sejak pertama bayi kecil itu lahir. “Ibu, berhenti terus menatapku. Ayolah, Ibu belum menjawab pertanyaanku,” renggek Lataasha dengan pipi menggembung. Ibunya mengulurkan kedua tangan, lalu membawa Lataasha ke pangkuannya. “Mengapa kamu bertanya seperti itu?”  Lataasha memasang wajah serius. “Aku mendengar kalau Bibi Leticia bunuh diri saat mendengar kekasih yang dicintainya meninggal di garis depan medan perang.” Ibunya memeluk Lataasha kian erat. “Kamu tidak seharusnya mendengar pembicaraan seperti itu, Nona Kecil!” “Aku sudah besar Ibu! Usiaku sudah sembilan!” Lataasha turun dari pangkuan ibunya dna menunjukkan betapa tinggi badannya sekarang serta dia sudah cukup dewasa untuk semua cerita tersebut. “Ah baiklah, putri kecil ibu sudah sangat besar sekarang.” Ibunya tersenyum. “Ibu, bukankah cinta Bibi Leticia dan kekasihnya sangat….” Lataasha sedikit kebingungan mencari kata yang tepat. “Itu…. Cinta mereka sangat besar!” “Ya, begitulah.” Ibunya tahu cerita tentang sepupu jauhnya yang bunuh diri setelah mendengar berita kematian kekasihnya. Sebenarnya kisah itu tidak seindah yang terlihat. Pernikahan sebenarnya lebih banyak digunakan untuk sebuah jalan kepraktisan dalam menambah koneksi ataupun harta. Dalam hal ini Bibi Leticia tahu bahwa kekasihnya dilempar ke garis depan karena kekasihnya hanyalah seorang anak petani biasa, tanpa kekuatan yang mendukung. Apalagi, calon suami Bibi Leticia yang dipilihkan orangtuanya, memiliki kekuasaan. Sehingga dengan mudah membuat semua skenario ini terlihat biasa saja. “Ibu, apakah nanti aku akan menemukan suami yang mencintaiku seperti ayah mencintaimu?” “Ibu selalu berdoa yang terbaik untukmu,” ucap ibunya. Lataasha kecil mulai menguap. Ibunya membawanya ke tempat tidur, menyelimuti dan mengucapkan selamat malam. “Tidur nyenyak putri kecilku.” “Ibu, seperti apa suamiku nanti?” Ibunya tersenyum. “Ibu tidak tahu.” “Apakah seperti ayah? Dia harus tinggi, wajahnya tampan dan bersih. Dia juga harus berkilau seperti pangeran berkuda. Ah iya, dia juga harus membawakanku bunga.” Lataasha kecil membayangkan pangerannya. “Sudah, tidurlah. Hari sudah malam.” Ibunya kembali mengecup keningnya. Ketika pintu kamar ditutup Lataasha yang sudah menutup mata, melompat keluar dari selimutnya. Dia menuju meja dan mengambil buku dan menulis. “Pangeran Berkuda.” Dia kemudian menutup buku dan tersenyum puas.   ==
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD