Perceraian

1022 Words
Suasana pengadilan di Jakarta Selatan terlihat begitu ramai dikunjungi oleh beragam insan dengan tujuan masing-masing. Ketegangan bercampur kesenduan tampak menghiasai wajah-wajah mereka yang hendak menggugat pisah sang pasangan. Kesunyian di tengah keramaian, itulah gambaran suasana di salah satu ruang pengadilan. Menjadi saksi bisu atas perpisahan yang mungkin sebentar lagi akan terjadi. Ritme detakan jantung yang berpacu lebih cepat dari biasanya membuat sensasi ketegangan sendiri bagi pemiliknya. Dialah Maharani putri, wanita berusia 31 tahun yang berprofesi sebagai seorang aktris. Meski begitu, lekuk tubuhnya masih terlihat memesona di balik balutan dress berwarna putih. Dirinya semakin terlihat anggun saat duduk disalah satu kursi dengan kaki yang saling tertopang. Ara, begitu orang menyapanya, dengan sabar menunggu keputusan sang hakim. Artis yang kini sedang naik daun itu sekilas menoleh pada Adam Suseno, sang suami. 'Bukan salahku bila aku menggugat cerai dirimu, tetapi kamulah yang selalu menghalangi jalan kesuksesanku,' batin Ara memghela napas berat. Memori dalam benaknya memutarkan kalimat Adam yang menyuruhnya berhenti syuting dan menjadi ibu rumah tangga seutuhnya. Ditambah kehadiran Kaylani, putri pertama meraka yang seolah menjadikannya seorang pengasuh. Dua hal yang membuatnya muak. 'Enak saja kau mau menjadikanku pembantu,' pikir Ara semakin kuat dengan pilihannya untuk berpisah. Ara memalingkan wajahnya saat Adam pun membalas tatapannya. Ia kini fokus menatap ke depan. Bersiap mendengarkan keputusan hakim atas gugatan perceraian yang dilayangkan pada Adam Suseno dan masalah hak asuh anak. “Dengan ini pengadilan memutuskan, Maharani Putri dan Adam Suseno resmi bercerai." Hakim memberikan keputusan pertama disusul ketukan palu tiga kali. “Hak asuh anak atas nama Kaylani Ayu Suseno jatuh pada Adam Suseno.” Hakim pengadilan memberikan keputusan kedua diikuti suara ketukan palu tiga kali. Maharani menghembuskan napas lega. Senyuman manis tercetak jelas di bibir ranumnya. Seakan penderitaan sebagai seorang istri dan ibu sudah tidak lagi ia tanggung. Ara membalikkan tubuh, menatap Kaylani sembari berujar, "Hiduplah dengan baik bersama ayahmu.” Gadis berusia 13 tahun itu terisak pelan. Menatap wajah wanita yang sudah melahirkannya dengan sendu. "Mama jahat, kenapa Mama egois. Apa Mama tidak memikirkan perasaanku?" jawab Kay menggebu-gebu. Walau usianya tergolong muda, tetapi otaknya sudah sedikit bisa mencerna kemelut yang menimpa keluarganya. "Sayang, ini demi kebaikanmu. Ayah lebih pandai mengurusmu dari pada Mama," ujar Ara secara terang-teranga. "Coba Mama pikirkan lagi. Di sini aku yang tertekan. Hanya demi mengejar popularitas Mamah melepaskan keluarga. Mama jahat," kecam Kay mengungkap segalana beban batinnya. Berharap pintu hati Ara sedikit terbuka. “Kau sudah dewasa. Sebentar lagi kau akan mengerti,” cetus Maharani tetap kukuh dengan keputusannya. Perlahan ia beranjak dari duduknya. Masih banyak pekerjaan yang menantin dirinya. “Kay benci Mama!” Kaylani melayangkan tatapan benci pada Maharani. Hatinya terlalu sakit untuk menerima perpisahan keduanya. "Bagus. Itu artinya satu bebanku telah berkurang," ucap Ara tanpa membalik tubuhnya. "Mama jahat," teriak Kaylani. Air mata yang menuruni pipinya semakin menderas. Ara sama sekali tak menghiraukan apa yang dilontarkan Kaylani, menganggap coletahan anaknya sebagai angin lalu. Ia terus berjalan dengan anggun meninggalkan ruangan. Adam segera mendekati Kaylani yang sejak tadi hanya menjadi pendengar setia. Walaupun ia tahu bila usaha Kaylani untuk membujuk Ara akan sia-sia. Adam duduk jongkok di depan kursi Kaylani guna menyamai tinggi anaknya. "Biarkan saja dia pergi. Kau masih punya seorang ayah yang hebat bukan." Adam memberikan pelukan hangat pada Kaylani. Dirinya tahu persis apa yang dirasakan oleh sang putri. Sejak lahir, Adam lah yang terus menjaga Kaylani, karena itulah pengadilan dengan mudah memberikan hak asuh padanya. Ara yang tengah separuh jalan menuju pintu keluar, kini menghentikan langkahnya saat merasa ada kalimat yang kurang. “Adam, jaga anak itu baik-baik.” “Apa kau seorang ibu yang tak punya hati?” Kesal Adam, di saat anaknya sedang bersedih ia dengan mudahnya melontarkan kata-kata seperti itu. Seolah dia tak ingin kembali sebentar untuk menjenguknya. Ara tersinggung dengan ucapan Adam ia pun membalas, “Tentu saja aku punya hati. Aku akan menjamin hidupnya sampai ia bisa mengenyam pendidikan hingga bangku perkuliahan!" “Dengar Ara, sekarang yang dibutuhkan Kaylani itu kasih sayang seorang ibu. Yang Sejak dia lahir hingga sekarang tidak pernah ia rasakan," sahut Adam. Dengan suara meninggi. Harus dengan cara apalagi ia menjelaskan. Bila hidup bukan seputar tentang materi, tapi juga membutuhkan kenyamanan hati. “Kita sudah sering berdebat tentang ini Adam Suseno. Jadi ku rasa kita tak perlu mengulangnya lagi." “Kau ....” Adam mengepalkan tangannya kuat-kuat. Berusaha menggontrol emosinya yang kapan saja meledak. Kaylani menarik baju Adam, mengisyaratkan agar sang ayah tak melanjutkan perdebatan yang tidak akan ada habisnya. “Pergilah sesukamu. Tapi ingatlah satu hal, sesuatu yang kau kejar dengan mengorbankan air mata, tak akan berujung dengan bahagia," ucap Kaylani. Entah dari mana mendapat kalimat semenusuk itu. Kalimat itu murni curahan hatinya yang terdalam. Ara tampak bisa saja mendengar ucapan Kaylani. Ambisinya untuk menjadi artis papan atas telah mengalahkan nuraninya. Dirinya segera mengangkat kaki, meneruskan langkah yang sempat tertunda. Melihat Ara yang mengacuhkannya, kebencian Kaylani semakin menjadi. "Kau bukan lagi ibuku. kelak jika kau sakit atau sudah tua aku tidak akan pernah mengunjungimu!” cecar Kaylani putus asa. Ia sudah kehabisan kata-kata untuk menahan kepergian Ara. Ara tak mau membuang waktu, ia bergegas keluar dari ruangan tanpa menyahuti ucapan Kaylani. Di luar sudah banyak wartawan yang ingin segera mewawancarai Ara. Mereka berlomba-lomba untuk meliput berita yang tengah memanas di media sosial, apa lagi kalau bukan kasus persidangan perceraian Maharani Putri dan Adam Suseno. “Jadi hak asuh anak kini sudah jatuh pada suami Anda?" tanya salah seorang wartawan. “Lalu rencana Anda kedepannya bagaimana? Apa Anda akan menikah lagi?" timpal yang lain. “Apakah perceraian ini berhubungan dengan pemeran utama dalam sinetron terbaru Anda?” Pertanyaan dari para wartawan terdengar bersahut-sahutan. Namun, Ara tak berniat untuk menjawabnya. Ia belum memiliki kalimat yang pas. Tak mungkin ia mengungkap alasan yang sebenarnya. Ya, menyandang gelar sebagai publik figur membuat dirinya harus pandai mengatur setip frasa yang keluar. Ia tak boleh menjawab sembarang pertanyaan, atau ketika ia salah berucap para netizen yang menjadi fansnya akan berbalik menghujatnya. "Maaf, untuk saat ini saya belum bisa menjawabnya," jawab Ara selembut mungkin. Ara susah payah menembus kerumunan para wartawan. Beruntung bodyguard yang ia bayar bekerja dengan cekatan. Walau dengan lambat, akhirnya ia bisa meninggalkan tempat itu dan masuk ke dalam mobil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD