Pertemuan Tak Terduga

1421 Words
Siang itu di sebuah Food Court tampak seorang pemuda yang parlente. Dia adalah Rizal. Dia begitu resah menunggu makan siangnya di sebuah foodcourt belum juga tiba. "Duh! Gimana sih? Lama amat makanannya. Keburu jam kantor datang nih … , " bathinnya. Sebentar-sebentar dia lihat jam tangannya. Ketika tengah melamun, tiba-tiba seorang gadis mengajaknya bicara. "Mas, semua bangku penuh. Boleh saya duduk di sini?" tanyanya. Rizal memandang gadis itu. Dia lihat di sekelilingnya, semua bangku telah penuh. "Oke, silahkan," kata Rizal mempersilahkan. Gadis itu duduk di depannya. Dia tersenyum ramah. Rizal kembali melihat jam tangannya. Dan, akhirnya hidangan pesannnya tiba. Wajahnya begitu riang. "Aaah, alhamdulillah. Akhirnya hidangan datang," katanya dengan senyum. "Maaf, Mas. Tadi yang ini menunya belum ready," kata pelayan itu. Rizal hanya tersenyum mengangguk. Dia segera memakan makanan itu dengan lahap. Gadis di depannya memandang dengan senyum tersungging. "Mas, kelaparan ya," katanya. Rizal terkejut. Dia pandangi gadis itu. "Uhm … nyam … iya. Lapar banget," sahutnya sambil tetap mengunyah makanannya. "Hihihi, Mas ini lucu deh," kata gadis itu tersenyum. Rizal segera melahap hidangan itu. Dengan cepat, dia menghabiskannya. Di suapan terakhir, Rizal tersedak. Dia tak sengaja mengunyah cabe. "Uhuk … uhuk …. " Rizal terbatuk-batuk. "Mas, kamu gak apa-apa?" Gadis itu terkejut. Dia memberikan air mineral yang di bawanya pada Rizal. "Mas, minum ini," katanya memberikan botol kecil air mineral. Rizal meminumnya. Dan dia merasa lega. "Ahh … terima kasih, Mbak," jawab Rizal. "Iya, sama-sama. Masnya koq tadi makan kayak di kejar waktu gitu?" tanyanya. "Uhm, abis pesanannya lama," jawab Rizal. Gadis itu tersenyum manis. Rizal teringat jika mereka belum saling kenal. Dia akhirnya memperkenalkan diri. "Oh ya, aku Rizal," kata Rizal memperkenalkan diri. Rizal hendak.mengajaknya bersalaman, namun Nissa hanya bersikap layaknya seorang muslimah yang bukan muhrim. Rizal mengerti. Dia urungkan niatnya. "Aku Nissa," kata gadis itu merapatkan kedua telapak tangannya di depan dadanya. Tak lama kemudian, minuman pesanan Nissa datang. Rizal yang tertarik dengan Nissa justru memesan minuman yang sama. "Loh, tadi kayaknya keburu di kejar waktu, koq sekarang malah pesan minuman lagi?" tanya Nissa keheranan. "Uhm … ya ingin aja. Lagian, biar gak seret nih tenggorokan," kata Rizal dengan senyum manisnya. Dia berusaha menutupi alasannya. Padahal, dalam hatinya dia begitu kagum dengan Nissa. "Ya Allah, wanita ini begitu indah. Semoga saja dia adalah seorang muslimah yang Kau kirim kepadaku tuk dampingi aku selamanya," bathinnya. Gadis itu tersenyum manis melihat Rizal yang melamun memandangj Nissa. Nissa begitu malu. "Mas … Mas …." Nissa memandangi Rizal dengan ekspresi heran. Rizal segera tersadar dari lamunannya. "Ya ampun … Ma--Maaf. Aku tadi termenung," kata Rizal dengan senyum menahan malu. Mereka kembali terlibat sebuah pembicaraan. Di tengah pembicaraan, gadis itu begitu khawatir. "Waduh! Gawat. Aku hampir lupa sholat dhuhur. Mana di sana gak ada musholla lagi. Sebentar, Mas. Aku mau sholat dulu," kata Nissa. Rizal mengangguk. Nissa buru-buru mencari musholla dan sholat dhuhur. Dan, tak lama kemudian, Nissa kembali muncul. Diam-diam, Rizal mengagumi kecantikan Nissa. Dan tak lama kemudian, minuman pesanannya tiba. Sambil menikmati minuman itu, mereka saling mengenal saru sama lain. Setelah lama bercakap-cakap, Rizal dan Nissa saling bertukar nomor handphone. "Nissa, aku harus kembali kerja. Nanyi kita kontak-kontak, ya," kata Rizal. "Iya, aku juga harus balik nih," kata Nissa. "Barengan, yuk," ajak Rizal. "Uhm, boleh. Kantormu ke arah mana?" tanya Nissa. Rizal menunjuk ke sebuah arah. Nissa tersenyum manis. "Kantor kita searah. Yuk, " kata Nissa. Rizal menuju ke mobilnya yang terparkir. Tak lama, Rizal dan Nissa meninggalkan foodcourt itu menuju ke tempat kerjanya Nissa. Sesampainya di sebuah usaha konveksi, Nissa turun. "Mas, ini tempat kerjaku. Terima kasih sudah mengantar. Duh, maaf ngerepotin," kata Nissa merasa sungkan. Rizal tersenyum ramah. "Nggak koq. Toh kantorku sudah dekat dari sini." "Syukurlah. Udah ya, Mas. Aku masuk kerja dulu," kata Nissa berpamitan. Rizal tersenyum. "Oke. Sampai ketemu lagi." Nissa segera masuk ke tempat kerjanya. Sejenak, Rizal memandangi Nissa yang berjalan ke tempat kerjanya sebelum akhirnya dia pacu mobilnya ke kantornya. Di tempat kerjamya, Syifa yang merupakan sahabat Nissa menggodanya. "Ciye … yang baru di amtar cowker nih. Pantes mukanya pada bening gitu," goda Syifa. Wajah Nissa memerah menahan malu. Dia mencubit lengan Syifa. "Auwh! Sakit tahu," kata Syifa sambil senyum. Nissa memandang ke sekitar. Dia begitu malu kebersamaannya dengan Rizal di ketahui Syifa. "Iih. Kamu tuh. Jangan keras-keras. Aku malu," kata Nissa setengah berbisik. Syifa hanya tersenyum memandangi Nissa. Tak lama kemudian, banyak pegawai yang telah datang. Nissa dan Syifa kembali bekerja. Sementara itu, di kantornya, Rizal menemui relasi ayahnya. Dia datang bersama anaknya. “Nak Rizal, ini Ranty, anak saya. Dia baru pulang dari luar negeri. Nanti, untuk urusan kita dia yang handle,” kata Pak Randy memperkenalkan Ranty. Ranty tersenyum manis pada Rizal. Namun, Rizal tak menyadari bahwa Ranty sebenarnya sudah lama mengetahui dirinya. Sejak pertama bertemu, dia langsung jatuh cinta. Namun, Rizal tak mengetahuinya. “Pak Rizal, kami senang bermitra dengan perusahaan anda,” kata Ranty sambil menerima jabat tangan Rizal. Rizal tersenyum ramah. “Ya sudah,ayo kita bicarakan kerjasama kita di dalam,” ajak Rizal. Mereka bertiga segera masuk ke ruang kerja Rizal dan membicarakan masalah bisnis. Agak lama mereka bicarakan masalah bisnis. Hingga menjelang sore, Pak Randy dan Ranty kembali ke kantornya. Sepeninggal mereka, Rizal termenung. “Nissa, cantik sekali dia. Mana dia muslimah yang bertaqwa,” katanya mengangumi Nissa. Rizal membuka kontak di hpnya. Sebelum berisah, dia sempat bertukar nomor telepon dengan Nissa. Dia tersenyum. "Uhm, Nissa. Aku begitu tertarik kepadamu. Semoga Allah mengrimmu sebagai pendampingku, sebagai pelengkap tulang rusukku,” katanya dalam hati. Sementara itu, di kantor Pak Randy, Ranty begitu senang. Dia begitu senang akhirnya dia bisa menemui pujaan hatinya, yaitu Rizal. Dia teringat ketika pertama kalinya secara tak sengaja bertemu Rizal di suatu tempat. “Ternyata, kamu adalah Rizal,” bathinya. Ranty teringat kembali pertemuan pertamanya dengan Rizal sekitar setahun lalu. ---Ingatan Ranty--- Setahun sebelumnya, ketika dia masih kuliah di luar negeri. Kala itu, Ranty yang sedang cuti kuliah memutuskan untuk berlibur di rumahnya. Dan sore itu sehabis reuni bersama teman SMU nya, Ranty tengah kebingungan. Mobil yang dia kemudikan secara tiba-tiba mogok di tepi jalan. Jalanan begitu sepi. “Yah, Sial! Nih mobil kenapa mogok sih? Aneh …. “ Ranty menendang ban mobilnya. Dia membuka kap mesinnya, dan keluarlah asap putih dari mesin mobilnya. Matanya begitu perih terkena asap panas yang menerpa wajahnya. “Ihh! Ini mobil pake ngeluarin asap segala.” Ranty mengucek matanya yang terasa perih. Sejenak, dia memejamkan matanya, dan perlahan membuka matanya. Untuk sesaat pandanganya kabur. Namun, akhirnya pandanganya kembali pulih. Dilihatnya sebuah mobil tengah melintas. Ranty yang membutuhkan pertolongan mencegatnya. Mobil itu berhenti di dekat mobil Ranty yang mogok, dan turunlah pengemudinya. Ternyata, pengemudi itu adalah Rizal. “Maaf, Mbak. Mobilnya mogok?” tanyanya. Ranty yang terpana dengan ketampanan Rizal terdiam. Rizal keheranan. Dia pandangi Ranty yang mematung. Dia lambaikan tangannya di depan wajahnya, namun Ranty tetap diam. Karena Ranty diam, Rizal menjentikkan jarinya di depan Ranty. CTAK! Dan lamunan Ranty buyar. Dia begitu gugup. “Eh, Ma—Maaf, Mas,” kata Ranty gugup. Rizal hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Dia kembali mengulang pertanyaannya. Ranty akhirnya menjelaskan kejadian yang menimpanya. Rizal hanya mengangguk. Dia mengecek mesin mobil itu. Dan, dia akhirnya menemukan akar masalahnya. “Mbak, ini yang bermasalah adalah dua busi ini,” kata Rizal. Ranty terdiam. Dia pandangi sekelilingnya tak ada bengkel. “Aduh, sial aku hari ini. Mana tempat ini jauh dari bengkel lagi,” kata Ranty. Rizal tersenyum. Dia pandangi busi itu. “Mbak, tenang aja. Saya kebetulan ada busi yang sama. Memang, bekas sih, tapi masih bagus. Gimana?” tanyanya. “Yah, boleh dah. Daripada begini,” kata Ranty. Rizal langsung mengambil busi bekas di mobilnya. Tak lama kemudian, Rizal memasangkan busi itu di mobil Ranty. Setelah memasangkannya, dia coba menyalakan mesin mobilnya. Dan, mobilnya kembali menyala. Ranty begitu senang. “Mas, Maksih sudah bantu saya,” kata Ranty. Rizal hanya tersenyum. “Iya, Mbak. Sama-sama. Udah, saya permisi dulu.” katanya berpamitan. Ranty hanya tersenyum memandanginya. Rizal segera naik ke mobilnya, dan tancap gas meninggalkan tempat itu. Ketika Ranty akan masuk, dia menemukan kartu nama Rizal di joknya. “Loh, kartu nama ini. Rizal? Dan, bukankah ini perusahaan relasi papa?” bathinnya. Ranty menyimpan kartu nama Rizal. Dia segera pergi meninggalkan tempat itu. Sesampainya dirumah, dia tanyakan perusahaan itu. Dan, dari ayahnya dia tahu bahwa pemuda yangmenolongnya bernama Rizal. “Rizal, kamu begitu menarik. Aku akan dapatkan kamu, Rizal,” katanya dalam hati sambil tersenyum. ---Ingatan Ranty--- Di kamarnya, Ranty tersnyum memandangi kartu nama Rizal yang dia temukan di mobilnya. Dia begitu senang akhirnya, dia bisa bertemu dengan Rizal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD