Part 1. Flashback

1239 Words
Kalo ditanya apa dia takut dengan mimpi buruk, maka dengan lantang dia akan menjawab "TIDAK". Dia lebih takut pada kenyataan buruk ---kanaya putri-- *** Suara hentakan heels 7 cm itu menggema di lobi sebuah perusahaan. Seorang gadis dengan rambut ikal sebahu, memakai blouse merah lengan panjang dengan print bunga sakura putih, celana denim slim fit 7/8, serta tas kulit kesayangannya yang tersampir di bahu kiri--nampak setengah berlari ke arah tangga, menuju lantai 2 tempatnya bekerja. Wajah kusutnya menarik perhatian sang resepsionis penghuni lobi. Gadis yang biasanya selalu ramah itu, bahkan tidak menyapanya sama sekali, membuat resepsionis itu menggelengkan kepala--heran. *** Naya, gadis itu segera menghempaskan pantatnya di kursi kerja--begitu mencapai lantai 2. Ruang kerjanya masih tampak sepi, karena jam istirahat belum berakhir. Teman-teman kantornya pasti masih berada di pantry--makan sembari mengobrol. Menggosipkan para artis yang beritanya sedang viral. Naya masukkan tas kulitnya, ke dalam laci bawah meja kerja. Menghembuskan nafas kasar, lalu menarik beberapa lembar tisu di atas meja untuk mengusap air mata yang dengan lancangnya kembali membasahi pipi. Dia benci air mata ini. Tidak seharusnya ia menangisi pria b******k itu. Kanaya Putri, gadis manis yang akan segera menapaki usia 28 tahun beberapa bulan ke depan itu, masih mengingat jelas pertemuannya kembali dengan sang kekasih 1 jam yang lalu. Kekasih yang dengan sepenuh hati masih dicintainya. Kekasih yang dengannya dia ukir mimpi-mimpi indah bahkan setelah 10 tahun terlewat tanpa kehadiran pria tersebut. Yang dengannya, masih digenggam erat janji untuk kembali. *** September 1999 "Nay, pulang kuliah aku tunggu di parkiran ya. Entar kutraktir bakso Pak Gendut kesayanganmu." Abi, seorang pemuda berkaca mata, anak jurusan teknik arsitektur yang sudah 3 tahun terakhir menjadi kekasih Naya berucap. Naya tersenyum mengangguk, mengiyakan permintaan sang kekasih. "Aku selesai jam 3," jawab Naya--memberitahu jam kuliahnya. "Oke." Abi menautkan ibu jari dan telunjuknya, membuat tanda "O" disertai senyum lebar--sebelum akhirnya, pria itu berlalu menuju arah kampusnya berada.  Naya melangkahkan kaki memasuki selasar menuju ruang kuliah mata pelajaran sastra inggris yang sedang digelutinya. Memasuki ruang kuliah, dan segera menuju bangku yang sudah diisi salah satu sahabatnya, Erika Rahayu yang biasa dia panggil Yayuk. "Yuk, ... tugas dari Pak Jafar udah kamu kumpulin belum?" tanya Naya, setelah menduduki kursi di sebelah Yayuk. Yayuk berdecak kesal. Melirik sinis ke arah sang sahabat. "Kamu tuh udah dibilangin berapa ribu kali sih, Nay ... masih aja panggil Yayuk ... Yayuk. Panggil Rika gitu lho, biar kedengaran lebih bagus." "Ish, itu nama ... ortu kamu mikirnya 1000 malam tahu nggak? Kudu, harus kamu syukuri. Lagian, Yayuk itu panggilan sayangku buat kamu." Naya mencubit sebelah pipi sahabatnya hingga sang sahabat meringis. Yayuk aka Rika hanya bisa manyun, namun tak lagi mempermasalahkan panggilan Naya. "Udah ... barusan kumpulin ke Rafi noh." tunjuknya dengan dagu ke arah salah satu teman seangkatan mereka. Naya membuka tas, lalu segera mengeluarkan buku tugasnya. "Ya udah aku kumpulin dulu punyaku ke Rafi." Naya memperlihatkan buku tugas yang ia pegang, sebelum akhirnya beranjak--meninggalkan sang sahabat. *** Seharian Naya berkutat dengan 3 mata kuliah sebelum akhirnya bisa bernafas lega setelah semua selesai. Ia segera membereskan buku-bukunya. "Eh Nay, kamu mau langsung pulang or ikut aku nge-mall?" tanya Yayuk yang juga masih sibuk merapikan buku-bukunya. "Em, mau nge-date sama Abi. Mo ditraktik bakso Pak Gendut katanya. Maaf ya Yuk ... gak bisa ngekorin kamu nge-mall kali ini," jawab Naya sembari tersenyum lebar. Yayuk mencibir.  "Ya ... ya yang punya pacar. Gak kayak aku yang jomblo gini. Gak ada yang traktir." Yayuk mencebikkan bibirnya. "Ckck ... makanya, tuh si Bambang kamu terima aja kenapa. Lumayan kan entar ada yang traktir," sahut Naya santai. Sontak Yayuk mengayunkan buku yang sedang dia pegang ke bahu Naya, hingga sahabatnya itu mengaduh. "Kamu kalo ngomong jangan sembarangan, ya. Aku gak punya rasa sama si Bambang. Apa enaknya pacaran tanpa cinta. Udah sono buruan, entar yayang Abi keburu digebet yang lain baru tahu rasa." Naya meringis, menatap sang sahabat dengan permintaan maaf. "Ya udah, duluàn ya Yuk. Bye ... aku padamu pokoknya!" seru Naya yang dihadiahi pelototan maut oleh Yayuk. Dengan tas punggungnya, Naya melangkah cepat menuju parkiran tempat janjian dengan Abi. Dari kejauhan terlihat sang kekasih sedang bersandar di samping mobilnya. "Hai ..." sapa Naya ketika dilihatnya Abi masih sibuk menunduk sambil menghisap rokok, tanpa menyadari kedatangannya. Abi segera mengangkat wajah, kemudian memberikan senyum lebar ketika mengetahui siapa yang datang. "Sorry nggak nyadar kamu udah sampai. Bentar aku habisin ini dulu, ya." Abi mengangkat sebatang rokok yang terselip di antara jemarinya. Naya mengangguk pasrah.  Selesai dengan sebatang rokoknya, Abi segera meminta Naya masuk ke dalam mobil. Begitupun dengan dirinya yang segera masuk mobil, dan duduk di belakang kemudi. Setelah memastikan sang kekasih nyaman, dengan seat belt terpasang, Abi mulai menjalankan mobilnya. Tiga puluh menit perjalanan, mereka sampai di emperan toko--tempat pak gendut menjajakan dagangan baksonya. Mereka segera turun dari mobil. Berjalan beriringan masuk ke dalam kedai--mengambil tempat duduk, lalu memesan 2 mangkok bakso urat, serta 2 gelas es teh manis. "Nay .. " panggil Abi memecah kesunyian di antara mereka. "Ya .. " Naya mendongak, memberikan perhatian penuh pada Abi yang entah kenapa, saat ini terlihat gugup di matanya.  "Ada apa?" tanyanya penasaran ketika Abi masih belum membuka mulut. Pria itu justru terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri. Membuat Naya semakin penasaran. Abi menghela nafas dalam. "Em ... kayaknya aku bakalan pindah, Nay," ucapnya setelah terdiam beberapa saat. Naya mengerutkan keningnya. Abi baru menjalani kuliah di tahun ke dua. Lalu sekarang dia bilang akan pindah? Pertanyaan di kepala Naya yang belum sempat keluar. Dia masih menunggu Abi melanjutkan kalimatnya. "Masalah keluarga Nay. Kami akan pindah sekeluarga." Abi menatap sendu Naya. Sementara yang ditatap hanya mengerjap. Sepertinya, otak gadis itu masih berusaha keras mencerna apa yang baru saja didengar telinganya.  "Kemana?" tanya Naya setelah beberapa saat ia hanya mampu menatap sang kekasih. "Aussie." Mata Naya seketika terbuka lebar, diikuti dengan mulut yang juga ikut terbuka. Apa yang baru saja Abi infokan benar-benar membuatnya nyaris jantungan. Kalau hanya pindah dari kota Semarang ke Yogja, atau ke Jakarta sekali pun, Naya tidak akan se terkejut ini. Tapi Aussie ... berapa jarak yang akan terbentang di antara mereka nantinya? "Maaf Nay, aku nggak bisa jelasin sekarang. Bahkan aku juga baru diberitahu Mama tadi malam. Tapi aku janji Nay ... aku pasti akan kembali. Pulang ke rumahku. Kamu ... Nay. Kamu rumahku untuk pulang." Abi menggengam erat kedua tangan Naya yang terlipat diatas meja. Matanya lekat menatap gadis yang dicintainya. Naya masih terdiam, hanya balik menatap netra sang kekasih. "Ka--kapan ?" Setelah sesaat terdiam hanya saling pandang, akhirnya Naya kembali bisa mengeluarkan suaranya. "Nanti malam. Flight terakhir hari ini." sontak jawaban Abi membuat Naya kembali tercengang. Mimpi apa dia semalam, hingga mendapatkan kejutan besar hari ini. "Kok mendadak banget sih, Bi." Abi menggelengkan kepala. "Aku juga nggak tahu Nay. Semua sudah diurus Mama ternyata. One day ... one day aku pasti cerita semua sama kamu. Saat itu, mungkin kita sudah bersama lagi. Menikah, dan memiliki anak." senyum kecil terbit dibibir Abi ketika membayangkan kebersamaan tersebut. Genggaman tangan pria itu mengerat. "Kamu hanya harus bersabar menungguku pulang Nay." Abi kembali menatap manik Naya. Meyakinkan sang kekasih. "Kamu mau kan berjanji padaku. Tunggu aku pulang." Bakso, dan es teh yang entah sejak kapan terhidang di atas meja, tak lagi membuat Naya berselera. Gadis itu hanya terdiam, mencoba meraba hatinya. Namun tatapan yakin Abi, akhirnya membuat kepala gadis itu mengangguk perlahan. Ya Naya berjanji akan menunggu Abi pulang. Abi nya pasti akan menepati janji yang sudah diucapkannya. Naya yakin itu. Ia sudah sangat mengenal Abi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD