CHAPTER 1 LUCY SI PEMBUAT MASALAH

1326 Words
Lucy Alexander, siswa terpintar di SMA Orneta Internasional, berada di peringkat pertama. Sayangnya, kepintaran dan prestasinya tidak membantunya dalam urusan telat masuk sekolah. Lucy terburu-buru keluar dari taksi, tepat sekali pintu gerbang sudah tertutup rapat. Bersama beberapa siswa lainnya yang tidak di perbolehkan masuk. Hanya telat lima menit saja, tidak boleh masuk ke dalam. “Gue cuma telat lima menit aja, masa gak boleh masuk?” kata Lucy kesal. Cewek berambut panjang mengombak, dengan bando pita di kepala, menatap sinis Lucy dan mata cewek itu tertuju pada name tag di jas almamater merahnya. Cewek sinis itu mendengus.”Jangan mentang-mentang lo anak pinter dan kayak, lo beri contoh buruk. Asal lo tahu aja, lo cuma anak pungut.” Lucy tidak bisa menahan emosinya, cewek sinis itu benar-benar cari ribut. Lucy mencengkram kerah seragam cewek sinis itu dari balik gerbang. “Lo mau berantem sama gue? Jangan mentang-mentang lo Wakil Ketua OSIS, lo bisa semena-menanya,” katanya memberi peringatan yang tidak main-main. Cewek sinis itu menarik tangan Lucy, melepasnya denga paksa dan berkata, “lo mau hukuman lo tambah berat? Berani lawan Wakli Ketua OSIS?” “Gue gak peduli sama anceman lo, Clarissa.” Cewek sinis yang memiliki tatapan mata tajam dan wajah bak pemeran antagonis, si jahat, Clarissa Luisa Wijaya. Selain sebagai Wakil Ketua OSIS, anak pemilik SMA Orneta Internasional, tidak ada yang tahu kalau cewek itu memakai pengaruhnya menindas yang lemah. Lucy benar-benar jijik dengan cewek sinis itu. Tidak ada yang tahu kebusukan Clarissa selain Lucy, dan tentu saja kakak kembarnya Clarissa. Lucy malas bertengkar dengan cewek sinis itu. Mengambil jalan belakang dari gerbang depan. Tembok yang kokoh setinggi dua meter. Lucy terpaksa memanjat tembok tinggi itu, atau dia tidak akan bisa masuk ke dalam sekolah. Tasnya sudah dia lempar ke balik tembok dan mengambil ancang-ancang, mengukur apa bisa memanjat tembok tinggi itu. Lucy sudah siap. Dalam hitungan ke tiga, melompat dan tepat sekali, tangannya mencengkram atas tembok. Secara perlahan, namun cukup sulit. Kakinya yang di balut sepatu, menjinjit-jinjit di tembok. Sudah berada di puncak atas tembok, menghela napas yang terkuras. Hanya tinggal turun dari atas tembok. Sayangnya, Lucy tergelincir dan jatuh, mendarat di tanah dengan kedua lutut yang mengenai bebatuan kecil. Mengeluh tertahan, dengan kedua lututnya yang terasa sakit. “Sial banget sih gue hari ini,” rutuknya meratapi nasibnya yang hari ini sial. Rutukannya harus terhenti tak kala melihat dua buah sepatu putih muncul di depan matanya. Lucy mendongakkan kepalanya. Melihat seorang cowok menatapnya dingin. “Hai Krisan. Ngapain lo di sini?” sapa Lucy tersenyum garing. “Telat masuk, berani memanjat dinding. Potong 50 poin.” “APA?!” Bagaikan tersambar petir. Kata-kata manisnya tidak bisa meluluhkan sikap dan sifat dingin Krisan, tembok es yang sangat kokoh. Terlalu kejam. Selain keaktifan siswa dalam mengikuti mata pelajaran, kegiatan maupun tingkah laku, di hitung dalam satu poin yang akan menentukan di akhir semester. Lucy yang sudah begitu banyak segudang kenakalan di sekolah, hingga hanya memiliki minus 100 poin. Nilai poin yang paling buruk di banding negatif. Krisan Steward. Cowok berkarisma dan berada di peringkat pertama, sebagai famous cowok tertampan di SMA Orneta International. Sifat dan sikap yang dingin seperti es, kaku dan terlalu ketat soal hukuman, Si Ketua OSIS yang paling di takuti semua siswa SMA Orneta International. Kecuali, Lucy yang tidak takut dengan Ketua OSIS sedingin es ini. “Potong poin orang seenak jidatnya lo. Ayolah Krisan, lo temen terbaik gue kan? Sama kayak adek lo.” Mungkin dengan membujuk dan merayunya, Krisan mau diajak kerja sama. Pikir Lucy dengan sejuta akalnya. “Menyuap anggota OSIS, sekaligus Ketua OSIS. Potong 10 poin.” “GILA LO YA?!” teriak Lucy mencengkram erat kerah seragam Krisan. Cowok itu tidak tinggal diam dengan kekurang ajaran Lucy. Dalam satu tarikan, cowok dingin itu memelintir tangan kurus Lucy. Lucy tidak tinggal diam dan tidak terima. Dia bukan cewek biasa, lemah begitu saja. Kaki kirinya menyenggol kaki Krisan, membuat cowok itu berlutut di hadapannya. “Oi, kenapa ini Ketua OSIS? Bagaimana? Masih berani lo nantangin gue?” songong Lucy, mendongakkan kepalanya. Begitu senang bisa membuat cowok itu berlutut di hadapannya. Krisan menahan malu, dikalahkan seorang cewek yang tidak biasa seperti Lucy. Tapi Lucy salah. Cowok dingin itu sepertinya tidak segan lagi. Situasi menjadi terbalik. Cowok dingin itu menjatuhkan Lucy hingga tersungkur ke tanah. Lucy meringis, pantatnya sakit sekali, mendarat keras di tanah. Sebelum tahu apa yang terjadi, cowok dingin itu mengarahkan tongkat hitam tepat ke mata Lucy. Seakan cowok dingin itu memberi peringatan pada Lucy untuk tidak berbuat ulah lagi. "Ya, ya, gue kalah," kata Lucy mengangkat kedua tangannya, mengalah. "Ikut gue." "HAAA." "Jangan membantah!" Seperti perintah mutlak yang tidak bisa diganggu gugat. Lucy berjalan lesu, sambil mencangking tasnya, mengikuti Ketua OSIS sedingin es. *** Ada sekitar sepuluh siswa yang telat masuk di perbolehkan masuk ke dalam sekolah, tapi tidak boleh mengikuti pelajaran pertama. Lucy di tempatkan di barisan depan, bersama anak yang telat. "Lo kemana aja?" tanya Clarissa. Krisan melirik Lucy sudah siap memasang bendera perang pada dua orang menyebalkan ini. "Oh dia. Pantesan gue cari gak ketemu, tahunya dia ketangkep juga sama lo." "Udah ya, lo jangan mancing emosi gue," kata Lucy mulai kesal. "Seterah gue ngasih hukuman apa aja buat lo. Lo itu biangnya dari semua masalah, anak-anak jadi ikut-ikutan kayak lo." "Gak masalah, dari pada harus sok suci kayak lo gitu," kata Lucy dengan perkataan polos dan kurang ajar. Sengaja memancing amarah Clarissa. "JANGAN KURANG AJAR LO," teriak Clarissa mencengkram kerah seragam Lucy. Lucy tertawa mengejek, senang bisa memprovokasi cewek sinis yang sudah menjadi musuh bebuyutannya ini. Sebelum cewek sinis itu melayangkan tamparan ke wajah cantiknya. Sudah ada tangan lain yang menghentikan Clarissa yang ingin menampar wajahnya. "Lo itu Wakil Ketua OSIS, jangan kasih contoh buruk ke anak-anak lainnya,” kata Krisan bijak. Clarissa menahan amarah. "Kalau gitu, buat lo. Bersihin seluruh toilet di sekolah ini sampai jam istirahat." "LO GILA YA!" Lucy tidak terima. Yang lain hanya di beri hukuman berdiri di tiang bendera selama dua puluh menit, sedangkan Lucy harus membersihkan seluruh toilet di sekolah sampai jam istirahat. "Gue gak mau ada nego lagi. Titik," kata Clarissa menatap dingin Krisan yang ingin membela Lucy. "Itu hukuman buat lo. Jangan cari gara-gara lagi sama cewek itu," ujar Krisan memberi peringatan. Cowok sedingin es itu pergi begitu saja, meninggalkan Lucy denga ember dan pengepel lantai. Menghembuskan napas kasar. "Hari Senin, hari yang paling, paling dan paling sial di hidup gue." Lucy meratapi nasibnya yang menyedihkan seperti ini. Dari pada hukumannya bertambah lagi, sebaiknya Lucy laksanakan saja hukumannya. *** Clarissa masuk ke dalam ruang OSIS sambil membanting pintu. Dua sahabatnya terkaget melihat tampang seram Clariss, begitu juga dengan kakak kembarnya. "Lo kenapa lagi?" "Lo masa gak tahu sih, kenapa hari ini gue kesel?" ketus Clarissa. "Oh, Lucy? Dia yang udah buat lo marah kayak gini." Kakak kembarnya tertawa mengejek, membuat mood Clarissa makin buruk. Ingin melampiaskan kemarahannya entah kesiapa. "Pake nanya lagi?" ketus Clarissa, malas meladeni kakak kembarnya. Ansel Louis Wijaya. Nama tengah kakak kembarnya hampir sama dengannya. Kembar tidak identik, karena Clarissa memiliki kakak kembar cowok yang nyebelin, yang suka sekali memancing emosinya. "Udahlah Sa. Lo jangan marah-marah mulu, gak capek lo setiap hari marah-marah aja," kata Jessica menenangkannya. Cewek imut yang suka makan lollipop dan gaya rambut di kuncir dua, sisanya dibiarkan tergerai. "Biar marah lo reda, nih gue kasih lolipop. Lo mau." Jessica membujuk Clarissa dengan memberinya sebuah permen lollipop ukuran sedang. "Gue malas," ujarnya ketus, menampar tangan Jessica hingga lollipop itu jatuh ke lantai. "Clarissa, lo jangan kayak gitu sama Jessica. Dia udah berniat baik sama lo." "Lo bisa diem gak sih, Tasy." Tasya hanya memaklumi sikap temperamental Clarissa yang selalu meledak-ledak, apa lagi kalau berhubungan dengan Lucy. Musuh bebuyutannya. "Udah, cup cup cup, jangan nangis lagi Jess," kata Tasya menenangkan Jessica yang menangis di pelukannya. "Permen lollipopnya jatuh," rengek Jessica di pelukan Tasya. Ansel menggeleng-gelengkan kepala, sedangkan Clarissa malas melihat drama lelucon yang saat ini dirinya tidak mood. Memilih menulikan pendengarannya, memasang headset di kedua telinganya, mendengarkan lagu favoritnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD