Sebuah Awal

1137 Words
Rumah megah yang biasanya terlihat hangat penuh dengan canda tawa, kini tidak terlihat lagi! Rumah itu kini di penuhi dengan karangan bunga duka cita. Di sebuah kamar terlihat seorang anak kecil berusia 10 tahun tengah menangis tersedu-sedu di pojokan kamarnya, tangisan itu terdengar semakin pilu dan membuat siapapun yang mendengarnya bisa merasakan apa yang di rasa oleh gadis kecil tersebut. Dia adalah Julie Steve. Anak kecil dengan rambut ikal panjang, manik mata berwarna coklat caramel dengan kulit putih seperti s**u. Dia sedang duduk dengan mendekap erat kedua kakinya dengan wajah yang kelihatan berantakan karena kristal bening tidak berhenti mengalir dari pelupuk matanya. Julie kecil menangis karena dia baru saja kehilangan kedua orangtuanya yang meninggal akhibat kecelakan tunggal, mobil kedua orangtua Julie menabrak pembatas jalan dan kedua orangtuanya tidak sempat keluar dari dalam mobil karena peristiwa itu terjadi begitu cepat. Cklek! Seorang wanita cantik masuk kedalam ruangan kamar Julie dengan mengandeng anak perempuan yang usianya hampir sama dengan Julie. Dia adalah Tante Audry dan juga Clare putri tunggalnya, hanya mereka saja keluarga yang Julie miliki saat ini. Julie masih tidak bergerak namun manik matanya melihat kedua orang tersebut dengan pandangan nanar sebab tertutup oleh Kristal bening yang masih tidak henti membasahi pelupuk matanya. “Julie, sayang. Apakah kamu masih ingat dengan Tante Audry dan juga Clara?” tanya Tante Audry pada Julie dengan senyuman tulus. Hati Julie yang tadinya ketakutan mulai merasa sedikit lebih tenang setelah dia mengetahui kalau ia tidak sendiri di dalam dunia ini. Julie menjawab dengan anggukan kepala pelan. Pandangan Julie beralih melihat kearah Clare. Clare menatap Julie dengan sinis dan tidak bersahabat namun Julie hanya diam tanpa menyapanya dan begitu juga sebaliknya. “Mulai hari ini kamu akan tinggal bersama Tante Audry dan juga Clare di rumah kami, sebab rumah ini akan di jual untuk menutupi hutang keduaorangtua kamu karena bisnis mereka bangkrut dan meninggalkan banyak hutang,” jelas Tante Audry pada Julie kecil. Lagi-lagi Julie hanya diam dengan air mata yang semakin membasahi pipinya, dia masih terlalu kecil dan tidak mengerti apa yang sedang terjadi saat ini. Julie tidak perduli dengan semua harta dan tahta sebab baginya semua itu sudah lenyap bersama kepergian kedua orangtuanya. Tante Audry melirik sinis kearah putrinya dan Clare segera mengulurkan tangannya di hadapan Julie, “Kita akan menjadi saudara. Tapi kamu tidak boleh merebut perhatian Mama.” Clare menarik balik tangannya setelah berjabat tangan dengan Julie. Clare menaruh kedua tangannya diperut dengan tatapan sinis seolah menusuk Julie dengan sorot matanya itu. “Tidak,” Julie menjawab singkat dengan sesenggukan. _ _ _ 9 tahun kemudian Julie kini tumbuh menjadi gadis cantik yang sangat mempesona dengan rambut ikal panjang dan juga wajahnya polos tanpa makeup namun itu semua tidak membuat Julie terlihat jelek, tapi dia justru terlihat cantik alami. Julie sedang memasak di dapur dan itulah rutinitasnya sehari-hari, dia menjadi pelayan didalam rumah Tante Audry. Harapan Julie untuk hidup bahagia bersama Tante Audry dan juga sepupunya Clare kandas sudah saat dia tahu jika dirinya hanya di jadikan pelayan yang harus membersihkan rumah. Tapi karena Julie begitu menyayangi Clare dan juga Tante Audry jadi dia tidak mengeluh sama sekali dan malah senang melakukan rutinitasnya atau paling tepatnya Julie sudah terbiasa dan dia hanya bisa pasrah. _ _ _ “Julie. Apa kamu sudah selesai mencuci piring?” teriak Clare dari pintu dapur dengan menaruh kedua tangannya di d**a. Clare berdandan menor sekali padahal usianya hanya selisih satu tahun lebih muda dari Julie namun wajahnya justru terlihat lebih tua dengan dandanan seksi seperti ini. Mencuci tangannya dengan buru-buru dan kebetulan dia sudah selesai mencuci semua piring kotor di wastafel, “Iya ini baru selesai,” Julie menjawab sembari berjalan kearah Clare dengan tersenyum. Menyodorkan selembar uang kertas di hadapan Julie, “Ini, mama kasih uang buat kamu belanja, tapi bukan buat jajan!” sindik Clare. “Kamu beli ikan, sayuran sama buah-buahan dengan uang 100.000 ini. Harus cukup!” imbuh Clare dengan nada sedikit mengancam. Meneguk ludahnya sendiri getir, “Clare. Mana mungkin uang segini cukup?” tanya Julie balik sembari mengambil uang di tangan Clare dengan raut wajah kelihatan ragu. “Pokoknya harus cukup! Sudah ya. Aku mau berangkat kuliah dulu, bye.” Setelah bicara Clare langsung keluar dari dapur dengan berjalan melengak-lenggok sok cantik. “Sabar Julie, kamu masih bisa pakai uang simpanan itu,” ucap Julie memotifasi dirinya sendiri. Di jam seperti ini tante Audry sedang tidur sebab dia bekerja di club malam sebagai penghibur para p****************g. _ _ _ Julie keluar dari pasar dengan membawa satu tas kresek besar yang dia bawah ditangan kanannya, dia membeli apa saja yang Clare ucapkan tadi dengan simpanan uangnya sendiri dari almarhum kedua orangtuanya dulu. Julie melewati sebuah lorong yang sepi untuk menuju ke jalan raya karena hanya jalan pintas ini saja yang paling cepat untuk di lewati. “Berat sekali barang belanjaan ini, sebaiknya aku berjalan cepat kejalan raya untuk mencari angkot,” gumam Julie lirih dengan satu tangan mengusap jidatnya yang di basahi oleh keringat sebab cuaca di siang hari ini sangat panas. “Tolong. . . tolong aku.” Julie langsung menghentikan langkahnya dengan bulu kuduk yang berdiri namun dia masih bisa berpikir dengan jernih sebab mana ada hantu di siang bolong seperti ini. “Di. . .dimana kamu?” tanya Julie dengan nada suara terbatah-batah dengan celingukan kesana-kemari. “Tolong.” Julie berjalan kearah suara tersebut dan dia melihat cairan kemerahan keluar dari kardus besar, dengan rasa takut yang menyelimuti tubuhnya Julie menaruh barang belanjaan itu begitu saja dan segera membuka kadus itu. “Astaga,” pekik Julie terkejut setelah dia melihat seorang pria tergeletak dengan bersimbah darah di bagian perutnya. Pria itu terkena luka tembak yang begitu parah di beberapa bagian, bahkan cairan kemerahan tersebut tak henti mengalir dari beberapa luka tembak itu. “Se. . .selamatkan aku, mereka akan datang lagi untuk menghabisiku,” ucap pria tersebut dengan lemah sembari menahan rasa sakit. “Kalian semua bodoh sekali kenapa tidak langsung membunuhnya saja!” teriak Seorang pria dari kejauhan dengan penuh kebencian. “Dia sudah sekarat, dan tidak akan ada yang menemukannya di tempat sepi seperti ini,” jawab ajudan pria itu dengan penuh percaya diri. “Jika aku tidak bisa menemukan pria itu! Maka nyawa kalian akan jadi taruhannya,” ancam pria paruh baya itu dengan menodongkan pistol tepat ke kepala kedua ajudannya tersebut secara bergantian. Kedua pria itu hanya bisa diam tanpa berani membalas apa yang sedang di ucapkan oleh majikannya. Dan tidak lama setelah itu terdengar dua kali tembakan, ternyata pria paruh baya tersebut tidak main-main dengan ucapannya dia menembak kedua ajudannya tersebut tanpa belas kasih setelah melihat musuhnya tidak ada di tempat semula. Julie dan juga pria yang dia tolong kini sedang bersembunyi di belakang tong besar hingga mereka semua tidak bisa melihat mereka. Julie gemetar dengan wajah pucat pias sedangkan pria yang dia tolong melihatnya dengan tatapan dingin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD