Pertemuan pertama

1062 Words
Sebagai seorang stylish, Kanaya dituntut untuk selalu profesional pada pekerjaannya. Ia begitu hati-hati agar tidak pernah bermasalah dengan siapapun, terutama klien dari industri hiburan. Selama ini semua berjalan lancar walau jenjang karir Kanaya belum meningkat secara signifikan. Maklum, di Korea, warga keturunan, sering disisihkan. Kulit coklat juga rambut ikal khas Asia Tenggara, kadang dianggap sebelah mata. Hingga suatu hari, kesempatan besar datang padanya. Ia diminta membantu seorang stylish make up untuk menangani idol paling populer, Joen Jung Man. Pria muda paling bersinar dengan puluhan bakat juga tampang di atas rata-rata. Tidak ada yang aneh dan menganggu sampai akhirnya mereka bertemu. Kanaya ingat saat Jung Man menyapanya untuk pertama kali. Pria itu melihatnya seperti menatap makanan. Menafsir setiap detil baju, lebar pinggang hingga panjang kaki. Setiap bicara, Jung Man sesekali meringis, membayangkan hal kotor atau sejenis. Padahal pakaian Kanaya sudah longgar, celana panjang dengan dua kali ukuran lebih besar. Mungkin ia akan menggigit ujung jari Jung Man kalau berani menyentuhnya. “Kana-shii, aku jamin kamu bakalan betah di sini.” Jung Man tersenyum, memamerkan pesonanya sebaik mungkin. Tapi Kanaya justru melihatnya seperti sales yang tengah menawarkan dagangan. Begitu palsu dan hambar. Sifat polos juga gaya bicara para idol kebanyakan mirip aegyo. Bikin gemas sekaligus cinta. Tapi Kanaya tahu kalau itu adalah bentuk pembodohan paling menyakitkan. Melihat Jung Man secara langsung, Kanaya harus merelakan puluhan imajinasi lucu dari otaknya. Ya, Jung Man yang selalu didefinisikan sebagai pria baik, lucu dan menggemaskan, tidaklah seputih bayangan orang-orang. Ia sama saja dengan laki-laki di luar sana. Kadang nakal, m***m dan seenaknya. Dunia mungkin bisa dijungkir balikkan andai sifat aslinya ketahuan. --- “Kana-shii, bawa baju ini ke ruang ganti. Jung Man harus segera siap sepuluh menit lagi. Member lain sudah menunggu di belakang panggung,” pinta Aera, senior Kanaya yang merangkap stylish untuk sementara. Ia bertugas melatih Kanata untuk mengenal lingkungan kerjanya sebelum benar-benar bertanggung jawab secara langsung. Kanata dengan sigap mengiyakan. Ini adalah perform terakhir mereka sebelum wajib militer. Sebulan ke depan, Jung Man hanya akan disibukkan dengan acara offline. Sebagai maknae, ia akan berangkat ke militer di urutan akhir. “Permisi, saya mengantar baju anda,” kata Kanaya mengetuk pintu ruang ganti. Ia dengar Jung Man selalu datang paling belakang. “Masuk,” sahutnya kemudian. Rupanya ia hampir tertidur karena terlalu lelah. Sudah menjadi rahasia umum kalau Jung Man terlalu bersemangat di atas panggung. Hasilnya, energinya terkuras. “Hei, mau ke mana? Bantu pakaikan!” seru Jung Man menegur Kanaya yang berniat kabur. Padahal gadis itu tahu benar, sebagai stylish artis, wajar kalau ia disuruh begitu. Bajunya juga sedikit ribet. Tapi kenapa harus dia? Baru tadi pagi ia masuk dan belum terbiasa dengan artisnya. Tanpa canggung, Jung Man menanggalkan pakaiannya. Sosok tingginya berdiri di depan cermin, menunggu dilayani. Ini bukan hal pertama bagi Kanaya. Dulu saat bekerja sebagai stylish aktor teater, ia selalu menyeka keringat juga mengancingkan kemeja. Tapi itu Jung Man, karakter yang digilai hampir seluruh gadis Korea. Punggung juga garis lehernya saja terlihat lebih bagus dari kebanyakan laki-laki pada umumnya. “Apa member lain sudah siap?” Kanaya mengangguk, berusaha fokus pada tali di sekitar d**a Jung Man. Aera pasti sengaja memilih baju itu agar bentuk perut juga d**a Jung Man terlihat bagus. “Umurmu berapa?” Pertanyaan itu terlontar saat mereka tengah berhadapan. Tinggi Kanaya serasa pas di pelukan Jung Man. Begitu tangan kiri merentang, jemari nakalnya tanpa ragu hinggap di area pinggang Kanaya. Gadis itu terkejut, tapi berusaha tetap fokus. Bahkan saat Jung Man melatih nada suaranya sambil terus menyentuh pinggangnya, Kanaya pura-pura biasa. Padahal hatinya sudah kacau sekali. Jantung serasa mau jatuh setiap pandangan mereka berbentur tanpa sengaja. Apa ini bisa dikategorikan sebagai tes kerja? “Kamu pasti lebih muda dariku,” tebak Jung Man mulai melancarkan serangan. Bodoh kalau Kanaya sampai tergoda. Di depannya adalah seekor buaya yang siap untuk menandai korbannya. Sekali kena umpan, selesai sudah pekerjaan. Kanaya tidak boleh goyah agar punya kesempatan meraih jenjang karir yang lebih tinggi. “Saya lebih tua dari anda,” sahut Kanaya pura-pura menepuk debu di bahu Jung Man. Tapi gerakan itu disalah artikan sebagai tepukan akrab. “Noona.” Ia tiba-tiba tersenyum, mencubit pipi Kanaya gemas. Gadis itu untuk sesaat terpaku. Sedang Jung Man malah cekikikan sembari merapikan rambutnya sendiri. tak lama ia langsung berbalik pergi, menyusuri lorong menuju belakang panggung sembari berlari. Nonna? Sebenarnya kami sebaya, batin Kanaya buru-buru mengikuti artisnya itu dengan langkah kaki panjang. Dari jauh, Aera memberi isyarat kalau ia puas dengan hasil kerja Kanaya. Pakaian itu terlihat begitu rapi dan sempurna. Ikatannya terjalin dengan benar dan wajah Jung Man nampak senang. Mood idol adalah hal terpenting, jadi di hari pertama, Kanaya dinilai cukup mampu mengendalikan artisnya. Namun, entah hari berikutnya. --- Menjelang tengah malam, Kanaya baru pulang dari acara minum-minum timnya. Ia tidak minum banyak soju, hanya dua gelas kecil yang dicampur soda. Jadi saat semua terlihat muntah dan sempoyongan, gadis itu biasa saja. Di halte bus, Kanaya bertemu Namshil, seorang pemagang bagian lighting. Mereka dengan cepat saling mengenal dan mulai bicara tentang keluhan masing-masing. Mungkin karena pengaruh alkohol, keduanya bicara tanpa ragu. Satu hal yang pasti, menjadi seorang pemagang memang sulit karena bekerja di bawah tekanan senior. Untuk kasus Kanaya, Aera tidak begitu galak, tapi justru Jung Man sumber dari semua masalah. “Gimana rasanya pertama kali kerja di bawah agensi besar?” tanya Namshil penasaran. “Semua berjalan cukup lancar. Pekerjaanku diakui,” sahut Kanaya terdengar kurang bersemangat. bagaimanapun Jung Man sudah berani menyentuh pinggangnya di hari pertama. Sensasi itu terus menggelitik, seakan sentuhan itu berbekas dan menapak di kulitnya. “Kalau itu tentang Jung Man, tenang saja. Kata temanku, ia Cuma jahil. Tahu sendiri kan? Idol rata-rata begitu. Suka pamer dan tebar pesona. Mereka senang kalau fansnya bertambah karena itu bagian dari pekerjaan.” Namshil terlihat meyakinkan Kanaya agar lebih tenang juga realistis. Jung Man tidak mungkin menghancurkan karirnya hanya demi hasrat sesaat saja. Seluruh Korea tahu bagaimana grubnya jatuh bangun dalam meniti karirnya di industri hiburan internasional. Tapi kalau menyentuh pinggang dianggap wajar, apa kabar dengan pelaku kejahatan seksual? Malam kemudian semakin larut. Keduanya berpisah karena beda bus. Kanaya naik lebih dulu sedang Namshil belakangan, karena busnya ada di jadwal terakhir. Dalam perjalanannya menuju rumah, Kanaya ingat kalau besok ada jadwal baru yang akan diumumkan Aera. “Ah, apa aku bisa bertahan ya?” gumam Kanaya mengutuk ingatannya tentang cara Jung Man menyentuh pinggang dan menatap matanya. Brengsek, kenapa pipiku panas?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD