The Loser

1195 Words
Udara New York di musim dingin memang paling menjengkelkan. Bulan November baru memasuki minggu pertama, tapi setiap penghuni kota ini terpaksa mengenakan baju tebal mereka. Meski begitu, keramaian tidak berkurang dan kesibukan terus berjalan. Seorang pemuda dengan celana cargo hijau tua dan jaket biru tua yang cukup tebal, berjalan di trotoar yang penuh dengan lalu lalang orang. Penutup kepala yang sudah tampak kumal itu tidak lagi berwarna hitam. Trey Rexon Muller, atau dikenal dengan panggilan Tyrex itu, mulai memasuki sebuah minimarket. Kedua tangannya tersimpan dalam kantung celana, sementara bibirnya mulai membiru karena kedinginan. “Hei! Jangan buat ulah di tokoku kali ini, Tyrex!” seru pemilik toko dengan mata menatap tajam. “Aku akan memanggil polisi dan tidak akan membiarkan kau membuat kacau!” ancamnya. “Aku butuh sepotong roti, Bill! Aku belum makan hari ini!” ucap Tyrex acuh dan menyambar roti yang ada di rak, tanpa bermaksud membayarnya. “Tinggalkan tempat ini, atau peluruku akan bersarang di otak bodohmu!” Bill mengacungkan pistolnya pada Tyrex dengan mata memandang tajam. Tyrex meraih satu bungkus roti lagi dan bergegas pergi dengan langkah buru-buru. Hidupnya sangat sulit dan tidak ada perubahan hingga detik ini. Dengan langkah cepat, ia melewati dereten pertokoan, menuju gedung perpustakaan tua di tengah kota New York. Setelah melewati pagar samping dengan menerobos, Tyrex masuk menuju pintu belakang yang sengaja ia tutup dengan palang kayu. Begitu masuk, ia terus melangkah menuruni tangga. Bagian gedung paling belakang itu sepertinya sudah jarang digunakan dan Tyrex tinggal selama belasan tahun di tempat tersebut. Dalam sebuah ruangan yang tidak begitu rapi, Tyrex menghempaskan diri di kasur kumal tanpa alas. Tidak ada penghangat ruangan yang bisa mengurangi rasa dingin yang menggigit malam itu. Tubuh Tyrex meringkuk, setelah menimbuni diri dengan selimut kumal yang ia curi dari penampungan sosial. Inilah kehidupannya. Tumbuh besar sendiri tanpa keluarga, dan ditendang dari panti asuhan sejak berusia tujuh tahun karena mencuri kentang. Tyrex seumur hidup lari dari kejaran pekerja sosial yang berusaha menampungnya. Ia tahu bagaimana buruknya menjalani hidup di tempat itu. Tidak ada satu pun keluarga asuh yang menginginkan dirinya. Semua orang menganggap dirinya nakal dan sulit dikendalikan. Pemuda yang sudah berusia dua puluh tujuh tahun ini merasa gagal dan tidak memiliki sesuatu yang dibanggakan. “Bahkan menjadi penjahat pun aku gagal.” Dalam kedinginan yang mencekam, Tyrex mencemooh dirinya sendiri. Krisis kepercayaan yang ada dalam dirinya, membuat Tyrex selalu mengkhianati semua rekan kejahatannya. Mungkin nasib memperlakukan dirinya sangat keji. Tyrex memilih untuk berbalik dan tidak memberikan kesetiaan pada semua manusia yang dikenalnya. Pecundang sejati, itulah sebutan untuk dirinya sendiri. Sementara semua b******n kelas rendah yang ada di sekitar New York menyebutnya sebagai the carnivore man, karena sering mengkhianati temannya sendiri. Bukan ini kehidupan yang ia inginkan. Semenjak kedua orang tuanya meninggal karena perampokan, Tyrex menjadi hilang arah. Jiwanya terluka dan depresi itu tidak pernah terobati. Selama ini caranya bertahan adalah dengan mencuri. Karena tidak peduli seberapa sering ia mendapatkan pekerjaan, selalu berakhir buruk. Tyrex cenderung merusak kesempatan baik yang datang padanya. Entah karena takut gagal, atau karena rasa tidak percaya diri, Tyrex mengacaukan semuanya dengan mudah. Malam semakin larut dan matanya sulit terpejam. Tyrex mengeluarkan kedua tangan dan meraih sepasang sarung tangan satu lagi untuk melapisi tangannya yang mulai membeku. Jari kukunya menghitam dan kotor. Entah kapan terakhir kali ia mandi, Tyrex tidak pernah menjalani kehidupan yang layak sebagai manusia. Sayangnya, itulah hidup yang dijalani oleh ratusan manusia gelandangan di kota New York. Namun bagi Tyrex, saat ini adalah batas keinginannya untuk terus hidup lebih lama dan bernapas. Belum sempat tercetus untuk mengakhiri nyawanya, karena Tyrex memiliki keyakinan iman yang cukup kuat. Alkitab yang sudah kumal setiap halamannya, selalu ada di sebelah kasur. Ruangan yang menjadi kamarnya tersebut tidak memiliki aliran listrik dan hanya diterangi cahaya lilin. Tapi malam itu ia kehabisan lilin dan tidak bisa mencari kekuatan, dengan membaca alkitab, untuk bisa bertahan dalam kewarasan yang semakin sulit dikendalikan. Tyrex kembali merapatkan selimut dan bibirnya mulai gemetar. Belasan tahun menjalani hidup seperti. Puluhan musim dingin berlalu dalam kondisi kelaparan, ratusan hari ia lewatkan berpacu dengan resiko kematian. Matanya tertutup perlahan dan ia mulai menggumamkan kata-kata yang bisa membantu tenang. “Besok matahari akan bersinar,” bisiknya berulang kali tanpa henti. Semilir angin yang berhembus melalui celah jendela yang pecah kacanya, menerpa tubuh Tyrex. Giginya bergemeletuk tidak tertahankan. Ia harus melewati malam ini dan tidak mati kedinginan. Setiap hari adalah siksaan yang tidak akan pernah surut mendera jiwa juga raganya. Tyrex adalah jiwa rusak yang berkarat dan tidak mungkin tertolong. Depresi menahun yang tidak pernah diobati, membuatnya sulit bangkit dari keterpurukan. #_# Bunyi burung yang berkicau nyaring membuat Tyrex terbangun. Sinar matahari mulai bersinar, masuk ke dalam ruangan melalui celah jendela di atas. Pemuda itu membuka mata dan manik birunya yang indah setengah terpicing menatap sinar keemasan itu. “Aku masih hidup,” desisnya dengan lirih. Perutnya terasa perih dan tulangnya ngilu. Tyrex bangkit sudah payah, lalu duduk. Jarinya mengucak mata sementara menguap, bau mulut yang tidak pernah mendapatkan perawatan itu sangat tidak sedap di pagi hari. Tapi pagi ini Tyrex bermaksud untuk membersihkan diri. Mimpinya tadi malam sangat indah. Ia bertemu ayah dan ibunya dalam memori masa kecil dulu. Mereka mengatakan untuk terus bertahan dan jangan putus asa. Mimpi memang selalu indah, kenyataan adalah pahit. Tyrex segera bergegas dan menyambar peralatan mandi yang ada di atas kursi b****k, kemudian melenggang ke kamar mandi rusak, namun masih mengalirkan air tersebut. Badannya menggigil, tapi ia terus membersihkan tubuh juga mencuci semua baju kotornya. Begitu usai aktivitas paginya, Tyrex mulai mencari uang koin dan berharap bisa menemukan di antara tumpukan benda di atas meja. Ada sekitar satu dolar delapan puluh sen dan itu cukup untuk membeli kopi serta sepotong roti. Tyrex melenggang keluar dari persembunyiannya. Penjual koran mulai berteriak menjajakan dagangannya pada setiap manusia yang lewat, sementara masing-masing berjalan cepat mengejar waktu. Jam baru menunjukkan pukul tujuh pagi dan kesibukan New York sudah dimulai. Tyrex mendatangi sebuah kedai kecil yang selalu buka dari pukul enam hingga sepuluh pagi, setiap harinya. Kopi hangat dan sepotong roti mengisi perutnya dan Tyrex mengucapkan syukur dalam hati. “Lewati hari ini, Tyrex. Dan kau akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik.” Tiba-tiba pria tua yang bernama Wilson mengatakan kalimat aneh padanya. Tyrex menoleh dan mengerutkan dahi. “Kau mengatakan sesuatu, Wilson?” tanya Tyrex dengan heran. Penjual kopi dan roti langganan Tyrex tersebut tersenyum dan mengedipkan mata. “Aku selalu mengatakan ini, tapi kau tidak pernah memberi perhatian,” sahutnya dengan pelan, tapi terdengar kesal. Tyrex tidak memahami dan masih memberikan ekspresi bingung. “Kamu ingat tanggal yang selalu kusebutkan padamu berulang kali?” tanya Wilson. Pria tua berkulit hitam itu menunggu Tyrex dengan sabar. “Ya. Tapi kupikir kau ….” “Gila?” Wilson tertawa tanpa tersinggung. “Ayolah, Tyrex! Ingat baik-baik!” Dengan sikap malas dan enggan, Tyrex melontarkan sederet angka yang selalu Wilson sebutkan. “13 November 2010,” ucapnya dengan tepat. Senyum Wilson terkembang dan mengangguk bangga. “Tepat sekali! Dan itu adalah hari ini! Aku tahu kau mengingat dengan baik,” pujinya. Tyrex mengibaskan tangan dan. tanpa berpamitan, segera meninggalkan pria tua yang selalu baik padanya tersebut. Mungkin Wilson adalah satu-satunya manusia yang tidak pernah ia sakiti di dunia ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD