Kesalahan Fatal

1663 Words
Ternyata begini jadi cewek yang suka banget sama cowok populer di sekolah. Cuman bisa duduk-duduk sambil memandangnya dari kejauhan. Sudah lama aku suka sama dia tapi dianya mungkin nggak tahu siapa aku atau lebih tepatnya dia nggak peduli sama aku. Tapi ini tahun terakhir aku sekolah SMA, tinggal beberapa bulan lagi lulus, kuharap hubunganku sama Hengky bisa meningkat. Tapi meningkat dari Hongkong, Hengky aja gak pernah lihat aku kok. Di matanya, siapa aku? Cewek berkuncir dua dan bergigi kelinci super aneh, yang suka heboh sendiri karena lihat penampakan setan gak jelas. Mengingat itu semua, aku menghela napas berat. "Masih begini-begini aja?" tanya seseorang. Aku menoleh, langsung kaget pas sadar di sebelahku ada cowok gendut item dekil bermata satu yang amat sangat mengerikan (waktu pertama kali ketemu). Matanya selebar tatakan cangkir, merah semerah darah. "Setann lu!" gara-gara hantu dekil ini perhatian anak-anak di sekitarku Tertuju Padaku mereka melihatku seperti orang hilang akal. Aku anak indigo yang bisa melihat penampakan-penampakan hantu dan bahkan berinteraksi dengan mereka sialnya orang yang melihatku sedang ngobrol sama mereka mengira aku sinting. Karena itu aku berusaha nggak peduli dengan mereka tapi tetap aja kadang kelepasan seperti sekarang Ulala, Ki Mengkis tolong aku... "Biasa aja keles." Si Jambrong, jin penunggu pohon beringin berubah bentuk jadi cewek alay berbadan gendut, ketawa gak jelas sambil kedip-kedip mata. Astaga, ternyata si jambrong. Makhluk tak tahu malu dan kegenitan. Untung saja cewek - cewek nggak ada yang bisa melihatnya. Kalau bisa, pasti mereka bakal menjerit lalu membawa sapu untuk gebukin tuh gendruwo. Aku duduk lagi di sebelahnya. Aku dan jambrong sudah kenal sejak dua tahun lalu, waktu aku baru masuk SMA ini. Ceritanya, jambrong suka banget godain anak-anak sekolah, bikin guru-guru jengah, akhirnya bikin ruwatan dan magerin dia di pohon ini. Sekarang, jambrong gak bisa keluar dari lingkaran yang dibuat secara kasat mata di diameter empat meter dari pohon beringin yang diameternya dua meter. Gak banyak yang berani duduk disini karena jambrong suka jahil sama siapapun yang duduk disini kecuali aku. Murid Ki Mengkis, dukun super terkenal di kampung sebelah. Balik ke cerita, aku mendesah pasrah. Si Hengky lagi menatapku tapi jelas tatapannya mencemooh, aku yang aneh. Ini semua karena kemampuanku melihat makhluk astral. Di sekolah ini, aku tahu semua setan, dedemit, jin, arwah gentayangan, setan, iblis atau apalah sebutannya tapi mereka punya nama sendiri. Tuhkan, aku aneh. Aku berdiri dengan kepala tertunduk, jambrong yang masih berwujud cewek gendut menepuk pundakku. Aku menoleh ke arahnya, dia tersenyum lagi sambil kedip-kedip mata lalu ia berubah wujud, kali ini jadi cowok berkulit putih tapi tetep dengan bodi sebesar karung goni. "Sama aku aja gimana?" tanyanya membuatku melirik sambil mendecih. Heran deh, kenapa jambrong selalu menjadi orang gendut di setiap penampakannya. Coba kalau ganteng seperti artis sinetron, pasti mataku jadi sehat gara - gara tiap hari melihatnya. Eh, meskipun ganteng kalo genderuwo siapa yang mau. Duh ganteng - ganteng kok genderuwo sih. Idih, jijai bajai-bajai deh. Badanku gerak berirama, macam orang kesurupan, geli lihat tampang jambrong. Mending pergi dari tempat ini. *** Pulang sekolah, seperti biasa aku jalan sendiri ngelewatin koridor. Gak punya teman karena semua pada ngira aku anak setengah stres tapi ya sudahlah, emang gue pikirin. Dengan pandangan lurus macam pake kacamata kuda, aku berjalan cepat takut kalo Ki Mengkis, paranormal tempat aku kerja sebagai asistennya dan secara gak langsung guru spiritualku, marah karena aku telat ke tempat prakteknya. Aku harus cepat sampai tempat prakteknya karena Ki Mengkis punya banyak pasien dan selalu butuh aku buat membantu. Tiba-tiba langkahku dihentikan dengan sosok Sari, wanita berambut panjang yang selalu menutupi muka setengah bopengnya. Sari adalah penunggu ruang kepala sekolah. Dia sudah disana sejak dia bilang mati ditabrak delman yang lagi melintas di depan sekolah puluhan tahun lalu. Kaki kuda hitam nan perkasa itu menginjak muka Sari sampai bopeng, sialnya pas si kuda melewatinya pake acara pup di muka Sari membuat luka Sari semakin meradang dan infeksi hingga akhirnya ia meregang nyawa. "Minggir, Sar," bisikku. Takut kalo anak lain melihatku ngomong sendiri. Sari bergeming, masih menghalangi langkahku. Aku geser ke kanan Sari ngikut ke kanan, aku ke kiri Sari ngikut ke kiri. Karena sebal, aku pelototin si Sari. Dia mengangkat muka, angin yang berhembus bikin rambutnya tergerai tertiup angin. Ada lubang berbentuk tapal kuda di mata kirinya, matanya menjorok ke dalam berwarna merah darah dan lebih kecil dari lubang tulang matanya. Penampakannya seolah bola matanya jauh lebih kecil dari liang tengkoraknya. "Minggir," desisku, aku celingukan. Kulihat beberapa anak mulai berbisik sambil menatapku. Sialan bener, kemampuanku dalam melihat makhluk astral bikin aku dipandang sebelah mata apalagi semua anak sekolah tahu kalo aku asisten Ki Mengkis. Menambah citra jelekku, mengira aku seorang penganut aliran sesat bla bla bla tapi aku bukan penganut aliran sesat. Aku pengikut aliran dangdut mania. Aku menghela napas, Sari tiba-tiba pergi begitu saja. Kulangkahin kaki melewati koridor dengan kepala tertunduk, sambil berusaha nutup kuping pake alat yang gak bisa dilihat tapi tentu saja itu gak masuk akal. Tetep aja aku bisa denger gimana mereka ngatain aku aneh dan lain-lain. Daripada lihat hantu dan sebagainya, dituding miring sama teman-teman sangat jauh menyiksa dan hari ini untuk ke sekian kalinya, aku berlari sambil menunduk dan BRUK! Aku menabrak seseorang sampai aku mental dan bokongku mendarat di lantai dengan sempurna. Aku berdiri sambil menundukkan kepala di depan cowok, dilihat dari sepatu dan celananya sih. "Maaf," lirihku. "It's oke. No problem. Hei, are you ok?" tanyanya. Heh, kok di sekolah kampung ini ada cowok gaya pake ngomong bahasa inggrisan segala? Aku mendongak, seorang cowok bule berseragam sekolah berdiri di depanku sambil tersenyum. Dia ganteng banget, kulitnya putih tapi bukan putih kemerahan malah putih macam orang Chinese. Matanya agak menjorok ke dalam, hidungnya mancung dan bibirnya merah delima. Hengky jelas kalah telak kalo soal bodinya tapi tetep aja cintaku hanya untuk Hengky. "Hello. Are you ok?" Pertanyaan cowok bule itu membangunkanku dari lamunan. "Eh, i am oke. Mister," jawabku. Cowok itu ngangkat satu alisnya lalu tertawa terbahak-bahak. "You look so funny. I like it. What your name?" tanyanya, masih menahan tawa. "My name is Bunga. Mister," jawabku. Yaelah gini-gini bahasa inggrisku lumayanlah. "Oke. Bunga. Where is the headmaster office?" tanyanya lagi. Aku menunjuk ruang kepala sekolah dimana Sari masih berdiri di depan pintu. "Oh i see. Oke, Bunga. Senang berkenalan denganmu. Namaku Steve. Semoga kita sering ketemu," katanya. "Yaelah, ternyata bisa bahasa Indonesia toh," celetukku. "Tentu saja. Kakek dari Kakekku adalah orang Indonesia jadi, ya ... Aku bisa bahasa Indonesia." Steve melenggang, ia jalan ke ruang kepala sekolah tapi sewaktu Steve membuka pintu, sari berada tepat di belakang Steve. Melihatnya, feelingku bilang sari mau masuk ke badan Steve jadi aku lari ke arah Steve. Mendorong cowok itu sampai jatuh ke atas lantai dengan diriku berada di atasnya dan tatapan kami beradu. "Anu Mister eh maksudku Steve. Ada ... Setan," kataku tergagap. "What?" Steve berjengit kaget. "Eh..." Aku miringin kepala, bingung apa si Steve percaya setan ya? "Eh bujubuneng. Bocah..." teriakan Bu Santi, membuatku kaget setengah mati. Aku buru-buru berdiri dari badan Steve, baru nyadar kalo sedari tadi udah bergaya ala film India sama Steve. "Maaf Bu..." Aku membungkukkan badan ke arah Bu Santi, kepala sekolah ini. Bu Santi melotot ke arahku dengan dua tangan berkacak pinggang. "Kali ini setan mana yang ganggu kamu?" Pertanyaan Bu Santi menohok sanubariku. Sedih karena siapapun selalu membahas masalah beginian denganku. Steve sampe melongo dengerin ucapan Bu Santi. Aku cuma menarik napas dan membuangnya, sedih banget. "Enggak Bu." Aku memutar badan, pengen langsung lenyap dari muka bumi ini. Tapi siapa aku? Aku musti bertahan di sekolah ini sampe aku lulus karena hanya Ki Mengkis yang mau merawatku setelah kedua orangtuaku meninggal dua tahun lalu. Ki Mengkis juga yang menyekolahkanku, meski aku tahu gak semua orang suka sama Ki Mengkis, tapi bisa apa? *** Di ruang praktek Ki Mengkis, hari ini seperti biasa aku membantunya dalam menjalankan tugas. Tugas paling banyak adalah membuang jin dari badan orang dan hari ini ada satu pasien yang harus disembuhin. Duduk di pinggir Ki Mengkis, aku melihat seorang cowok kelojotan di tengah ruang praktek. Cowok itu seumuranku, duduk dengan satu kaki ditekuk dan kaki lain lurus ke samping, dua tangan berada di atas lantai jadi tumpuan badan. Matanya melotot sementara lidahnya menjulur dan keluar suara desisan seperti desis ular. "Sopo jenengmu?" tanya Ki Mengkis. Cowok itu menoleh ke kanan dan ke kiri lalu ia tidur tengkurap dengan kepala mendongak, suara desisan semakin keras dan ia tetap julurin lidahnya. "Bocah sableng. Metuo teko awak'e Billy!" Ki Mengkis memulai aksinya, ia mendekati cowok bernama Billy lalu membaca mantra yang gak lain lantunan doa dalam ilmu Kejawen. Billy kelojotan lagi, ia bergerak gak jelas melawan rasa panas karena jin ular dari dalam badannya sedang dicabut. Gak perlu waktu lama, Ki Mengkis seolah mencabut sesuatu lalu tangan kanannya menggenggam dan tugasku adalah membuka sebuah botol bekas air mineral karena jin akan dimasukin ke dalam botol itu dan abis itu harus cepat menutupnya karena jin bisa keluar kalo gak cepet ditutup. Ini adalah pasien terakhir sore ini, maghrib praktek tutup sampai isya setelah isya, tempat praktek buka lagi. Ki Mengkis lagi ngasih wejangan ke cowok yang sekarang lagi lemas pasca proses pencabutan jin dari tubuhnya. Aku berdiri dengan membawa botol yang berisi jin di dalamnya. Mau kutaruh ke belakang tapi Steve tiba-tiba nongol di depan pintu. Ini bocah ngapain maghrib-maghrib main kesini? "Hai Bunga. Boleh kan aku main?" tanyanya sambil nyengir gak jelas. "Gimana kamu bisa tahu alamatku?" tanyaku heran. Steve ngasih tanda ke sebelah kanan, tiba-tiba nongol cowok yang selalu bikin hari-hari di sekolah selalu menyenangkan. Tanganku mencengkeram botol bekas air mineral, memeluknya seolah aku lagi meluk Hengky. Dia muncul dengan gaya yang sangat keren sekali. "Hengky?" Masih gak percaya kalo Hengky nemenin Steve kesini. "Sorry. Steve maksa. Jadi, aku terpaksa." Jawaban Hengky bikin aku kecewa. Ternyata Hengky terpaksa kesini karena Steve yang minta, aku mendesah pasrah. Kumainin tutup botol air mineral, kurasa jawaban Hengky bikin aku patah hati. "Bunga. Apa yang kamu lakukan?" Pekikan Ki Mengkis bikin aku kaget. Ia melotot ke arahku, lebih tepatnya ke... Alamak, botol air mineralnya gak sengaja kubuka!!! Kyaa...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD