1. Kapten

2081 Words
Cerita NEW LIFE aku ganti judulnya jadi Takdir Kedua hehe Selamat membaca ^^ . . Waktu akan terus berjalan, tak peduli dengan kehidupan runyam di dunia. Ia diciptakan untuk itu. Termasuk dengan cinta, yang merupakan zat ter-rumit untuk dimengerti oleh manusia. Namun serumit apapun, cinta tetap dibutuhkan di dunia ini. Untuk menciptakan perdamaian, untuk membangun hidup yang telah putus asa, juga untuk membuka lagi lembaran baru kehidupan yang telah lama kosong ditinggal oleh manusianya. Dan akankah cinta mampu menyatukan 2 manusia ini dan menuntun mereka menulis dalam lembaran baru hidup mereka?  Dengan atau tidaknya mereka mampu melupakan cinta mereka yang dulu, itu hak mereka. dan sebenarnya, sebuah rantai hubungan lah yang mengantarkan merka dalam kehidupan ini. Kerterkaitan antara kecelakaan pesawat yang diwarnai aksi heroik seorang Kapten yang memilih menyelamatkan seorang wanita. Dan sejak itulah sebenarnya cerita ini dimulai.   ///   "Love is so short, forgetting is so long." -Pablo Neruda   Kebahagiaan itu selalu datang di antara penderitaan yang silih berganti. Namun, sebuah kebahagiaan tidaklah datang dengan cara yang sama. Dan jika dengan cara ini aku bisa bahagia, maka aku akan menerimanya. Terima kasih atas kehidupan ku yang dipenuhi orang yang menyayangiku. Terima kasih tuhan.   Cina, 16 agustus 2010 pukul 11.00 "Tetaplah bertahan pada ketinggian ini!" "Tidak, Kapten! kami tidak bisa melakukannya, itu bisa berbahaya. Kita harus secepatnya mendarat, sebelum 2 mesin terakhir yang kita punya mati." "Saya Kaptennya. Kamu harus menuruti perintah saya." "Kamu memang Kapten, tapi kamu juga harus melihat bahaya yang akan menghadang jika melakukan hal itu,” ujar Mentri Pertahanan. Menatap lurus pada Kapten pesawat yang sedang dinaikinya. "Tapi maaf, Pak Mentri, di dalam sana masih ada seorang wanita dan anaknya juga yang terjebak karena kunci ruangan mereka hilang. Saya tidak mungkin meninggalkan mereka,” kata sang Kapten tetap pada keputusannya. "Kita akan tetap mendarat tidak atau dengan mereka yang masih di dalam ruang belakang,” perintah Mentri Pertahanan. "Jangan sentuh tombol-tombol itu, Lettu Javas. Atau saya akan menurunkan jabatanmu!" teriak Kapten. "Kamu tidak akan bisa menurunkan jabatannya jika kamu masih berniat terbang dalam keadaan seperti ini! Cepat lakukan pendaratan!" "saya bilang jangan sentuh tombol-tombol itu, Lettu Javas!" BUGH Menteri Pertahanan meninju wajah Kapten hingga jatuh tersungkur. Semua awak pesawat yang berada di ruang kontrol pun hanya bisa menutup mulut mereka kuat-kuat, agar tidak mengeluarkan suara-suara apapun yang mampu memperparah perdebatan ini. "Kamu tidak berpikir, hah?!" Mentri Pertahanan mencengkaram kuat kerah jas seragam Kapten. "Kamu selamatkan mereka, atau tidak ada satupun yang selamat di antara kita?" ucapnya mengancam. "Kamu akan memilih yang mana? Kita semua mempunyai keluarga yang menanti kita di rumah, dan saya tidak ingin mati sia-sia dengan cara seperti ini,” sambungnya. Kapten melepas cengkraman Mentri Pertahanan dari kerah jasnya, lalu ia berdiri. "Kita tidak akan mati sia-sia hanya karena hal ini,” balas Kapten penuh tekad. "Saya adalah seorang Kapten dari Angkatan udara Indonesia. Yang merupakan sebuah kehormatan untuk mengemban kepercayaan warga negaranya, menjaga negara berarti termasuk semua yang ada di dalamnya. Dan di dalam pesawat ini, masih ada warga negara yang membutuhkan keselamatan saya. Maka saya tidak akan menutup mata melihat semua itu, selagi saya masih mampu membantu mereka. Saya tahu, jika saya nekat membantu mereka, maka waktu pendaratan darurat yang tersisa akan terkurangi. Tapi saya juga percaya, Tuhan akan meluangkan waktu untuk hal ini,” ujar Kapten. Semuanya tercengang mendengarnya. "Dan dengan segala hormat, saya perintahkan kamu, Lettu Javas, untuk tetap menerbangkan pesawat ini,” titah Kapten mantap. "Siap, Kapten!" sahut wakil Kapten dengan tegas. Menerima tugas dari Kaptennya. "Kamu gila!" teriak Mentri Pertahanan karena tidak ada yang mau menuruti perintahnya. "Kamu tidak akan berpikir ini gila, jika kamu mau menggunakan sisi manusiawimu,” timpal Kapten. Lalu ia berlari menuju di mana 2 orang masih terjebak di sebuah kamar yang entah bagaimana bisa ruangan itu terkunci dan kuncinya pun hilang. Serta kunci penggantinya pun tak ditemukan di antara barisan kunci kamar lainnya. "Jangan dengarkan dia! Jika kamu ingin selamat, kamu harus cepat mendaratkannya sebelum terlambat!" teriak Mentri Pertahanan memerintahkan semua awak pesawat. "Maaf, pak, tapi kami hanya akan menjalankan perintah dari Kapten. Dia yang memimpin kami, dan kami tahu apa yang Kapten lakukan adalah nyawa untuk kami,” tutur salah satu awak kapal yang ada di sana. Kemudian disetujui oleh semuanya. "Argghhh!!! saya akan memecat kalian semua, jika Kapten kalian itu tidak membawa mereka kemari dalam waktu 30 menit!!!" /// "Tolong! Tolong kami! Tolong!" teriak Anjani dari dalam kamarnya. "Tante, aku takut...." "Bertahanlah, Sayang.. kita pasti akan selamat,” ucap Anjani, menenangkan seorang anak kecil yang juga ikut terjebak di dalam sebuah kamar di dalam pesawat yang ia tumpangi. "Bu! Bu! Anda ada di dalam?" teriak Kapten saat ia menemukan kamar dimana 2 orang yang terjebak di dalamnya. Bagai sebuah keajaiban, tak bisa dimungkiri Anjani kini bisa tersenyum lega, ternyata masih ada seseorang yang mendengar pertolongan mereka. "Iya... kami di dalam sini! Kami mohon tolong kami!" teriak Anjani. Dia berteriak sekeras mungkin agar orang lain mendengarnya. "Baik. Kalau begitu menjauhlah dari pintu, saya akan mencoba membongkar pintu ini!" ujar si Kapten. "Baik!" teriak Anjani lagi. Dirinya dan seorang anak kecil di sampingnya pun segera mundur menjauhi pintu. Di tangan Kapten, ia sudah membawa sebuah alat las di dalam gudang peralatan. Segera ia nyalakan alat itu dengan menyambungkan listrik pada sumber daya yang ada di dekatnya. Dengan mata yang telanjang, yang tentu saja itu akan membahayakan dirinya sendiri. Kapten pun mulai menggerakkan alat itu pada pintu yang terbuat dari besi yang tak akan mudah untuk ditembus peluru itu. Hal yang gila mengingat hanya tinggal 30 menit lagi pesawat ini harus mendarat darurat, atau mereka akan menabrak pegunungan Mount Everest. Bila itu terjadi maka tak akan ada yang selamat. Tapi dengan keyakinannya, ia tetap mencoba cara ini. Suara alat las yang memekakan telinga Kapten dan juga dengan keadaan pesawat yang terus bergoyang, sedikit membuat pikirannya tidak fokus. Dengan sekuat tenaga ia berdiri dengan satu tangan ia mulai membakar pintu besi itu, karena satu tangannya lagi ia gunakan untuk berpegangan pada tembok. 25 menit sebelum benturan. Suara pemberitahuan dari alat pelacak jarak tabrakan berbunyi, membuat semua yang ada di dalam ruang control pesawat ini tersadar dari lamunan dan do'a yang masih mereka panjatkan. Sang Mentri Pertahanan mengerang kuat, ia masih merutuki keputusan Kapten angkatan udara yang memimpin laju pesawat ini untuk menyelamatkan 2 orang wanita yang terjebak di dalam ruangan kamarnya. "Bertahanlah! Sedikit lagi pintu ini akan terbuka!" teriak Kapten masih mencoba membuka pintu itu. "Kami mengerti!" balas Anjani dari dalam. Kapten semakin yakin ia bisa menyelamatkan 2 orang yang terjebak di dalam sana, karena pintu ini sebentar lagi akan terbuka. Ya, ia yakin. "Ayo, sedikit lagi, ayo!" gumam Kapten. Namun tiba-tiba— "Ayolah, kenapa bisa berhenti?" tiba-tiba saja alat itu berhenti dan tak lagi bisa mengeluarkan panas yang mampu membakar kenop pintu yang sedang dibukanya. Dengan kesal, ia pun melempar alat itu hingga jatuh berantakan. "Apa boleh buat, mungkin dengan mendobraknya akan berhasil." BRUGG BRUGG BRUGG "Ah...," rintihnya, karena pintu itu masih saja terlalu kuat untuk didobrak walaupun setengah kenop pintu yang terkunci itu sudah rusak. Di dalam kamar itu, dengan penuh harap Anjani berdo'a semoga tuhan memberi bantuan pada pria ini untuk menolongnya. BUGGG Dan Tuhan mengabulkan do'a nya. "Kalian baik-baik saja?" tanya Kapten. Ia berhasil mendobrak pintu itu. "Ya... kami baik-baik saja, Pak," jawab Anjani merasa bersyukur dan lega. Kapten mengangguk. "Baiklah, lebih baik sekarang kita keluar dari sini,” ajaknya. Dengan cepat ia menggendong tubuh seorang anak kecil yang sedari tadi ada di dalam dekapan Anjani. Kemudian ia pun menuntun Anjani untuk ikut berlari bersamanya. 20 menit sebelum benturan. Suara dari mesin itu kembali terdengar. Membuat kerja jantung terasa lebih cepat karena situasi yang semakin menegangkan. 20 menit lagi, bahaya akan menghampiri mereka. "Ini gila! Ini gila! 20 menit lagi kita akan menabrak pegunungan itu, dan kalian masih ingin mendengar perintah Kapten gila kalian itu, hah?!" bentak Mentri Pertahanan. Menatap tajam pada semua yang ada di sana. Semua hanya terdiam. Mereka mungkin akan mati jika saja Kapten mereka tidak segera dalam waktu sesingkat ini. Tapi mereka juga tidak akan pernah lupa, bahwa pemimpin mereka saja mau mengorbankan nyawanya, lalu kenapa mereka tidak? "Jika kalian tidak mau melakukan perintah saya . Baik, saya akan melakukannya sendiri,” putus Mentri Pertahanan, ia langsung merebut kendali yang sedang dipegang oleh Lettu Javas yang yang menjadi co-pilot. "Jangan Pak! Jangan!" pekik Lettu Javas, merebut kembali kendali yang direbut Mentri Pertahanan tadi. "Saya datang tepat waktu, Pak Mentri,” ucap seseorang. Semuanya menoleh pada asal suara itu. Dan mereka menemukan Kapten dan seorang anak kecil di gendongannya, serta seorang wanita di sampingnya. Mereka tersenyum lega melihatnya. "Segera turunkan pesawat ini hingga ketinggian 33.000 kaki," perintah Kapten. Dengan sigap semua awak pesawat yang merupakan anak buahnya pun melakukan perintahnya. "Buka pintu pesawatnya!" perintahnya lagi. Seorang anak buahnya pun berlari menuju pintu utama pesawat. "Agung, tunggu!" panggil Kapten, mencegat seorang anak buah yang melewatinya. Agung pun berhenti di hadapan Kapten. "Carikan 2 parasut lagi untuk mereka berdua,” perintah Kapten. Agung, anak buah Kapten ini kembali setelah mendapat perintah untuk mencarikan 2 parasut lagi, tapi dengan sangat menyesal ia hanya bisa membawa 1 parasut saja. Sang Kapten pun segera melepas parasut yang sedari tadi melekat di tubuhnya, lalu memasangkan parasut itu pada tubuh seorang wanita yang tadi ia selamatkan. "Tidak, Pak. Ini milikmu," tolak Anjani. "Sudah tugas saya. Jangan menolak." "Kapten, kita sudah pada ketinggian 14 ribu kaki,” ucap Kopral Javas. Kapten mengangguk. "Sekarang, semua yang tidak sedang memegang kendali pesawat ini, berkumpul di dekat pintu pesawat. Kita akan melakukan penerjunan,” titah sang Kapten, dengan dibantu sersan Agung, Kapten mengumpulkan semua awak pesawat menuju pintu. "PERHATIAN! Parasut ini akan mengembang dengan sendirinya jika kalian sudah berada pada ketinggian 6000 kaki. Jadi jangan takut,” jelas Kapten, memberi arahan. "Baik, siapa yang akan terjun pertama?" tanya Kapten, semuanya diam. Ya, ia tahu di antara mereka semua juga banyak orang awam dan bukan orang militer sepertinya. "Sersan Agung, sepertinya kamu dapat memberikan contoh untuk mereka,” kata Kapten, yang juga merupakan sebuah perintah bagi Agung. Anak buahnya ini pun segera mengangguk mantap dan kemudian berjalan menuju pintu pesawat. Di bawah sana adalah lahan terbuka dan ditumbuhi tanaman yang rendah. Sebuah tempat yang cocok untuk pendaratan darurat seperti ini. Dengan mantap, Agung melangkahkan 1 kakinya keluar dari pintu pesawat, lalu akhirnya ia terjunkan sepenuhnya. "Saya pikir kita bisa menyelesaikan penerjunan ini. Karena waktu kita sudah tidak banyak lagi." Semua awak pesawat yang jumlahnya 40 orang itu pun akhirnya menerjunkan dirinya. Termasuk seorang anak tadi dan wanita yang bersamanya, mereka dibantu oleh dua anggota militer lain dan kini tinggal 2 orang lagi yang di sana. Kapten dan Kopral Javas. Mereka masih berkerja sama untuk mengendalikan ketinggian dan laju pesawat yang hampir menabrak pegunungan ini. "Kopral Javas. Sebaiknya kamu ikut terjun sekarang juga,” ujar sang Kapten. "Tidak, Kapten. Saya akan tetap berada di sini membantu anda,” jawab Kopral Javas. "Tidak! Kamu ini harus menikah dulu sebelum mati. Maka dari itu, Turuti perkataan saya dan terjun dari pesawat ini sekarang juga!" perintah Kapten dengan tegas namun diakhiri tersenyum. "Tapi—“ "Ku bilang tidak!" sela Kapten. "Dan ini, berikan topi ini pada anak saya nanti kalau kamu selamat. Dan saya titipkan istri dan anak saya juga, jaga dia,” sambung Kapten, ia melepaskan topi militer yang ia gunakan lalu menyerahkannya pada Javas. "Siap, Kapten!" Javas memberikan hormat kepada Kapten lalu memeluknya. "Jaga dirimu, Kapten. Kami akan selalu mengenang kebaikanmu!" ujar Javas dengan suara yang sudah tercekat memikirkan bagaimana keadaan kaptennya setelah dia terjun nanti. Dengan berat, Javas mulai melangkahkan kakinya menuju pintu. Sekali lagi, ia memberikan penghormatan pada pemimpinnya itu. Dan mungkin juga ini adalah penghormatan terakhirnya, mengingat tak akan mungkin pesawat ini bisa menghindari tabrakan dengan pegunungan yang sudah di depan mata mereka. Javas berdo'a, semoga tuhan membalas segala perngorbanan dan kebaikan Kaptennya. Di dalam hati Kapten, ia juga tengah menangis perih. Ia tahu ia tak akan selamat dari peristiwa ini. Tapi setidaknya ia bisa mengurangi korban jiwa, meski harus mengobankan dirinya sendiri. 30 detik menuju bernturan. “Maafkan aku, istriku Sayang....” 15 detik menuju benturan. “Maafkan Papa, Sayang....” 10 detik menuju benturan. “Jaga diri kalian baik-baik, Papa akan selalu mencintai kalian.” 5 detik menuju benturan. “Aku mencintai kalian.” 5 4 Dan Kapten mulai menutup matanya. 3 2 1 Kemudian kegelapan datang seiring sura gemuruh tabrakan tedengar jelas di telinganya. Tubuhnya merasakan sakit yang begitu sangat, tapi dia sudah siap menghadapinya. Kapten tidak akan menyesal telah mengorbankan dirinya sendiri, dia akan kembali pada Tuhan dengan bahagia. Hiduplah dengan baik. Papa menyayangi kalian selamanya....   ///
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD