Malam Naas

1021 Words
"Aku, aku nggak nyawaku melayang di tangan mereka," ucap Jovi pada dirinya sendiri. Ia melihat pertumpahan darah yang terjadi di ruang tengah rumahnya.  Ketakutan seketika merajai perasaan Jovi. Ia ingin lari, tapi sekali lagi kakinya terasa beku tak bisa bergerak. Jantungnya berdetak tak karuan menyaksikan kekacauan yang terjadi di rumahnya. Tiba-tiba saja, saat Jovi berusaha kabur. Suaranya terlalu berisik hingga membuat pemimpin kelompok pencuri yang bernama Bagas tahu bahwa dirinya sedang sembunyi. "Wahhhh, masih ada anggota lainnya yang belum kita habisi." Bagas melihat Jovi bersembunyi di balik guci besar di ujung tangga. Ia berusaha mendekat untuk mendapatkan Jovi.  Jovi segera melarikan diri. Namun sia-sia. Tangan kekar milik Bagas berhasil menangkapnya. Ia terpaksa terjatuh lemas di lantai sambil menatap Bagas untuk meminta belas kasihan. "Tolong lepaskan aku!" ucap Jovi memohon. Bagas tak menghiraukannya. Ia bahkan menarik rambut panjang Jovi hingga membuat wajahnya menghadap ke atas. Tampak leher putih Jovi terpampang jelas menggoda Bagas untuk mendaratkan bibirnya.  "Gimana kalau kita ke kamar dulu," ungkap Bagas sambil menyeret paksa Jovi. Jovi berteriak keras. Ia memukul d**a Bagas namun sia-sia. Tenaganya tak cukup kuat untuk melawan pria bertubuh kekar itu. Bagas melempar tubuh Jovi di atas kasur. Dibuka baju hitam yang sedang digunakan olehnya. Ia mulai menggenggam pergelangan kaki Jovi.   Bersamaan dengan itu petir menyambar begitu keras. Hujan yang turun deras seolah ikut melaknat apa yang dilakukan Bagas malam ini. Ia begitu menikmati wajah Jovi yang sangat takut melihatnya. Petir menyambar sekali lagi. Menyisakan kilatan sinar yang menerangi foto keluarga di kamar Jovi.  Gadis itu melihatnya, wajah bahagia keluarganya yang malam ini menjadi malam terakhir ia bisa bersama mereka.  Sementara itu tangan Bagas semakin lancang. Ia hampir mendaratkan bibir di wajah Jovi yang begitu menggodanya. Sedangkan salah satu tangannya menggenggam kuat tangan Jovi agar tak memukuli dirinya. "Cantik sekali," ucap Bagas yang sudah dikuasai nafsu. Jovi menyadari sesuatu. Ia tak ingin hidupnya berakhir tragis seperti ini. Kakinya bergerak untuk menendang perut Bagas begitu keras. Pria itu langsung terpelanting. Ia tak mengira Jovi akan melakukan perlawanan. Padahal dirinya tak siap untuk hal itu dan langsung terjatuh dari tempat tidur. Jovi segera memanfaatkan kesempatan itu. Ia pun segera lari. Namun, saat dirinya melihat pintu kamar. Ia merasa itu bukan jalan yang bisa dipilihnya. Ia pun melihat pintu lain yang menghadap teras kamar. Mungkin dia bisa lewat sana. "Mau ke mana kamu?" teriak Bagas. Ia segera berlari mendekat kearah Jovi.  Pintu teras kamar dibuka. Jovi segera lewat sana dan memegang terali besi pembatas teras. Kini di hadapannya adalah halaman depan rumah. Mungkin dirinya lebih baik terjun dari pada menyerahkan diri pada seorang laknat seperti Bagas. "Hey, jangan lakukan itu!" Bagas mencoba untuk mencegah. Sayangnya sudah terlambat. Jovi sudah melompat ke halaman depan rumah. Ia hanya berharap polisi akan datang dan segera menemukannya. Setelah itu, matanya terpejam. Ia hanya melihat sekilas awan gelap di langit yang meneteskan airnya. Terasa dingin dan menusuk di kulit seorang Jovi. ** Jovi sedang berada di dalam ruang perawatan. Ia terkulai lemas di atas tempat tidur salah satu kamar rumah sakit. Sepasang suami istri sedang memperhatikan dan menjaganya sejak tadi. Mereka terlihat sangat sedih. Amat sangat disayangkan kejadian yang sudah terjadi terhadap Jovi. "Gimana ini Pa?" tanya Maya pada suaminya.  Perempuan yang kisaran umurnya selisih lima tahun lebih muda dari mama Jovi itu terlihat begitu murung. Ia bingung harus berbuat apa.  "Kita doakan saja biar Jovi segera sadar dan pulih." ** Bagai disambar petir di siang hari yang cerah. Derry, Paman Jovi yang selama beberapa hari ini selalu menjaga Jovi di rumah sakit merasa sangat terpukul. Dirinya harus menerima kenyataan pahit yang sangat menyakitkan. Ia harus mendengar kabar buruk dari dokter yang menangani Jovi. Bahwa Jovi mengalami patah di kakinya dan mengharuskan perawatan intensif agar bisa kembali berjalan. "Bagaimana ini Ma. Kita nggak punya cukup uang untuk melanjutkan perawatan Jovi?" tanya Derry pada istrinya. "Sabar Pa. Mungkin kita bisa minta bantuan pada Dirga. Diakan adik kamu juga. Lagipula dia juga tangan kanan papanya Jovi. Pasti dia bisa bantu. Mungkin dia bisa mengambil sedikit tabungan Jovi untuk pengobatannya," ucap Maya.  Wanita itu berusaha kuat. Ia tahu suaminya itu sudah menganggap Jovi seperti anaknya sendiri.  "Kalau begitu biar aku hubungi Dirga. Semoga dia bisa membantu kita!" ** Perusahaan yang sedang dibangun oleh keluarga Jovi adalah salah satu perusahaan besar. Dirga sebagai tangan kanan papa Jovi yang bernama Chandra. Kini menjadi pemegang kekuasaan penuh di perusahaan itu. Derry berusaha menemui Dirga di kantornya. Setelah menunggu cukup lama. Akhirnya kedua kakak beradik itu bertemu.  Derry berusaha menyampaikan maksud kedatangannya. Ia tahu jika Dirga mendengar kabar buruk yang menimpa keluarga Kakak tertua mereka. Namun aneh rasanya saat Dirga tak menunjukkan keprihatinan dirinya pada Jovi. Ia bahkan terkesan acuh dan tak peduli. "Maaf Kak Derry. Tapi tabungan keluarga Chandra masih dibekukan. Hanya Jovi sendiri yang bisa mengambilnya. Itupun kalau Jovi sudah cukup umur. Selain itu, tidak ada yang bisa diambil dari aset keluar Chandra. Karena bersamaan dengan peristiwa naas itu, perusahaan Kak Chandra mengalami kebangkrutan. aku harus menjual semuanya untuk menutupi hutang di beberapa perusahaan besar dan juga membayar karyawan." "Bagaimana dengan rumahnya?" Dirga menyunggingkan bibirnya sambil menatap jendela kaca yang cukup besar. "Sudah disita bank," ucap Dirga tanpa melihat Derry yang sejak tadi hanya melihat punggungnya saja. Sulit dipercaya sebenarnya jika keluarga Jovi mengalami kebangkrutan. Akan tetapi, Derry berusaha menerima. Rasanya tak banyak yang bisa dilakukan jika tidak ada dana sedikitpun untuk pengobatan Jovi dari keluarganya. Padahal Jovi membutuhkan dana cukup besar untuk kesembuhan dirinya pasca kejadian berdarah yang telah terjadi di rumahnya. "Kalau begitu, aku permisi. Semoga Kak Dirga bisa mengembalikan kejayaan perusahaan Kak Chandra secepatnya." Derry berlalu pergi. Ia tak yakin akan kebangkrutan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, sudah pasti beritanya akan masuk surat kabar. Sementara Dirga bisa merasa menang. Kini kekuasaan penuh seluruh perusahaan dan aset keluarga Chandra berada dalam genggamannya. Ia adalah penguasa satu-satunya. ** Mentari bersinar cukup terang pagi ini. Ada semangat yang ingin disampaikan pada gadis remaja yang masih tergeletak lemah di tempatnya. Ia bahkan tak mau bicara atau menyapa orang yang menjenguknya. Padahal ia bisa melakukan hal itu. "Jovi, sampai kapan kamu bersikap seperti ini?" batin Maya merasa resah. Ia hanya bisa berharap keajaiban akan terjadi dan membuat Jovi kembali seperti dulu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD