Chapter 1

847 Words
Sabdha membanting pintu rumahnya kesal. Perdebatan cukup alot melalui ponsel antara dirinya dan ayahnya cukup menguras tenaga. Rahendro, ayah Sabdha, tiba-tiba meneleponnya untuk mengabari bahwa salah satu pejabat korup di Indonesia meninggal dunia karena serangan jantung tiba-tiba di penjara. Sabdha sudah tahu. Berita itu memenuhi TV dan media sosialnya. Yang membuat Sabdha tidak habis pikir adalah permintaan ayahnya untuk menikahi Natasha Anandya Batara, anak dari pejabat korup itu. Sabdha akui, peran Andi Batara sangat besar dalam hidupnya. Ayahnya yang dulu hanyalah orang desa sekarang menjadi salah satu dewan direksi di sebuah perusahaan telekomunikasi milik Andi Batara di Singapore. Sabdha juga tidak pernah menyangka bahwa dirinya yang dulu harus berjalan kaki melewati jalan berlumpur untuk ke sekolah, bisa menamatkan pendidikannya di Brisbane, Australia, dan menjadi founder salah satu perusahaan start up paling sukses di Indonesia. Balas budi, katanya. Sabdha bukan orang tidak tahu terima kasih. Ia tidak ada menutup mata jika anak itu meminta pertolongan. Tapi bukan begini caranya. Ia bisa menolong anak itu tanpa harus menikahinya. Sabdha pernah bertemu Natasha beberapa kali dan yang terakhir adalah sebelum Ia pergi ke Brisbane. Kesannya terhadap perempuan itu bukanlah kesan yang baik. Ponselnya berdering menandakan ada sebuah notifikasi pesan baru yang masuk. Ayah. "Kamu pikirkan dulu baik-baik ya, Dha. Besok Ayah dan Ibu kesana." -- Mood Sabdha menjadi buruk seharian. Ia sudah punya kekasih dan Ia sudah berniat melamar wanita itu. Memang, Ia belum pernah memperkenalkan Dira kepada orangtuanya. Ia belum menemukan waktu yang tepat untuk membawa Dira bertemu kedua orangtuanya. Sabdha tidak tahu kalau orangtuanya sudah berada di rumahnya begitu Ia tiba. Rumah yang tidak sebesar istana, tapi nyaman dan cukup besar untuk keluarga kecilnya nanti. Ibu dan Ayahnya sudah duduk manis diruang tamu bersama seorang wanita yang Ia sudah bisa tebak, Natasha. Wanita itu terlihat sedikit berbeda dengan yang terakhir Ia lihat 8 tahun lalu. Wajahnya semakin cantik, memang. Tetapi tubuhnya menjadi kurus dan pandangannya kosong. Terlihat sekali betapa hidup menampar wanita ini keras-keras. "Sudah lama, Bu, Yah? Kok nggak terlfon Sabdha?" Sabdha menyapa sambil mencium punggung tangan kedua orangtuanya. "Belum lama kok. Kamu ganti baju aja dulu. Ibu tadi beli makanan banyak. Ibu sama Nata panasin makanannya dulu." "Siap!" -- Selama makan malam, Natasha tidak banyak bergabung dalam percakapan keluarga kecil itu. Pikirannya masih kosong dan Ia tersadar ketika namanya disebut. "Oh iya, Nata kan kerja di kantor kamu, Dha." Natasha mengerutkan keningnya. Jadi tokoline, marketplace terbesar se Indonesia itu adalah milik laki-laki ini? Ia memang tidak pernah bertemu Sabdha secara langsung di kantor karena sebagai karyawan baru, tidak ada hal yang membuatnya bisa berurusan langsung dengan Sabdha. "Oh iya? Di bagian apa?" "Product development," jawab Natasha sekenanya. "Dia lewat jalur rekrutmen resmi loh, Dha. Katanya peserta tesnya ribuan orang ya?" "Iya, Bu. Kita lagi butuh orang banyak, jadi ya dibuka besar-besaran. Sekaligus memperkenalkan perusahaan lebih dalam ke mereka." Natasha melihat senyum bangga Bapak dan Ibu Rahendro. Sebuah prestasi memang, menjadi CEO dari perusahaan startup terbesar se Indonesia di usia yang sangat muda. Orang tua mana yang tidak bangga? "Kamu perhatiin Nata ya, Dha, kalau di kantor. Pasti  banyak yang godain," ujar Ibu Rahendro sambil mengusap kedua bahu Natasha lembut. "Iya, Bu." "Kamu juga pastiin Nata makan terus ya. Badannya kurus begini." "Iya, Bu." "Gimana kalau Nata tinggal disini aja? Ibu tuh khawatir kalau Nata di datengin orang nggak jelas di kosannya." Nata langsung menggeleng tegas. "Nggak usah, Bu. Aku baik-baik aja kok." Dari sudut matanya, Nata juga bisa melihat Sabdha yang hampir melayangkan protes. Ia tidak mau menjadi beban orang lain. Apalagi orang yang jelas-jelas tidak mau menerimanya. "Disini juga ada Mba Sari kok, Nat. Mau ya sayang?" Nata menggeleng lagi. "Nggak usah, Bu. Nggak apa-apa. Kosan Nata ramai kok. Nata juga tinggal sama ibu kosnya. Jadi aman." Walaupun tidak puas dengan penolakan Nata, Ibu Rahendro mengangguk. "Kalau kamu butuh apa-apa, kamu bisa bilang Sabdha atau Ibu ya, Nata?" Nata tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih, Bu." "Ibu bungkusin kamu makanan dulu. Nanti kamu pulang diantar sama Sabdha ya." -- "Sebelum saya datang, Ibu sama Ayah bicara apa aja?" Sebuah pertanyaan yang dilayangkan bahkan sebelum mobil yang dikendarai Sabdha keluar komplek. "Mereka tanya...apa saya mau menikah sama Bapak." "Terus kamu jawab apa?" "Saya jawab enggak. Saya belum ada rencana untuk menikah dalam waktu dekat." "Bagus, karena saya juga udah punya calon tunangan." "Good to hear that." "Saya nggak mau merasa punya hutang budi sama kamu," ucap Sabdha yang membuat Nata mengerutkan keningnya. "Saya nggak merasa Bapak berhutang budi sama saya," jawab Nata sengit. "Tapi kedua orangtua saya merasa begitu." Natasha menggeleng. "Nggak perlu. Saya baik-baik saja." Setelah dua puluh menit berlalu dalam diam, Honda Accord milik Sabdha tiba di depan lobby kantor. Natasha sendiri yang meminta untuk diturunkan disana. Sabdha tidak perlu tahu betapa menyedihkan kondisi tempat tinggalnya saat ini. "Terima kasih," ujar Natasha singkat sebelum menutup pintu mobil. -- Pada keesokan harinya, hari sudah gelap saat Natasha hendak pulang. Kantor masih ramai, memang karena kantor ini beroperasi 24 jam. Tapi untung saja divisi yang Ia pilih mempunyai jam kerja normal jadi Ia bisa kembali sore hari. Ponselnya berdering saat Ia baru masuk ke lift. Bu Santi. Pemilik kos tempat Ia tinggal meneleponnya. "Halo?" "...." "Siapa yang cari saya, Bu?" Pintu lift terbuka di lantai 8 dan beberapa orang masuk. Termasuk Sabdha. Ini pertama kalinya Natasha bertemu Sabdha di kantor. Sabdha berdiri tidak jauh dari tempatnya berdiri, namun Natasha tidak peduli. "...." "Tapi saya nggak kenal, Bu." "...." "Iya saya ke kosan sekarang." -- Sabdha tahu ada sesuatu yang terjadi pada wanita itu. --
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD