Chapter 1

998 Words
Garrend bersenandung kecil sambil berjoget dan keluar dari kamarnya masih dengan handuk putih yang melilit di pinggangnya. Kebiasannya setiap pagi adalah minum kopi terlebih dahulu sebelum berpakaian. Ia berjalan ke dapur dan ikut berteriak setelah mendengar suara wanita berteriak. Ia melihat wanita itu yang sedang menutup mata dengan kedua tangannya. "Who the hell are you?" tanya Garrend kesal. Jantungnya masih berdegup dengan kencang. Ia kaget sekali. Ia melihat wanita itu membuka matanya perlahan dan mulai mempertanyakan keamanan apartemen ini karena bisa-bisanya orang asing masuk kesini. "Pak Garrend?" "Kamu siapa?" Tanya Garrend lagi. "Saya Abiyan, Pak." "Dan kamu ngapain disini?" "Maaf saya lancang, Pak. Saya adalah anaknya ibu Farida. Ibu saya sakit dan benar-benar gak bisa kesini. Jadi mulai saat ini saya yang ganti Ibu kerja disini. Sekali lagi saya minta maaf." Wajah wanita itu terlihat takut dan menunduk, tidak mau menatapnya. Garrend menghela nafas. Ia langsung percaya dengan pernyataan wanita dihadapannya. Ia melihat Abiyan perlahan-lahan mengangkat wajahnya dan saat pandangan mereka bertemu, wanita itu langsung memalingkan muka. Garrend baru ingat kalau ia belum berpakaian dengan benar. "Buatkan saya kopi." Biyan mengangguk. Ia segera membuatkan kopi untuk Garrend sementara laki-laki itu berjalan ke kamarnya untuk berpakaian. Sebelum kesini, Ibunya berpesan pada Biyan untuk membuatkan sarapan juga untuk Garrend karena sepertinya laki-laki itu lebih sayang pada uangnya daripada tubuhnya sehinga kotak obat Garrend isinya obat maag semua. Ia menyempatkan diri ke pasar terlebih dahulu sebelum kesini.Biyan sudah membuat ikan fillet tepung dan sup untuk laki-laki itu. "Dimana kopi saya?" Garrend menghampirinya sambil mengancingkan lengan kemeja putihnya. Rambutnya masih agak basah dan belum ia rapihkan. "Sudah saya letakkan di meja, Pak." Garrend berjalan ke ruang makan dan melihat makanan diatas meja. "Ini kamu yang buat, Abiyan?" "Iya, Pak. Ibu yang minta saya buatin sarapan buat Bapak. Gak ada racunnya kok." Garrend mencibir. Ia duduk dan menyendok nasinya. Sudah lama sekali ia tidak sarapan. Apalagi sarapan dirumah. "Abiyan, kesini." Garrend berteriak dari meja makan. Ia telah selesai menghabiskan sarapannya yang surprisingly enak! Biyan yang sedang mengambil baju kotor Garrend langsung mengelap tangannya dan menghampiri laki-laki itu sambil setengah berlari. "Ada apa, Pak?" "Jadi kamu akan menggantikan ibu kamu?" Biyan mengangguk. "Dan kamu akan datang pagi hari?" "Saya harus kuliah siangnya. Jadi saya datang kesini pagi." “Apakah kamu akan memasak? Biyan mengangguk. Garrend mengeluarkan uang di dompetnya dan meletakkanya di meja. "Ini untuk belanja makanan minggu ini dan gantinya uang belanja hari ini,” ujarnya. "Tapi ini terlalu banyak, Pak." "Sama buat biaya berobat ibu kamu." Garrend berdiri dan berjalan ke kaca besar di dekat ruang tengah. Biyan memperhatikan laki-laki itu yang menata rambutnya lebih lama dari wanita ketika sedang menata rambut. "Kamu ngapain liat-liat saya?" Biyan langsung berlari ke kamar mandi untuk mencuci baju laki-laki itu. -- Biyan berangkat setelah memastikan apartemen Garrend rapih. Ia mengganti bajunya dan keluar dari apartemen itu. Sudah waktunya kuliah. Untungnya akses dari apartemen laki-laki itu ke kampus cukup mudah sehingga ia hanya perlu naik bus satu kali untuk sampai di kampus. "Biyan!" Biyan menoleh dan melihat Attar berjalan mendekat. "Hai, Attar." "Tadi gue liat lo di The Palace. Tapi pas gue manggil lo nya nggak denger malah langsung naik bus." "Lo tinggal disana?" Biyan balik bertanya. "For now, yes. Lo ngapain disana, Bi?" "Gantiin Ibu. Ibu gue bantu-bantu disana dan sekarang lagi sakit. Jadi gue yang gantiin." "Sorry to hear that,” ucap Attar tulus. “Parah nggak sakitnya?" "Enggak sih." "Lo kesana hari apa aja? Bareng aja berangkat ke kampusnya." Biyan tersenyum. "Baik banget! Senin, Rabu, sama Jumat gue kerjanya. Temenin gue ke supermarket hari ini mau nggak, Tar?" "Iya boleh." -- "Ih Attar itu buat bos gue." Biyan melihat Attar yang sedang memakan satu persatu anggur di trolly yang sedang laki-laki itu dorong. Ia kembali ke tempat anggur lagi dan mengambil lagi anggur disana. "Gue yakin bos lo lebih suka jus anggur daripada anggur utuh kayak gini." Biyan mengerti maksud Attar itu adalah minuman anggur yang tidak pernah ia temukan di apartemennya. "Lo lebih suka semangka atau melon?" tanya Biyan. Mereka sedang di antara buah-buah besar. "Jeruk." "Jeruk asam, Tar." "Life's not always sweet, Biyan." "Tapi kalo gue kasih jeruk ke orang yang punya penyakit maag akut gimana?" "He'll be dead." "Benar. Jadi semangka atau melon?" "Semangka deh." Biyan mengambil satu buah semangka utuh dan meletakkannya di trolly. Mereka lalu berjalan ke bagian daging dan Biyan sedang memilih ayam potong. "Lo suka ayam diapain, Tar?" "Ayam kecap's fine. Ayam bakar, ayam kampus juga gue suka." Biyan mencubit pelan pinggang laki-laki itu. "Serius dikit kek,” gerutu Biyan yang malah membuat Attar tertawa. "Ayam kecap deh." Biyan lalu mengambil bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat ayam kecap. "Beli s**u juga, Bi." "Gue nggak tau dia suka s**u atau enggak." "Dia pasti udah lama nggak nyusu since dia masih bujangan" "Attar!" Attar tertawa keras melihat wajah Biyan memerah. Biyan akhirnya mengambil dua kotak besar s**u coklat dan memasukkannya ke trolly. "Selesai." -- "Ibu, Biyan pulang." Attar mengantar wanita itu sampai rumahnya sekaligus membawakan belanjaan Biyan. Attar juga ikut membeli makanan untuk wanita itu yang sebelumnya ditolak mentah-mentah. Biyan membuatkan laki-laki itu teh hangat karena Attar tidak mau pulang. "Habis minum pulang ya." Attar tertawa. Ia menghampiri ibu Biyan yang sedang berbaring di kamarnya. "Ibu, Attar pamit pulang. Udah diusir Biyan soalnya." Biyan langsung menatap laki-laki itu tajam. "Loh Biyan kok nggak sopan sama tamu?" "Biyan kan bercanda, Bu." Wanita itu merengut. "Nggak papa bu udah biasa kok. Attar pulang ya bu." "Antar Attar ke depan ya, Biyan." "Siap, Bu." Biyan menunju pelan lengan Attar dan tertawa. "Makasih banyak ya, Tar." "Tumben manis." Biyan mendengus. "Udah masuk sana." "Hati-hati di jalan, Tar." Biyan masuk lagi kedalam rumah dan membereskan barang-barang belanjaannya dan barang-barang yang dibelikan Attar tadi. Ia mendengar ibunya memanggil dan menghampirinya. "Ada apa bu?" "Tadi Pak Garrend telfon, minta kamu buat datang besok, soalnya orangtuanya mau kesana." "Kalo kamu nggak bisa, ibu aja nggak papa,” lanjut ibunya. "Bisa kok bu. Biyan masuk siang. Iya Biyan kesana besok. Biyan mau beres-beres dulu ya, Bu." -
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD