1. Give In

1105 Words
Wanita itu memangku dagunya menunggu seorang pria yang tidur di hadapannya. Dia melihat jam tangan dan menggoyang goyangkan salah satu kakinya menantikan pria ini terbangun. Ingin sekali dia meraba wajah itu dan membangunkannya dengan sebuah kecupan dan nada suara yang mesra. Namun, sepertinya dia tidak mempunyai hak meskipun sudah hampir tak terhitung mereka sering menyatukan diri. Tak ayal, saling membelai dan mendesah lembut sudah menjadi ritual yang harus mereka lakukan ketika bertemu. Apalagi saat mereka sama sama terbuai dengan cairan ungu atau merah yang memabukan. Dia mencoba kembali mengulurkan tangannya hendak memegang dahi pria ini tapi dia kembali mengurungkannya. Wanita itu memutuskan untuk menunggunya sebentar lagi. Dia hanya memperhatikan bentuk sempurna pria ini. Sisi dingin dan paras menawannya tidak luntur meski dalam keadaan lemah sekalipun. "Javier, bangunlah, aku sudah sangat lama menunggumu," kata wanita itu masih dengan nada pelan. Akhirnya dia memberanikan diri lagi menyentuh punggung tangan pria bernama Javier itu. "Javier, mengapa kau begini? Ibumu mengkhawatirkanmu," kata wanita itu lagi. Tak lama ketika wanita itu terus mengelus punggung tangannya dengan lembut, pria itu sedikit menggerakan tubuhnya dan menggelengkan kepalanya. "Camille ... Where are you?" seru Javier terbata-bata dan terasa sesak ketika menyebut nama wanita itu. Deg! Wanita yang sejak tadi menunggunya menatapnya semakin sendu dan muram. Sulit sekali menjadi sesuatu yang dapat dibutuhkan pria yang ada di depannya ini. "Javier, ini Laura. Camille akan segera ditemukan. Bisakah kau mendengar suaraku?" sahut Laura berbisik. "Camille ... Kembalilah, aku akan menikahimu, memberikan yang kau inginkan ..." kata Javier lagi dengan sangat lemah. Deg! Satu guncangan lagi menggetarkan jantungnya. Rasanya seperti sebuah tombak yang langsung menancap ke inti pusat paru paru lalu mengenai jantung. Wanita bernama Laura itu menundukan kepalanya. "Kita akan menemukannya, Javier. Sekarang, bangunlah dulu. Kumohon," kata Laura lagi sambil memegang punggung tangan Javier. Javier akhirnya berhasil membuka matanya. Sepertinya dia sudah tertidur terlalu lama sejak kemarin siang. Dia menoleh mendapatkan Laura yang menunduk. Pikirannya terlalu terbayang bayang oleh kekasihnya dan hatinya begitu mendamba menginginkan sebuah sentuhan yang menenangkan dirinya. Dia pun menarik tangan Laura sampai wanita itu berhadapan dengannya. "Camille, aku merindukanmu," kata Javier lagi menatap tajam Laura. "Aku, aku, aku Laura, Javier," koreksi Laura sedikit takut. "Jangan tinggalkan aku, Camille. Aku akan melakukan apapun untuk dirimu," sahut Javier dengan mata sayu dan merana. "Aku Laura, Javier. Sadarlah," balas Laura lagi terbata. Javier menggeleng masih memegang wajah Laura dan kini malah menaikan wanita semampai itu ke atas dirinya. "Ah, Javier, apa yang kau lakukan? Tubuhmu masih lemah. Kau juga belum makan sedikitpun," seru Laura di mana dalam hati cukup senang karena dapat berpelukan dengan pujaan hatinya, tapi di sisi lain dirinya tidak lebih hanya seperti wanita rendahan di mata Javier. "Aku sudah berjanji padamu kalau kita akan bersama. Percayalah padaku, Camille. Tetaplah di sini, kau mengerti?" kata Javier mengelus wajah Laura. Laura memperhatikan wajah Javier yang begitu bersedih atas kehilangan Camille. Wanita itu tiba tiba menghilang ketika sekembalinya Javier dari sebuah perjalanan bisnis ke Nederland. Katanya pria ini hendak membuat pesta pernikahan termegah di Nederland dengan membawa seluruh keluarganya. Namun, yang terjadi dia tidak mendapatkan calon istrinya. "Tapi, tapi, Javi ... Er ... Argh!" Laura meringis karena sebuah tangan kekar itu telah merengkuh sisi pahanya menyibak rok baju terusan yang ia kenakan. Dan, belum saja Laura melanjutkan kalimatnya, bibir kecil nan tajam itu ketika berucap sudah membungkam bibirnya. Laura hampir tidak bisa bernapas dengan baik karena lahapan mulut Javier yang tidak bisa ia tolak bahkan ia langgar sedikitpun. Javier terlalu mendominasi dirinya dan dia selalu melemah tak berdaya akan semua sentuhan yang akan membawa mereka pada dosa terindah. "Javier!" satu kata yang berhasil Laura keluarkan dari bibir yang kembali mendapat serangan. "Diamlah, kau juga pasti menginginkannya dan inilah tugasmu yang sesungguhnya!" tutur Javier yang memang sudah tahu siapa yang hendak ia jajaki. Laura membelalakan matanya. Hatinya benar benar hancur. Kata kata ini yang selalu Javier sematkan ketika pergulatan ini hendak terjadi. Dia tak dapat menghindar. Dia terlalu mencintai pria ini. Entah kenapa ia akan melakukan segala cara agar mereka selalu berhubungan, apapun statusnya. Setetes air mata turun perlahan pada pipi putih itu. Sampai kapanpun, permainan ini harus ia ikuti. Dia sudah terjerumus terlalu dalam meski ada rencana yang harus ia buat. Javier terlalu mencintai kekasihnya. Dirinya hanya pelengkap jika saat itu hawa nafsu sudah menguasai pria multi talenta ini. Berkali kali, wanita perancang busana ini menarik napas dalam dalam. Berusaha untuk tidak menangis dan mengikuti kemauan Javier. Hentakan panjang dan cukup kasar terjadi berulang menghujam inti bawahnya sana. Cengkraman ringan bertandang sempurna pada pundak Javier sebagai bentuk pelampiasan terdalam dan mungkin terakhir dari seorang Laura. Sulit sekali rasanya dia mendengarkan kakaknya dan hidup bahagia meski tanpa cinta. Dan akhirnya pria itu sampai pada puncaknya. Tanpa memikirkan perasaan Laura dan hanya menuntaskan gairahnya. Membuatnya dapat kembali tenang meski meninggalkan kekecewaan yang berulang kali diterima wanita ini. "Kuharap kau tahu batasanmu dan tidak mencampuri hubunganku dengan Camille, Laura!" kata pria berparas runcing itu masih menindih tubuh Luara. Deg! Pria ini mengetahui dirinya. Ya, sudah selayaknya akan terus seperti ini. Javier memindahkan tubuhnya dan duduk bersandar pada sisi tempat tidur sementara Laura sibuk membenarkan pakaiannya. Tak lupa dia menghapus air mata yang masih tertinggal di pipinya. "Aku tidak mengerti apa yang kau katakan, Javier, tapi biarkan aku melihatmu makan barang hanya sedikit saja," sahut Laura pura pura tidak mendengar jelas perkataan Javier. "Hem!" Pesetujuan singkat Javier sudah merupakan jawaban yang jelas bagi Laura. Laura pun meraih makanan Javier. Semangkuk ramen dengan gingseng. Javier menarik napas panjang dan menoleh ke arah mangkuk itu. "Siapa yang memasaknya? Apa Camille?" tanya Javier yang sangat mengetahui makanan yang sering Camille masakan. Sementara Laura tidak begitu bisa memasak. Laura menggeleng. Pria ini terus mengingat nama kekasihnya padahal baru saja mereka berseteru dalam kenikmatan. Satu sisi Javier malah makin mencintai wanita lain dan di sisi lain, Laura makin menggilai Javier. "Aunty Ella. Makanlah. Aku harap Camille segera kembali dan jangan lagi membuat cemas Aunty Ella. Dia sangat takut sehingga terpaksa menyuruhku ke sini," jawab Laura dengan terus menundukan kepalanya. "Suapi aku!" Hanya kata itu yang keluar dari pria yang sama sekali hanya menganggapnya sahabat. Laura pun melakukannya. Jika seperti ini, rasa sakit terasa hilang sementara. Hanya sampai beberapa suap kegiatan ini berlangsung. "Pulanglah. Aku sudah cukup lebih baik. Aku akan ke apartemen Camille malam nanti," kata Javier seperti sebuah mantra yang langsung terserap oleh Laura. Laura hanya mengangguk. Dia berdiri dan satu kali lagi dia melihat pujaan hatinya itu. Dia memegang dadanya dan keluar dari kamar dengan pencahayaan remang remang itu. Dia menarik napas dan mendongakan kepalanya. Sudah cukup air mata yang keluar untuk pria ini. Dia tidak boleh terlihat lemah di hadapan ibu Javier atau Ella, nama wanita tua itu. ... TBC,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD