KEBETULAN BERTEMU JODOH

2375 Words
“Apa hal yang paling kalian takuti di dunia ini? Aku sendiri akan menjawab cinta. Cinta sangat menakutkan karena bisa merubah kepribadian seseorang, entah itu ke arah baik atau buruk. Cinta benar-benar menakutkan dan membuat kecanduan.”  -Siren Vegakira. ***  Seorang penulis yang selalu duduk di hadapan laptopnya dengan banyak ekspresi yang bisa terlihat di wajahnya. Dia adalah seorang Siren Vegakira, ratu drama yang hanya bermain dengan bayangannya.   “Menurutku kau harus mencoba mencari pasangan,” ucap Deni, editornya yang berusia sepuluh tahun lebih tua darinya. “Beberapa editor lain yang membaca karyamu juga mengatakan bahwa kisah romansa yang kau sajikan akhir-akhir ini terlalu monoton.”  Saat ini Siren berada di rumah editornya, dia duduk di ruang tamu bersama tuan rumah (editornya) dan nyonya rumah ini. Ini bukan pertama kalinya jadi Siren bisa duduk dimana pun dan dengan gaya apapun.  “Aku sudah mencoba, tetapi Kak,” Siren memajukan tubuhnya, wajahnya berubah serius. “Aku tidak menemukannya.”  Deni tertawa. “Bagaimana cara kau mencari? Jika kau mencari tokoh yang sesuai dengan karakter novelmu, kau akan sulit mendapatkannya. Ren, tidak ada orang sesempurna itu.”  “Aku tidak mencari yang sempurna tetapi di dunia ini masih banyak orang tampan, masalahnya adalah kenapa aku tidak bisa menemukannya? Apa salahku?” Siren menghela napas dengan cara yang sangat dramatis. “Aku pikir pangeranku sudah mati, aku menyerah mencarinya.”  “Minta bantuan teman-temanmu saja,” ucap Aura, istri Deni sekaligus nyonya rumah ini. “Bukankah kau memiliki banyak teman? Minta saja bantuan mereka, mungkin kau akan menemukan pria yang kau cari.”  “Begitu?” Siren mengedip-ngedipkan matanya. “Hah, kenapa menulis novel romansa serumit ini? Apa aku tidak bisa ganti genre saja?”  “Ganti genre? Apa?”  Siren tersenyum. “Thriller? Misteri? Bagaimana menurut Kakak?”  “Tidak,” Deni menggelengkan kepalanya. “Jelas tidak- auh, kau akan membuat banyak orang terbahak-bahak. Kau tidak ingat terakhir kali kau melakukannya? Bagaimana bisa seseorang yang sudah ditusuk lima kali masih sempat-sempatnya melepas earphone di telinganya?”  “Itu thriller-komedi, Kak.”  “Naskahmu saat itu membuat Ody murka, katanya itu penghinaan untuk suasana menegangkannya. Kau berhasil membangun suasana menegangkan, tetapi kau menghancurkannya dengan tawa. Kau membuatnya menjadi tidak masuk akal, lain kali tolong tempatkan komedinya di bagian yang tepat, oke? Kakak mohon padamu.”  Aura tertawa. “Kau memang lebih berbakat membuat orang tertawa, Kakak pikir kau harus menemukan laki-laki yang sedikit menyebalkan dan serius. Benar, kau harus menemukan laki-laki seperti itu.”  “Kakak pikir itu mudah?” Siren mendesah kesal. “Aku sudah mencarinya selama enam tahun tetapi tidak menemukan siapapun yang mendekati kriteriaku.”  “Bukan kriteriamu, tetapi kriteria tokoh novelmu,” Deni menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kau tidak serius mencari pacar, kau hanya mencari pria yang mendekati watak tokohmu.”  “Apa aku benar-benar harus mencari pacar?” Siren berpura-pura menangis. “Aku sudah bilang aku akan menjomblo sampai ada yang melamarku.”  “Bohong,” sanggah Aura. “Ibumu mengadu padaku bahwa kau menolak dua lamaran pria sekaligus.”  Siren berhenti menangis, wajahnya kembali serius. “Kak, yang satu akan menjadikanku istri kedua dan yang satu lagi tidak mau memiliki anak- maksudku, kalian mengerti apa maksud dari perkataanku, bukan? Tujuanku menikah adalah memiliki anak dan dia tidak mau, bukan karena dia tidak bisa tetapi dia tidak mau. Dia bahkan tidak ingin menjelaskan alasannya, hauh.. aku kesal saat kembali memikirkannya.”  Aura mengangguk, dia menepuk bahu adik sepupunya itu. “Cari yang lain saja, kau benar sudah menolak mereka.”  Deni yang melihat istri serta adik sepupu iparnya itu hanya bisa menghela napas. Dia sudah menjadi editor Siren selama tiga tahun terakhir dan menerima banyak penghargaan atas pencapaian novel Siren, hanya saja novel terakhirnya dan novelnya kali ini memiliki kisah romansa yang cukup monoton sehingga mereka harus berdiskusi dengan serius.  “Kau perlu bantuan kami?” tawar Aura. “Deni pasti memiliki banyak teman, bukankah begitu, sayang?”  “No!” tolak Siren. “Aku tidak percaya kalian, terakhir kali kalian menawarkan itu ternyata seorang duda beranak lima datang. Kalian luar biasa tetapi aku akan berusaha dengan kemampuanku sendiri.”  “Siren, kau-“  “Aku akan memacari seseorang, aku akan mengajak kencan seseorang,” Siren berdiri. “Sudah, ya? Sampaikan salamku kepada keponakanku yang cantik saat dia pulang sekolah nanti. Bye.”  “Pastikan kau menemukannya, kau harus menyelesaikan novelmu sebelum tahun ini berakhir. Kau tahu itu kan, Nona Siren Vegakira?”  “OKAY!!”  Hah.. mencari uang memang tidak pernah mudah. ***  “Jadi kau ingin kita mencarikanmu seorang kekasih? Kencan buta?”  Siren mengangguk, dia sengaja mengundang ketiga temannya untuk makan siang dengan iming-iming dia yang akan mentraktir. Sekarang, setelah tiga temannya datang dia mulai mengutarakan keinginannya.  “Bagaimana tipe idealmu?”  “Tingginya harus lebih dari 180 cm, memiliki senyum yang menyebalkan tetapi tidak bisa dilupakan, em.. matanya tidak begitu besar- kalian tahu? Agak sipit tetapi tidak sesipit itu, hidung mancung, sedikit berotot- ah, aku tidak keberatan dengan pekerjaannya selama dia bukan orang jahat dan-“  “Berhenti!” Lami menginterupsi. “Kau gila? Dimana kami akan menemukan laki-laki seperti itu?”  “Kau tidak sedang menyebutkan kriteria tokoh utama pria novelmu kan, Ren?”   Siren hanya bisa meringis, dia menyatukan kedua tangannya dan memohon kepada teman-temannya. “Kalian bisa membantuku, kan? Siapa yang tahu kalau tahun depan aku tidak lagi menulis dan tahun ini adalah tahun terakhirku sebagai novelis?”  “Ya.. ya,” Rinai mengangguk. “Kau sudah mengatakan itu sejak dua tahun lalu.”  “Nai, aku sudah dua puluh delapan tahun.”  “Ya, kami semua tahu fakta itu tetapi tidak ada batasan umur untuk penulis, Ren.”  Sebenarnya Siren tahu itu tetapi dia tidak ingin lagi menulis setelah berumur tiga puluh tahun. Dia tahu menulis adalah hobinya, sangat menyenangkan menulis kisah cinta dan komedi seperti yang dia lakukan selama sepuluh tahun terakhir. Hanya saja terkadang menulis membuatnya tidak bisa tidur, sakit di punggung dan belakang lehernya bertambah parah dan jika sudah mendekati deadline, rasanya Siren benar-benar akan mendekati garis kematian.  Mungkin beberapa orang pernah mengalaminya tetapi ada kalanya ini pekerjaannya membuatnya lelah. Bahkan di suatu waktu dia benar-benar menjauhi laptop dan buku-buku yang dia gunakan untuk menulis ide baru, Siren tidak begitu peduli dengan komentar buruk yang diterimanya di dua sampai tiga tahun pertamanya berkecimpung di dunia literasi ini. Namun di tahun ke empat sampai sekarang, Siren merasa dituntut, tiba-tiba hobi yang menyenangkan berubah menakutkan.  Saat-saat itu adalah yang terburuk, butuh berminggu-minggu untuk bangkit.  “Bukannya itu mantan pacarmu? Kenapa dia di sini?”  Perkataan Lami membuat Siren tersadar, dia kemudian menoleh ke arah yang ditunjuk teman-temannya dan benar saja laki-laki itu di sana. Pangerannya yang ternyata diciptakan untuk putri dari negara lain ada di sana, dia tersenyum sambil menggendong seorang putri kecil yang memiliki senyuman sama persis seperti dirinya.  Hah, irinya..  “Bukankah kau bilang kepada kami dia pindah ke luar negeri? Kau bilang dia menetap di kampung halaman istrinya.”  “Mungkin dia sedang berlibur,” kata Siren. “Bukankah mereka terlihat bahagia?”  Luna mengetuk meja, membuat Siren yang awalnya menatap keluarga kecil itu kembali fokus kepada teman-temannya.  “Kau sudah melupakannya bukan, penulis Siren Vegakira?”  “Tentu saja,” Siren menyeruput kopinya. “Kau pikir aku masih mencintainya? Ha.ha.ha, sepertinya memang begitu. Aish.. aku pasti sudah gila.”  “Katamu sudah ada pria lain yang mengisi hatimu!” tegur Lami geram. “Lupakan mantan pacar yang sudah beristri.”  “Pria lain?” gumam Rinai. “Siapa?”  “Entah, dia hanya mengatakan bahwa ada pria lain yang menarik perhatiannya, dia tidak menyebutkan nama,” jawab Lami. “Omong-omong siapa pria itu? Kenapa kau tidak mengajak pria itu berkencan?”  “Benar, kenapa masih mencari?”   Siren berdehem. “Dia..”  “Dia menolakmu?” tebak Luna.  Melotot, Siren mengepalkan tangannya. “Kau sudah gila?”  “Lalu dia kenapa? Siapa namanya?”  “Oliver,” gumam Siren cepat.  “Oliver?” ulang Rinai. “Nama yang bagus dan- tunggu.. OLIVER? Jangan bilang yang kau maksud adalah Oliver Kei?”  Sepertinya Siren harus siap-siap malu melihat tingkah ketiga teman dekatnya.  “Kau jatuh cinta kepada tokoh novelmu sendiri?” teriak Lami. “Kau gila? Kau pasti sudah gila. Kau tidak ingat alasanmu putus enam tahun lalu? VEGAKIRA!”  Beruntunglah mereka berempat langganan kafe ini dan pemiliknya kebetulan adalah tunangan Luna sehingga semua pelayan atau pelanggan lain sudah tidak asing dengan keributan yang mereka buat. Tetapi tenang saja, mereka memiliki ruangan khusus yang mampu meredam suara teriakan di kafe itu sehingga tidak akan terlalu mengganggu.  “Aku hanya mengagumi tokoh yang aku buat.”  “Itu tidak nyata!”  “Aku juga tahu karena aku belum gila, jadi kalian bertiga tenang saja. Haish, kenapa kalian membuat keributan tidak perlu? Pokoknya bantu aku mencari pria itu.”  Setelah kejadian hari itu, Siren benar-benar bertemu dengan pria- ah, lebih tepatnya banyak sekali pria. Dalam hati Siren bertanya-tanya bagaimana bisa teman-temannya mengumpulkan sepuluh pria dalam waktu satu minggu.  “Hai,” sapa Siren.  Pria pertama cukup tampan dan meskipun tingginya tidak sampai kriteria, dia memiliki senyuman yang benar-benar menyebalkan. Tetapi Siren lupa memberitahu teman-temannya bahwa dia tidak menyukai pria yang memiliki tato di wajahnya.  “Hai, perkenalkan.. Siren.”  Pria kedua bahkan enggan menjabat tangannya.  “Kau memakai hand sanitizer?”  “Sorry?”   “Kau baru saja memegang sandaran kursi itu.”  “Ya,” Siren kebingungan. “Lalu?”  “Kau harus membersihkan tanganmu, kita tidak tahu ada berapa kuman yang menempel di sandaran kursi itu.”  Sangat disayangkan karena Siren harus melepas pria kedua yang ternyata berprofesi sebagai dokter itu. Dia sangat tampan dan meskipun sangat-sangat peduli terhadap kebersihan, dia terlihat baik dari luar. Tetapi alasan Siren melepasnya adalah karena dokter itu sempat tertawa ketika dia menyebutkan pekerjaannya, jadi lebih baik melepasnya daripada menerima penghinaan nantinya.  Panggil saja Siren professional overthinker karena begitulah adanya.  “Halo, Jio, kan? Perkenalkan, Siren.”  Entah berapa kali Siren memperkenalkan diri selama tiga hari berturut-turut, bahkan di hari terakhir ini dia harus menemui rekan kencan butanya di sebuah mall karena dia bekerja di sana dan hanya bisa ditemui di jam istirahat.  “Hah, apa mencari pacar sewa harus melewati tahap seberat ini?” keluhnya sambil menghentak-hentakkan kaki, dia duduk di salah satu kafe dalam mall. “Sepertinya aku benar-benar harus berhenti menulis tahun depan dan mencari pekerjaan lain saja. Tetapi.. apa yang bisa aku kerjakan selain menghayal?”  Tiba-tiba mejanya diketuk. “Siren Vegakira?”  “Oh?” Siren tersenyum kecil ketika melihat seorang pria duduk di hadapannya. “Banyu?”  “Ya,” Banyu mengangguk sambil tersenyum lebar. “Wah, ternyata benar Siren Vegakira. Aku penggemar berat karyamu.”  “Ah, terima kasih.”  Baiklah, bukankah penggemar berat sangatlah bagus? Jika dilihat-lihat, Banyu sangat mendekati tipe pria yang diinginkan Siren untuk menjadi pacar sewanya. Dia cukup tampan, tinggi dan sejauh ini hanya Banyu yang memiliki senyuman selebar ini.  “Jadi apa yang kau kerjakan?” tanya Siren, membuka percakapan.  “Bukan pekerjaan yang hebat, aku hanya seorang kasir.”  “Itu lebih dari hebat,” puji Siren bersemangat, benar-benar semangat. “Kau bisa menggerakkan tanganmu secepat angin, menurutmu bagaimana jika tokoh novelku seorang kasir? Bukankah itu hebat? Mengandalkan kecepatan tangan.. benar, aku harus mencobanya.”  Banyu tertawa. “Kau benar-benar seperti yang diberitakan, menarik.”  “Kau sedang mengatakan bahwa aku menarik? Terima kasih, bukannya sombong tetapi aku memang seperti itu- ah, jangan jatuh cinta padaku meskipun kau ingin karena sainganmu tidak ada di dunia ini dan itu lebih berat dari apapun.”  Lagi-lagi Banyu tertawa. “Aku tahu, semua penggemarmu tahu dengan pasti bahwa kau hanya menyukai tokoh-tokoh novelmu.”  “Jika teman-temanku mendengar perkataanmu, mereka akan menghabisiku. Hah, kenapa aku harus mencari pacar di usiaku yang sudah tidak muda- tunggu, berapa usiamu?”  “Dua puluh tiga tahun,” jawab Banyu, dia mengedikkan bahu.  “Oh my, kau lebih muda lima tahun dariku. Apa aku perlu membuat novel tentang brondong? Bagaimana menurutmu?”  Pada akhirnya, itu bukanlah kencan buta melainkan sesi diskusi antara idola dan penggemarnya. Bisa-bisa kepala Siren pecah, Banyu adalah harapan terakhirnya dan dia bahkan tidak bisa memilih pria itu.  “Kau.. mengacaukan segalanya, Siren Vegakira!” teriaknya, tidak peduli bahwa dia berada di tengah-tengah kerumunan yang memandangnya aneh. “Kenapa kau tidak menghubungi salah satu dari mereka dan langsung mengajukan kontrak kesepakatan? Tidak, kau bisa kembali menemui Banyu, dia yang paling dekat saat ini.”  Siren Vegakira adalah makhluk paling tidak tahu malu, dia bahkan tidak peduli dengan tatapan orang lain dan tetap berbicara sendiri seperti orang gila.  “Oh, sial,” Siren berhenti berjalan dan merapatkan kakinya, ekspresi wajahnya berubah. “Tanggal berapa sekarang? Apa sekarang jadwalku haid? Aish.. aku harus segera mencari toilet!”  Berjalan dengan cara yang aneh, Siren pergi mencari toilet terdekat yang bisa dia gunakan untuk memakai sanitary pad nya, terlebih bagian perutnya juga mulai sakit.  “Toilet..” gumam Siren, matanya terus mencari sampai dia menemukan toilet yang diidam-idamkan.   Siren Vegakira memang penulis yang sangat hebat tetapi sayangnya dia bukan pelajar yang baik. Siren cukup ceroboh sehingga dia bahkan tidak bisa melihat tanda yang membedakan antara toilet pria dan wanita.  “Sanitary- wow..” seru Siren, dia bahkan bersiul.  Seorang pria yang baru saja keluar dari bilik toilet langsung terkejut begitu melihat Siren, seorang wanita yang berdiri dengan wajah ‘takjub’ nya di ambang pintu.  “Wow.. tampan sekali,” gumam Siren, dia bahkan tidak terkejut melihat seorang pria di toilet yang didatanginya dan malah mengagumi ketampanan pria yang ditemuinya di toilet itu.   “Sepertinya Anda salah masuk toilet, Nona,” tegurnya.   “Ah,” Siren mengedip-ngedipkan matanya. “Di sini bukan toilet wanita? Ah, perutku!”  Terlihat kebingungan melihat tingkah Siren, pria yang memakai jaket kulit berwarna hitam itu hanya diam saja.  “Bisakah aku memakai sanitary pad ku di sini?” Siren masuk ke dalam bilik toilet, tetapi sebelum itu dia menepuk pelan lengan pria yang baru dilihatnya itu. “Tolong tetap berjaga di sini, aku janji ini tidak akan memakan waktu lama.”  “Nona? Toilet wanita-“  “Ah, jangan pergi dulu, ada yang ingin aku tawarkan padamu. Jangan pergi, oke? Hanya dua menit, tunggu aku dua menit.”  Siren tidak percaya bahwa Tuhan mengirimkan jodoh yang dijanjikan untuknya di dalam toilet pria. Tunggu bukankah ini luar biasa?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD