Hero baru saja tiba di kamar hotel tempat dia dan Lani menginap. Lebih tepatnya kamar pengantin mereka. Lani sudah tidak berada di tempat tidur, selimut juga sudah diganti dan rapi. Hero melepas mantelnya dan pergi menuju balkon, dia duduk disana dan menyalahkan sebatang rokok.
Dia tersenyum mengingat apa yang dilakukan pada Dini, mencuri kecupan pagi yang membuatnya berakhir di lantai. Tidak ada akan ada wanita yang memperlakukannya seperti Nandini memperlakukannya.
Saat rokok sudah hampir habis, Lani keluar dari kamar mandi. Dia mengenakan bathrobe putih, rambutnya dibalut dengan handuk putih. Lani menghampiri Hero dan duduk di pangkuan pria itu. Dia mengambil rokok Hero dan mematikannya, Lani berucap, "Tidak baik untuk kesehatan."
Hero tidak marah, biasa pria tidak suka jika rokok mereka di matikan. Lagi pula dia memang tidak akan bisa marah dengan wanita di pangkuannya ini.
"Dari mana?" Tanya Lani.
"Dari rumah sakit, dia mengalami keram perut," jawab Hero.
"Temanmu itu lagi di Jakarta?"
"Ya, dia kemarin hadir di pernikahan kita, karena kelelahan dia mengalami keram perut ," jawab Hero.
"Datang ke pernikahan kami, dia sungguh luar biasa. Tapi siapa perempuan itu? Hero memiliki teman wanita terlalu banyak" Batin Lani.
"Kenapa diam, kamu marah?"
"Harusnya aku marah, setelah mendengar penjelasan mu meninggalkan pagi pertama kita membuat ku mengerti. Aku mungkin egois, tapi akal dan hati ku lebih ku berjalan dengan baik," ucap Lani.
Mendengar ucapan Lani membuat Hero tersenyum dan berucap, "Kamu memang istri yang paling sempurna."
Lani mengendus leher Hero, dan mengecupnya hingga meninggalkan bekas. Tanganya berlahan membuka kancing kemeja Hero. Apa yang dilakukan Lani membuat Hero membawanya kembali ke tempat tidur.
"Jangan lama-lama, Mama meminta kita sarapan bersama," ucap Lani. Namun, Hero tidak menghiraukannya karena dia sibuk menjelajahi setiap sisi tubuh istrinya.
...
...
Mereka berdua terlambat bergabung di meja makan, padahal kedua keluarga sudah menghabiskan setengah makanan. Lani mengenakan baju dengan leher tinggi untuk menutupi tanda yang di tinggalkan Hero. Sedangkan Hero, mengenakan pakaian kasual dengan kaus dengan leher v, membuat tanda yang ditinggalkan Lani terlihat jelas.
"Mama tahu kalian pengantin baru, tapi jangan buat semua orang menunggu," ucap Nyonya Laksana, Mama Hero.
"Jeng Hanna, kita sebagai orang tua harus memaklumi," ucap Mama Lani.
"Maaf Ma," ucap Lani.
"Mama kayak tidak pernah muda saja," ucap Hero menggoda ibunya.
Disebelah Nyonya Hanna, ada seorang gadis yang berusia 17 tahun. Dia terlihat cantik dan lembut, dia adalah Nora Hanindia Laksana. Nora adalah adik Hero.
"Hai Nora, kakak dengar kamu akan melanjutkan pendidikan di London?" Tanya Lani.
"Iya kak."
"Kapan kamu akan berangkat?"
"Minggu depan."
"Karena itu Mama mempercepat pernikahan kalian, agar kalian bisa pindah ke rumah. Mama akan kesepian jika Nora sudah di luar negeri. Kalian malam ini pulang ke rumahkan?" ucap Nyonya Hanna.
"Ya, tapi lusa kami akan berangkat bulan madu ke Jepang selama seminggu," ucap Hero. Yang ada dia akan mampir ke Bandung untuk menikah, barulah pergi honeymoon.
"Ya, kalian harus kembali sebelum Nora berangkat," ucap Nyonya Hanna.
Setelah selesai sarapan Hanna dan Nora kembali lebih dulu ke rumah. Sedangkan, Hero harus ke kantor menyelesaikan beberapa urusan sebelum pergi honeymoon. Sementara itu, Lani sedang bersama Ibunya di spa.
Melihat begitu banyak kiss mark di tubuh Lani, Margareta berucap, "Sepertinya kamu memiliki malam yang luar biasa."
"Ya, begitulah," jawab Lani sambil menikmati sensasi pijat di punggungnya.
"Kamu harus berusaha, Mama ingin mendengar kabar baik setelah kalian pulang honeymoon. Semakin cepat kamu melahirkan anak Hero itu akan semakin baik. Kamu juga bisa meminta hadiah saham keluarga dari ayahmu," ucap Margareta.
"Ma bujuk ayah untuk memberikan Villa di bogor untuk ku,"ucap Lani.
"Kamu minta sendiri, sekarang dia paling mendengarkan mu," ucap Margareta.
"Baiklah, nanti aku tidak akan mengantarmu pulang karena aku harus menemui Papa di kantor," ucap Lani.
"Ya."
...
...
Habis dari SPA, Lani pergi ke kantor ayahnya membawa beberapa makanan ringan. Dia berjalan menuju kantor Presdir, sebelum dia masuk dia bertemu seorang pria yang sedikit lebih tua darinya. Dia Adnan, putra pertama ayahnya.
"Kenapa datang?"
"Bukan urusanmu," ucap Lani. Dia tidak menghiraukan Adnan dan langsung masuk.
"Hai, Papa. Apa kamu sibuk?"
"Ada apa?"
"Pa, ada hal penting. Ini menyangkut martabat keluarga kita," ucap Lani.
Mendengar ucapan Lani, Hardi langsung menutup berkas di tangannya.
"Katakan, hal apa itu?"
Lani duduk di kursi sebrang Hardi dan berucap, "Papa, aku tidak memiliki satupun properti. Tidakkah ini cukup menyedihkan? Dua minggu yang akan datang, Mama mertuaku dan temannya akan berlibur ke Bogor. Aku mengatakan jika aku memiliki Villa yang kamu hadiahkan padaku. Ini akan sangat memalukan jika aku ketahuan."
"Itu salahmu berbohong," ucap Hardi.
"Aku berbohong untuk siapa? Apa kamu ingin semua orang tahu betapa pilih kasihnya kamu. Lagi pula aku berbohong untuk menjaga martabat mu, sebagai pengusaha yang tidak perhitungan kepada anaknya."
"Kamu bisa menempatinya," ucap Hardi.
"Itu tidak cukup, Apa Papa tahu Mama mertuaku suka memarkan hartanya, dia ingin aku memarkan sertifikat villa itu. Jadi Papa mengerti apa yang aku butuhkan bukan?"
"Saya sudah berjanji akan memberikan Villa itu untuk Adnan."
"Oh, baiklah. Biarkan semua kalangan atas tahu Lani Mariska Mahendra, putri seorang Hardi Mahendra adalah seorang pembohong. Atau biarkan mereka tahu fakta tentangku seorang anak haram," ucap Lani. Kemudian dia beranjak akan meninggalkan ruangan itu.
Sebelum dia membuka pintu Hardi berucap, "Baiklah, setelah kepulangan dari honeymoon kita akan menyelesaikan pemindahan nama hak milik."
Lani berbalik dan tersenyum, "Terimakasih Pa, aku harus pergi. Sampai jumpa."
...
...
Nandini, baru saja akan meninggalkan rumah sakit. Dia sedang menunggu Rangga menyelesaikan administrasi. Rangga kembali dengan beberapa obat dan struk pembayaran.
Dia memberikan credit card milik Hero kepada Lani. Lani melihat tagihan yang mencapai lima digit angka padahal dia hanya menginap semalam.
"Sangat mahal," ucapnya.
"Tidak perlu dilihat nominalnya, walaupun mahal fasilitasnya tidak mengecewakan," ucap Rangga.
Nandini menyimpan obat, struk pembayaran dan kartu itu ke dalam tasnya. Sebelum mereka pergi ke administrasi Donny datang sepertinya dia akan mengurus administrasi juga.
Rangga dan Nandini bersikap seolah tidak kenal, dia melewati Dony begitu saja. Dony tiba-tiba berucap, "Apa kau sangat membenciku?"
Nandini dan Rangga menghentikan langkanya, Rangga berbalik dan berucap, "Menurutmu apa dia bisa bersikap seolah tidak terjadi apapun setelah semua yang kamu lakukan? Lebih baik seperti ini, anggap kita tidak saling mengenal. Setiap melihatmu membuatku juga sangat bersalah pada Nandini."
Rangga merangkul Nandini, "Ayo kita pergi."
Rangga dan Nandini segera meninggalkan Dony, yang masih menatap punggung mereka.