Bab 1. Abraham Siregar (Ucok)

1517 Words
*Membaca Al-Qur'an lebih utama* Saat ini sekumpulan pemuda terlihat sedang bercanda ria di kafe depan kampus swasta ternama. Kafe tersebut terlihat ramai dengan beberapa mahasiswa yang terlihat nongkrong, ada juga yang numpang WiFi untuk mengerjakan tugas. Salah satu dari pemuda yang mengenakan kemeja polos berwarna navi, kaus putih polos dan juga jeans hitam, terlihat sedang termenung. "Bang Ucok, kenapa diem aja?" Pemuda yang bernama lengkap Abraham Siregar atau yang sering di sapa sebagai Ucok itu pun langsung tersenyum singkat. "Bentar lagi libur semester kita, Bang. Gak ada niat buat nanjak?" Nanjak yang dimaksud di sini adalah melakukan pendakian atau istilahnya muncak. Ucok yang mendengar itu langsung memperbaiki posisi duduknya. Ia merupakan ketua UKM pendakian universitas nya, mendaki merupakan jiwa Ucok, sudah banyak gunung yang ia taklukan salah satunya gunung Sibayak yang berada di Sumatera Utara. Adalah gunung yang bahkan Ucok telah hapal jalurnya luar kepala. Sangking sering nya ia mendaki gunung tersebut. "Yok lah, kemana kita? Tapi aku gak bisa jauh-jauh, Lek. Maklum, semester akhir," jawab Ucok dengan panggilan 'lek' untuk panggilan bersama teman-temannya, lek merupakan sapaan akrab yang sering disebutkan anak remaja di Sumatera Utara. "Kemana kita? Bumper yang Deket danau Toba itu?" Saran satu pemuda bernama Fahri, pemuda yang memakai kaus hijau Armi itu berbicara sambil mengisap rokoknya. "Akh, matikan dulu rokok kau itu, boy. Baru bicara, bau rokok tau kau." "Halah, protes aja kau, Ndi. Makanya ngerokok kau, biar tau rasanya." Ada sekitar 8 orang di meja tersebut, akan tetapi hanya pemuda bernama Andi lah yang tidak merokok. Sebenarnya ada satu lagi bernama Abdullah, atau sering disapa Adul. Namun pemuda itu sedang bekerja. Adul itu bekerja sambil kuliah, ia merupakan anak asli kota Medan, bukan seperti Ucok, Andi dan Fahri yang anak perantauan. "Apalah enaknya? Cuma hirup asap aja, banyak kali cakap kau," ucap Andi dengan nada penuh ejekan kepada Fahri. Sontak Fahri langsung melemparkan kulit kacang yang sengaja mereka kumpulkan ke dalam bungkus makanan ringan, agar tidak berhamburan. Namun dengan sadis Fahri malah melempar bungkus plastik itu, sehingga isinya keluar dan berceceran di lantai. "HEI, JANGAN KAU BUANG SAMPAH SEMBARANGAN, GAK KAU LIAT UDAH CAPEK KALI AKU INI." Teriakan yang memekakkan telinga itu menyedot perhatian seluruh orang yang ada di kafe tongkrongan itu. Fahri yang menjadi tersangka utama meringis pelan, telinganya berdengung sakit, padahal posisi karyawan kantin itu berada di ujung sebelah kanan. "Selo lah kak, jangan teriak-teriak, sakit kali telinga aku yang dengar ini, kalau rusak telinga aku, mau diganti pake telinga apa?" Balas Fahri yang tanpa sadar ia juga berteriak. "Kau juga teriak, Paok." Ucok memukul pelan kepala Fahri, dirinya tidak sadar apa ini kantin udah berasa seperti hutan. "SUSAH KALI KAU ASWAT, TINGGAL GANTI TELINGA GAJAH." Fahri memberengut tidak suka, dirinya disebut Aswat bukan tanpa sebab, melainkan karena dirinya yang hitam, Keling. Sehingga beberapa temannya menyebut dirinya seperti batu hajar Aswad yang hitam. )"Seenak jidat kakak itu aja ganti nama aku, Aswad. Mamak aku udah potong ayam kemarin buat aqiqah nya padahal." "Sejak kapan aqiqah pakai ayam, bukannya kambing?" "Yang bodoh lah, kau. Gitu aja nanya." Sewot Fahri dengan nada tidak santai. "Aswad, gak usah ngegas kau." Sontak ucapan Ucok mengundang tawa beberapa mahasiswa yang mendengarkan perdebatannya. "Akh, bang Ucok juga ikut, gak acik lah ini, aku sendiri." "Baperan kali lah anak Wak galingging ini," ucap Andi dengan pelan. Suara gelak tawa mengisi pojok kafe itu, beberapa diantara mereka asyik bermain game, bahkan ada yang dengan santainya tidur di kursi panjang yang disediakan oleh pihak kafe. "Jadi gimana? Ke bumper aja kita?" "Akh, gak enak kali kau boy, masa bumper. Gak menantang." Sahut Ucok, dirinya melihat jam tangan, jam 2 siang nanti ia akan melakukan bimbingan skripsi, dan saat ini ia hanya menunggu kehadiran dosen pembimbing nya itu. "Yaudah, kalian tentukan lah, mau ke mana, aku mau ke administrasi dulu, mau bayar uang negara." Pamit Ucok kepada teman-temannya. "Yoi bang, hati-hati yang nyebrang itu, nanti nabrak, kasian Wak becaknya." Celetuk Fahri dengan nada jenakanya. "Halah, kalian emang bangcat semua," ucap Ucok sembari menyebrangi jalan, ia memasuki kawasan kampus, dengan membawa berkas-berkasnya. Ucok memasuki bagian administrasi kampus membayar tunggakan kuliah nya. Berada di semester akhir seperti menjadi tantangan tersendiri bagi Ucok, banyak hal yang harus ia selesaika seperti mentoring Kiam, di mana universitas nya ini merupakan universitas Muhammadiyah, yang mengharuskan setiap mahasiswa nya lulus dalam Kiam (Kajian intensif al islam dan kemuhammadiyahan), mahasiswa di haruskan menghapal beberapa bacaan sholat sesuai dengan Muhammadiyah, dan ini menjadi tantangan bagi seorang Ucok, atau barang kali mahasiswa lain yang kehidupannya di luar lingkup Muhammadiyah. " Woy, Bang. Mau bayar utang negara yah?" Teriak salah satu pemuda yang tampak sedang lesehan di gazebo belakang gedung perpustakaan, tepat di depan gedung administrasi. "Tau aja kau, udah mau out, jadi bayar aja dulu semua, sebelum di out kan yang maha kuasa." "Akh, bangke. Kalau ngomong suka bener kali," ucap pemuda itu dengan tawa yang keras. Pemuda dengan laptop di hadapannya itu terlihat sesekali fokus terhadap buku. Mungkin sedang mengerjakan tugas. Begitu Ucok masuk ke dalam gedung administrasi, Ucok disambut satpam yang cukup akrab dengannya. "Napa, Cok. Mau bayar apa?" "Biasalah, Bang. Ngabisin duit orang tua. Hahahah...." "Ada-ada aja kau, Cok. Yaudah isi formulir dulu, ngantri yah, lagi banyak yang mau bayar, maklum aja udah mau ujian." "Iya lah bang, udah biasa di suruh ngantri." Ucok mengambil selembar kertas, lalu menuliskan nama, nomor mahasiswa dan juga jurusan nya, matanya menyesar ke seluruh ruangan, ada beberapa mahasiswa yang ia kenali ada pula yang sama sekali tidak pernah ia lihat sama sekali. Satu persatu dari mereka keluar, hingga antrian yang tadi terlihat panjang, kini hanya tinggal 3 orang saja. Dari belakang sekilas Ucok mengenali pemuda yang berada di hadapannya, hingga akhirnya Ucok memberanikan diri menepuk pundak laki-laki itu. "Adul." Panggil Ucok. Tak lama pemuda itu berbalik badan lalu memberikan senyumannya. "Eh, bang Ucok. Bayar juga bang?" "Iya nih, kau katanya kerja, Dul." "Gak bang, tadinya mau kerja, tapi inget belum bayar uang kuliah, jadi ke kampus lagi." Ucok mengangguk paham, tak jarang kawan-kawan nya sesama mahasiswa kuliah sambil kerja, hidup di kota Medan kalau hanya mengandalkan kiriman orang tua akan mati kelaparan, apalagi kalau sedang mendekati ujian seperti ini, akan ada banyak tugas yang menguras kantong sampai titik darah penghabisan. Ucok sendiri pernah bekerja di kafe khusus minuman, namun baru sebulan bekerja, Ucok sudah jenuh dan semua kegiatannya berantakan, belum lagi ia harus tidur larut malam terus menerus, membuat kesehatannya sering drop, dan akhirnya berimbas kepada kegiatan lainnya. Ucok memilih berhenti, dan pada akhirnya memutuskan untuk menjadi ojol, lumayan, bisa disambih dengan kuliah, dan ojol itu fleksibel. "Bang, duluan," ucap Adul yang sudah terlebih dahulu selesai membayar. 'Yoi, Dul. Hati-hati." Ucok maju ke arah kasir, menyebutkan nama dan jurusan serta nomor mahasiswa, lalu semua proses selesai. Ia pun berjalan keluar, melihat jam tangan yang masih tersisa 2 jam lagi untuk bimbingan skripsi. Ia menatap perpustakaan yang sepertinya sedang sepi pengunjung, terlihat dari para mahasiswa yang sudah banyak turun. Ucok memutuskan untuk menuju perpustakaan, mencari referensi lain dalam penyusunan skripsian nya. Banyak tanggapan, wah, anak Mapala pasti lama wisuda, ke asikan muncak sana sini, tapi pengecualian untuk Ucok, sebisa mungkin ia harus lulus tepat waktu, dengan menyeimbangkan waktunya sebagai ketua UKM mapala, dan juga sebagai mahasiswa yang ditunjuk keberhasilannya oleh kedua orang tua. Ia tidak ingin, karena hobby, semua nya jadi ambyar. Ia selalu ingat pesan ketua UKM sebelum dirinya, bahwa kuliah itu yang utama, dan jangan duakan organisasi, di mana maksudnya adalah, Keuda hal ini harus saling seimbang, jangan karena organisasi kuliah menjadi rusak. Ada banyak teman Ucok yang akhirnya selalu mengulang tiap semester nya, sehingga menghambat proses kelulusannya. Tak jarang dari mereka bahkan memutuskan untuk berhenti kuliah, anak Mapala (mahasiswa pencinta alam) terkenal dengan anak-anak yang berpetualang dan sering libur, sehingga akan ada banyak absen yang membuat nilai anak-anak mapala itu di bawah rata-rata. Tapi Ucok bisa menepis semua itu, dengan nilainya yang berada di atas rata-rata, selama perkuliahan sampai dengan semester akhir seperti ini, Ucok sama sekali belum mendapatkan nilai dengan huruf C, rata-rata nilainya A,B+,B. Dan itu sudah menjadi pembuktian, bahwa tidak semua anak petualang memiliki nilai yang buruk. Terakhir kali ia harus mengambil jatah libur yang diberikan universitas setiap mata kuliahnya, saat sang adiknya meninggal dunia, yang di akibatkan oleh pendakian juga. Adiknya meregang nyawa akibat terpeleset dan jatuh ke dalam lereng jurang, dan itu menjadi pembelajaran yang utama bagi Ucok. Terlebih ia dan adik memiliki hobi yang sama. Tak jarang kedua orang tuanya melarang Ucok untuk mendaki lagi, namun bagi Ucok, mati mau gimana pun kita menghindari, jika takdirnya ia tiada ketika sedang dalam pendakian, ia akan tetap mati dalam pendakian, dan itu mutlak. Intinya, sebagai anak pendaki, harus di ingat baik-baik, selagi kita berbuat baik, maka alam juga akan berlaku yang sama. Karena setiap apa yang kita lakukan, akan memiliki timbal baliknya sendiri. Jadi, tergantung bagaimana kita memperlakukan alam. Ucok yang merupakan anak ekonomi, memang tidak tau seluk beluk bagaimana cara merawat tumbuhan dengan baik dan benar, tapi mencintai alam dan sesama manusia itu merupakan sebuah keharusan yang harus ada di dalam diri setiap manusia. karena sejatinya, bukan manusia saja yang perlu kita perhatikan, akan tetapi alam lingkungan yang ada di sekitar kita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD