1

1137 Words
"Niel, no! No!" Amel menggerakkan jari ke kanan dan kiri, tepat dihadapan Nathaniel sang putra. Entah bakat keras kepala dari mana, tapi bayi berumur empat belas bulan itu sungguh menguras energi Amel. "Mamah said, no!" Lagi, Amel mengatakan kata tidak dalam kosa kata asing. Jangan salah. Meski keturunan Jawa, Niel atau bayi yang bernama lengkap Nathaniel Rahardian Restian Tirto itu masih mewarisi darah bule almarhum Opanya. Dari Hang! Tenang, Amel nggak akan ngaku-ngaku benih unggul dari keluarganya. Bapak Amel mah orang Sunda. Lelaki luar pulau Jawa Tengah! Hahaha… "Niel, Waaaaaa!!!" Jerit, Amel yang justru membuat anak lelaki satu-satunya itu tertawa sembari menepuk tangan. Berbeda dengan si Ibu yang sudah gondok setengah mati melihat kolam ikan buatan miliknya dijatuhi pot bonsai. "Anaknya Hang.. Anaknya Hang…" rapal, Amel terus menerus. Tak mau mengakui Niel jika anak itu sedang 'Setan,' mode on. Sejak menginjak apa yang dinamakan batita penuh power, Niel sangat aktif Bun. Rasa-rasanya bahkan si kecil tak akan terlihat puas jika Amel belum berteriak sembari memanggil namanya.. God! Mbak Rere kapan pulang maen? Adeknya Mbak Rere nieh.. Melas Amel dalam hati berharap jika putrinya yang baru saja resmi menjadi mahasiswa baru segera pulang dari acara main. Bukan tanpa alasan. Pasalnya Niel hanya menurut pada Rere dan Hang seorang. Amel jadi sanksi kalau anak yang ia bawa pulang merupakan putranya. Jangan-jangan dulu di rumah sakit tertukar lagi. Pintu penghubung ruang tengah dengan taman buatan Amel terbuka. Pintu kaca yang digeser ke samping tersebut menampilkan Hanggono Tirto. "Yang, kamu ngapain?" tanya, Hang. Lelaki itu cukup kaget melihat keadaan sang istri. Gembel-able… Pake banget!Tak nice dipandang mata. Ya, gimana mau enak. Amel dengan daster kebesaran yang duduk lesehan sembari mengangkang dan hentakkan kaki di atas lantai. Belum lagi tangan mengacak-ngacak rambut. Astagah! Hang yakin jika sebentar lagi kosa kata ajaib dari putranya akan keluar. “Mbut, Ngaa (Rambut, Singa)... Yeyeyeye...” girang anak itu sembari melompat-lompat. Menyebabkan dua respon berbeda pada orang tuanya. Amel yang melotot tajam, dan Hang setengah mati menahan tawa agar tak meledak. Hang melambaikan tangan. Memanggil Niel agar menghampiri dirinya. Bisa gawat kalau Maknya emosi. Salah-salah, nyebur lagi nanti Niel ke dalam kolam. “Sayang, sini.. Mamah lagi Arrr...” ujar, Hang yang terdengar seperti ledekan ditelinga Amel. “Arrr..” Niel menirukan. Dengan dua tangan naik, beserta jemari seolah mencakar-cakar udara. “Arrr.... Meong..” Gagal! Gagal sudah Amel ingin marah. Bagaimana ia bisa, jika Niel terlihat begitu menggemaskan, meski salah sekalipun. Astagah! Tawa Amel bahkan hampir meledak. Sekuat tenaga mamah tiga anak itu tahan. Karena jika sampai ia terbahak, si kecil pasti akan menangis karena merasa ditertawakan. “Sayang, Meong itu kucing Nak..” koreksi, Amel dibalas gelengan kepala. ‘Cih, mulai deh keras kepala kayak Bapaknya. Dikasih tahu yang bener, batu. Seneng banget deh jadi pemuda tersesat kamu, Nak.’ Dengus, Amel dalam hati. Sudahlah! Amel tak mau repot membenarkan lagi dibanding si biang rusuh nangis. Yang ada kejer nggak berhenti nanti. Amel menyerah kalau Niel mode cengeng begitu. Seisi rumah pasti akan gempar. Termasuk rumah omanya yang ada di depan sana. Niel mengerucutkan bibir. Matanya memicing menatap Amel, sembari berlalu melewati sang mamah. Langkah kaki kecil dengan p****t bergeyol tercipta kala anak itu melangkah menuju Hang. “Papah..” hambur, Niel sembari merentangkan tangan meminta pelukkan. “Oh, kesayangan Papah..” Bukan isapan jempol jika Nathaniel Rahardian Restian Tirto menjadi anak kesayangan Hang. Ia terlahir sebagai putra satu-satunya diantara dua kakak perempuan yang juga sangat menyayangi si kecil. Meski begitu, tak sedikitpun cinta Hang luntur pada anak-anaknya yang lain. Rara si sulung saja masih Hang pantau meski sudah menikah. Amel bangkit. Ia meminta Hang untuk memandikan Niel sembari lelaki itu juga membersihkan diri. Hampir seharian Amel menjaga Niel, dan ini merupakan pergantian waktu jaga. Mereka bahkan sepakat tak menyewa bantuan baby sitter. Keduanya ingin merawat Niel dengan tangan mereka sendiri. Toh, di rumah juga sudah banyak manusia. “Nieeeel.. Kesayangan Oma.. Lihat Oma bawa apa, Mas..” Oh, satu lagi penghuni dadakan rumah megah Amel. Sukma— Ibu mertuanya. Wanita itu akan setiap hari terlihat berkeliaran di rumah. Sejak ada Niel, Sukma bahkan tak pernah melakukan perjalanan dinas. Liburan maksudnya. Amel hampir tak pernah melihat sang mertua absen berkunjung. Niel.. Si kecil yang penuh berkat. Begitu Amel menamai batiba kecilnya. Disayang oleh semua orang meski terlahir dari rahim istri muda. Keburuntungan mana yang akan Amel dusta kan. Bahkan di usia dini pun putranya dihormati oleh seluruh kolega dan karyawan Hang. Anak itu juga memiliki hampir separuh saham dari keseluruhan milik Tirto Grup. Bayi mahal, Nek.. “Nieel...” girang, Sukma melihat Niel yang Hang turunkan ke lantai langsung berlari ke arah Omanya itu. “Niel, kesayangan Omaa.. Lihat, Oma bawa mobil buat Niel...” “Mbil?” tanya, anak itu dengan mata berbinar. Eits! Apakah Amel lupa mengatakan jika anak bungsu Hang itu juga memiliki tabiat super?! Matre sejak dini. Niel menyukai hadiah dan uang. Si kecil akan menempel seperti lintah pada siapapun yang memberikannya hadiah. Tentu hadiah yang bagus ya. Jika tidak mana Nathaniel dengan tanpa perasaan melempar pemberian itu. ‘Wang, Mpah! (Buang Sampah)’ begitulah titah Niel pada para orang dewasa ketika tak menyukai hadiah yang diberikan untuknya. Ckckckck!! Kecil-kecil saja anak itu sudah pandai menyakiti hati manusia. Bagaimana besarnya coba! Pusing Amel. “Bawa masuk.. Bawa masuk..” titah, Sukma pada orang-orang yang mengikuti dirinya. Sebuah mobil berukuran kecil yang dapat memuat penumpang tesebut dibawa masuk. Jelas, Niel bersorak gembira. Lompatan kecil bahkan anak itu gunakan untuk mengekspresikan kebahagiaan. Berulang kali pula Niel mengucapkan kata kepemilikan. ‘Mbil, Niel, Mbil Niel..’ Amazing sekali rupanya bayi empat belas bulan ini.. Sudah cepat tumbuh sekarang ditambah mata duitan.. Anak Hang sekali memang. Si penyuka uang. “Nieeel....” Langkah kaki Niel terhenti. Anak itu berada ditengah-tengah Hang dan Sukma sang Oma ketika mendengar teriakkan seseorang. “Nieeeell..” “Bak, Yeyeee...” jantung Sukma berdegup kencang. Sedang Amel dan Hang sama-sama menyeringai. Rupanya akan terjadi persaingan dalam memperebutkan perhatian Nathaniel. “Bak, Yeye..” racau, Niel sembari mengedarkan mata untuk mencari sumber suara. “Nieeell... Mbak bawa mainan buat Niel nih..” Ketika Resti telah nampak dimata semua orang, Sukma terkekeh. Pasalnya mainan yang Resti bawa cukup kecil. Hanya Hot Weels. Tentu hal ini menumbuhkan kemenangan dihati Sukma bahkan sebelum Niel berekspresi. “Bak, Yeye.. Yeee.. Inan, Niel..” tanpa pikir panjang kaki kecil Niel bergerak, berlari menghampiri Resti. Ia bahkan telah mendarat sempurna dipelukkan sang kakak. “Macih.. Yang Bak Yeye (terimakasih... Sayang Mbak Rere.” Ujar, anak itu membuat Sukma menganga. Hang dan Amel membalikkan tubuh cepat. Mereka membekap bibir bersamaan. Menahan tawa yang ingin meledak karena lagi-lagi si Nyonya Besar kalah saing dengan sang cucu. Sudah dibilang.. Semua orang akan kalah jika itu berhadapan dengan Resti. Mbak kesayangannya Niel. Amel yang mengandung sembilan bulan saja bisa jadi sosok ibu tiri terlupakan untuk Niel.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD