Cowok Berpiyama Pasien

1052 Words
Asmara dan Samara. Dua nama yang hampir serupa. Dimiliki oleh dua orang berbeda. Dengan jenis kelamin yang berbeda pula. Dua anak manusia ini dipertemukan oleh Tuhan dengan cara tak terduga. Samara, gadis itu mengantarkan adiknya yang pingsan ke rumah sakit. Menunggu sang adik di depan UGD tengah malam. Sudah lelah dengan segala aktivitas, ia tak sengaja tertidur sehingga membuatnya hampir terjungkal dari posisi duduknya. Saat itu lah Asmara -- sang pasien legendaris di rumah sakit itu -- tiba - tiba datang bak super Hero, untuk menyelamatkan Samara dari dinginnya lantai yang hampir saja ia hantam dengan suka rela. ~~~ Asmara Samara ~~~  Suara sreng - sreng khas terdengar begitu potongan - potongan tahu dimasukkan dalam minyak panas. Aroma gurih segera menguar. Samara menyerbetkan tangannya pada celemek. Bukannya sok bergaya, Samara memakai celemek agar cipratan minyak tidak mengenai seragam sekolahnya.    Gadis manis 16 tahun berambut panjang sepinggang itu sudah selesai melakukan segala rutinitas pagi. Menyapu, beres - beres, memandikan Samran, dan lain - lain. Tinggal menunggu tahu matang saja.    "Tahu - nya belum beres, Buk?" tanya Samran yang tiba - tiba muncul dengan kursi rodanya. Cowok 15 tahun itu sudah tidak sabar ingin sarapan rupanya. Samran memang kebiasaan memanggil Samara dengan sebutan ibuk dari pada mbak, kakak, atau sejenisnya.    "Lihat sendiri, tuh!" Samara menunjuk tahu yang masih setengah matang. "Sabar dikit, dong!"    "Bukannya aku nggak sabar. Aku, tuh, takut Ibuk telat nyampek sekolah!"    "Idih ... sok peduli. Bilang aja keburu laper!"    Samran nyengir lebar. Sudah tertangkap basah. Tak bisa mengelak lagi. "Ibuk nanti masuk sore apa malem?"    "Sore, Dek. Kelar sekolah langsung bablas megawe aku." Megawe artinya bekerja.    Samran mengangguk mengerti. Rautnya menyiratkan sebuah hal yang sulit diartikan.    "Kenapa, Dek?" Samara segera bertanya. Tak ingin Samran merasa kesulitan sendirian.    "Nggak kenapa - kenapa, Buk." Samran menunjuk tahu dalam wajan dengan tampang kaget. "Buk, gosong, Buk!"    Samara pun kaget bukan kepalang. Karena keasyikan ngobrol, ia sampai lupa belum membalik tahunya. Samara buru - buru membalik tahu - tahu itu sebelum semakin gosong.    "Kamu, sih, gangguin aja!" Samara segera mengomeli adiknya. Samran hanya tertawa dengan tampang tanpa dosa.    Selesai menggoreng tahu, Samara segera membawa sarapan mereka ke depan televisi. Ada nasi, sambal bawang, dan tahu goreng. Menu yang mewah bagi keluarga kecil Samara dan Samran.    Mereka memulai sarapan dengan doa, bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang mereka dapat hari ini. Keduanya makan dengan lahap, bersiap untuk memulai hari dengan kegiatan masing - masing.    Rumah reot peninggalan mendiang ayah ini semakin rusak parah setiap harinya. Atap banyak yang bolong, dinding retak - retak dan usang.    Saat hujan datang, kesibukan Samara bertambah. Ia harus menutup segala perabotan yang juga sudah usang. Ia juga harus menyesapi lantai yang banjir dengan kain.    Meski begitu, baik Samara atau Samran tetap bersyukur. Setidaknya sekarang sudah jauh lebih baik dibanding dulu — saat masih ada Ayah. Membayangkan masa - masa itu saja, sudah cukup membuat tubuh Samara bergetar saking takutnya.    "Aku berangkat, Dek. Assalamualaikum."    "Waalaikumsalam." Samran menatap sang kakak sampai gadis mungil itu tak lagi terlihat.    Mimik murungnya pun kembali. Samran memutar kursi rodanya, kembali masuk dalam rumah.    ~~~~~ ASMARA SAMARA ~~~~~    Hampir jam 11 malam saat Samara sampai rumah. Setiap hari gadis itu bekerja di sebuah warung makan 24 jam, milik seorang janda tua. Kadang ia kebagian shift sore. Kadang malam.     Jika shift sore, jam segini Samara sudah pulang. Jika datang malam, ia baru pulang menjelang subuh. Ia mendapat 25 ribu per hari sebagai upah atas kerja kerasnya.    Apa Samara tidak lelah?    Tentu saja ia lelah. Sekuat apa pun, ia tetap lah seorang manusia biasa. Hanya saja, Samara punya alasan untuk terus bertahan dan pantang menyerah. Rasa syukurnya pada Tuhan. Dan juga Samran. Dua alasan itu.    Samara mengernyit melihat rumah berada dalam kondisi gelap. Ya, tiap malam semua lampu di rumah dimatikan. Tapi khusus lampu depan dan ruang tamu tidak pernah. Samran lupa menyalakan lampu?    Samara mempercepat langkahnya. Samara semakin merasa aneh kala tahu ternyata pintu tidak dikunci. Samran lupa menguncinya?    Sekadar info, Samran adalah orang yang teliti dan hati - hati. Sesekali — meskipun jarang — ia pernah ceroboh. Namun tak pernah sampai melakukan dua kecerobohan sekaligus dalam satu waktu.    Samara menggeleng. Berusaha menyingkirkan berbagai kemungkinan buruk. Semoga ini adalah kali pertamanya Samran melakukan dua kecerobohan sekaligus.    Samara segera menyalakan lampu. Tak ada Samran. Anak itu biasanya menunggunya tiap kali masuk sore seperti hari ini. Tiga kecerobohan sekaligus?    Samara berlari ke kamar Samran. Lampu kamar Samran menyala? Padahal anak itu tak pernah bisa tidur dalam kondisi terang. Kecerobohan ke empat?    Sesuatu yang berusaha Samara singkirkan dari pikiran, ternyata benar - benar terjadi. Samran tergeletak di lantai. Samara berlari menuju adiknya, menyingkirkan kursi roda yang menghalangi jalannya.    "Dek ... adek ...." Samara berusaha membangunkan Samran.    Tubuh Samran sangat dingin. Samara buru - buru mengambil ponsel dalam saku, ia ingin memesan ojek mobil online. Untuk pertama kalinya Samara menyesal memiliki smartphone ala kadarnya dengan ram setengah giga. Sehingga mengakibatkan keleletan luar biasa.    Sembari menunggu mobil datang, Samara mengerahkan seluruh tenaganya untuk membawa Samran ke tempat tidur. Setidaknya Samran tak akan semakin kedingingan. Untunglah semua kasur di rumah ini tak memiliki ranjang.    Samara lalu berlari ke kamarnya sendiri. Ia memasukkan semua uang yang ia miliki ke dalam tas. Mereka memang memiliki asuransi kelas tiga yang akan meng - cover biaya pengobatan Samran nanti. Asuransi bukan untuk gaya - gayaan, tapi karena mereka memang butuh. Tentu saja karena penyakit Samran bisa kambuh sewaktu - waktu seperti ini.    Samara membawa semua uangnya hanya untuk jaga - jaga. Ada salah satu obat Samran yang tidak ter - cover asuransi. Obat itu hanya diberikan oleh dokter saat Samran benar - benar membutuhkan.    Selesai bersiap - siap, Samara berlari kembali ke kamar Samran. Samara menggenggam erat jemari adiknya.    "Bentar, ya, Dek. Bentar lagi mobilnya dateng."    ~~~~~ ASMARA SAMARA ~~~~~    Samara beberapa kali tertidur dalam duduknya. Lelah ... tubuhnya memaksa ingin diistirahatkan. Namun Samara berusaha tetap terjaga, menunggu dokter selesai memeriksa Samran.    Sekiranya tubuh Samara benar - benar sudah lelah. Ia kembali tertidur. Kali ini tidurnya cukup dalam. Dan cukup lama.    Tanpa Samara ketahui, ada seseorang yang sedari tadi tengah memperhatikannya. Sekarang seseorang itu tengah berdiri di hadapannya — membungkuk — demi menyamakan posisi wajahnya dengan Samara.    Seorang cowok tinggi kurus, memakai piyama pasien, dan membawa tiang infus. Ia tersenyum menatap wajah damai Samara dalam tidurnya.    ~~~~~ ASMARA SAMARA ~~~~~ T B C 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD