KESAN PERTAMA

3144 Words
Kisah ini bercerita tentang cinta pertama seorang gadis pada zaman dimana tekhnologi belum secanggih sekarang ini. Belum ada Handphone atau pun sosial media. Alat komunikasi pada zaman itu hanya Telepon rumah, telepon umum dan surat menyurat melalui jasa kantor Pos. Chintya Amora adalah putri pertama dari Bapak Afrizal Mahameru . Gadis belia yang sedang berbunga hati nya diusia hampir 15 tahun. Ayahnya seorang pengusaha hiburan malam di pinggiran kota Jakarta. Selain sebagai pengusaha, ayahnya juga dikenal sebagai sosok orang yang berilmu kebatinan tingkat tinggi dan kebal terhadap senjata tajam. Tubuhnya yang tinggi besar, rambut panjang dan hampir seluruh tubuhnya dihiasi dengan tatto membuat orang segan untuk bermasalah dengan nya atau pun keluarganya. Penampilan seperti itu sengaja beliau jadikan sebagai jati diri, mengingat ia bertempat tinggal di daerah utara Jakarta yang rawan kejahatan dan pusat kegiatan kemaksiatan . Didaerah itu ada sebuah area lokalisasi yang diizinkan oleh pemerintah pada zaman tersebut. Terbayang lah betapa kerasnya kehidupan disana. Tempat berkeliarannya para pemabuk , dan mudahnya tindakan kriminal terjadi meski hanya dipicu oleh masalah sepele. Istilahnya : senggol bacok. Chintya Amora anak yang teramat disayang oleh ayahnya. Semenjak ayah dan ibunya bercerai saat usia Chintya masih berumur 5 tahun, Chintya diasuh oleh neneknya yaitu ibu dari ayahnya. Chintya tinggal di daerah elite selatan Jakarta. Jauh dan amat berbeda dengan daerah tempat tinggal ayahnya. Disana lah ia tumbuh besar dalam asuhan sang nenek. Sesekali Chintya dan ayahnya yang telah berkeluarga lagi saling berkunjung. Seperti awal dari cerita cinta ini. Chintya yang sedang libur panjang kenaikan kelas, memilih untuk menghabiskan masa liburan di rumah ayahnya di pesisir pantai utara Jakarta. Seperti biasa , setelah jam 8 malam ayah dan ibu tiri Chintya yang bernama Rihana pergi mengunjungi tempat hiburan malam miliknya. Mereka memiliki 5 tempat hiburan malam di daerah tersebut. Chintya yang merasa bosan tinggal di rumah itu bersama 2 orang kakak tirinya, memutuskan untuk keluar sekedar membeli bakso jajanan favoritnya bersama salah satu kakak tirinya. Chintya dan wenny kakaknya, berjalan kaki menuju kedai bakso . Mereka melewati sekumpulan anak lelaki remaja yang sedang bermain gitar di trotoar jalan. Sebagai gambaran pada tahun 1988 anak remaja belum banyak mempunyai sarana hiburan. Bernyanyi sambil memetik gitar di pinggir jalan itulah hiburan mereka . Penampilan Chintya yang berbeda dari gadis remaja di daerah tersebut membuat mata para lelaki remaja itu terpana. Saat itu ia mengenakan rok jeans mini dan tshirt ketat yang membentuk tubuh indahnya yang baru saja mekar. Kulit putihnya yang mulus dan wajah campuran sunda, manado dan jerman membuat kecantikannya memukau lawan jenis nya. " suiiiittt.. suuiitttt..." riuh suara siulan para pemuda menggoda saat Chintya dan wenny berjalan didepannya. " Mba Wenny, siapa itu kenalin dong" ucap salah seorang dari mereka sambil berdiri menghampiri dan mengulurkan tangan. Chintya hanya membisu dan terus menatap jalan didepannya tanpa menoleh. Wenny kakaknya menjawab pertanyaan yang dilontarkan pemuda itu, karena memang mereka saling kenal. " Chin.. sini , kenalin ini tetangga kita. Abie namanya. " ujar Wenny menghentikan langkah Chintya yang tadi terus berjalan tanpa menghiraukan ucapan Abie. Chintya pun berbalik dan menyambut tangan pemuda itu sambil menyebut namanya. Entah mengapa Chintya merasa ada sesuatu yang tiba-tiba berdesir di hatinya melihat wajah tampan Abie. " Eh, Abie, bisa tolong antar Chintya ke kedai bakso? " tanya Wenny pada Abie. Chintya terkejut mendengar permintaan Wenny pada Abie. Pemuda itu pun mengangguk setuju. Tanpa menghiraukan mata Chintya yang protes, Wenny langsung balik badan dan meninggalkan mereka. Abie pun mengajak Chintya untuk lanjut berjalan menuju kedai bakso . Setelah perkenalan itu, Chintya merasa senang karena memiliki seorang teman di tempat tinggal ayah nya. Sejak saat itu mereka sering ngobrol dan berbagi cerita di depan rumah Chintya. Kebetulan rumah Chintya bersebelahan dengan rumah Abie . Abiemanyu , pemuda tampan yang baru saja lulus SMA. Usia nya baru 18 tahun. Anaknya sopan dan ramah. Ia paling menonjol diantara teman-temannya. Selain tampan Abie pun pandai bergaul. Ia satu-satunya anak lelaki di keluarga nya. Perawakannya kurus tinggi dengan rambut sedikit gondrong. Abie pun merasakan perasaan yang sama pada Chintya namun ia belum berani untuk menyatakannya. Sore hari, saat Chintya bersama Abie dan teman-teman Abie sedang berbincang di teras rumah Chintya, ayah dan ibu tiri Chintya datang . Mereka baru saja pulang dari bepergian. Melihat anak kesayangannya sedang berbincang, terlihat wajah tak suka Afrizal Mahameru. " Sore om, tante.." sapa Abie dengan senyum ramah. Diluar dugaan sapaan itu tak dihiraukan oleh Afrizal Mahameru. Hanya istri lelaki itu yang membalas dengan senyum tipis. " Chintya, masuk !" bentak ayahnya tanpa memperdulikan sapaan Abie. Chintya langsung menurut. Tanpa pamit pada teman-teman nya ia pun langsung masuk kedalam rumah. Sedangkan ayahnya langsung berbicara pada Abie. " Hai, dengar kamu. Jangan pernah sekali lagi mencoba mendekati anak saya, paham !!" bentak Afrizal Mahameru tepat didepan muka Abie disaksikan oleh teman-teman Abie. Abie terdiam tanpa merespon bentakan lelaki tersebut. Ia menatap wajah murka ayah Chintya sekilas lalu ia membuang pandangan pada teman-temannya yang tertunduk ketakutan . Ayah Chintya pun segera masuk kedalam rumah sambil membanting pintu. Ayah Chintya tanpa membuat waktu segera memarahi dan membentak putri kesayangannya. Chintya dilarang untuk bergaul dengan mereka. Chintya menangis mendapati kemarahan ayahnya tanpa ia tau apa salah nya . "Apa salah Chin bu ?" tanya Chintya sambil menangis tersedu. Ibu tirinya hanya terdiam dan menuntunnya masuk kedalam kamar. Ada perasaan sakit di hati Chintya. Ia malu di bentak di depan teman baru nya, terlebih di depan abie. Ia pun tak mengerti mengapa ayahnya begitu murka. Sejak kemarin Chintya tak keluar dari kamarnya. Ini pertama kalinya ia dimarahi ayahnya dengan begitu murka. Hal ini membuat hati dan jiwa nya amat terpukul atas kemarahan yang tak ia mengerti sebabnya. Mata nya bengkak karena menangis terus menerus. Ia mendengar dari Wenny kalau ayahnya memarahi Abie juga. Chintya paham benar watak ayahnya yang pemarah tetapi yang ia tak paham adalah penyebab ayahnya marah. Rasa malu dan tidak enak hati pada Abie begitu menyiksanya. Ingin sekali ia segera menemui lelaki itu, namun hingga jam 10 malam ini, ayahnya tak juga pergi ke tempat usahanya seperti biasa. Padahal ia berencana setelah ayah dan ibu nya pergi , gadis itu ingin menemui Abie dan meminta maaf. Chintya pun semakin resah. Tiba- tiba ia teringat perkataan teman Abie sore itu yang bercerita bahwa kamar Abie terletak diatas. Chintya langsung menuju teras belakang atas untuk memastikan letak kamar Abie. Jantung nya berdegub kencang mana kala ia melihat daun jendela kamar Abie yang terbuka dari teras belakang atas rumahnya. Chintya pun mendekat. Jendela itu hanya dibatasi tembok setinggi satu meter. Entah apa yang ada dalam pikiran Chintya sehingga ia nekad mengambil gagang sapu untuk mengetuk daun jendela tersebut. Berkali- kali ia mencoba mengetuk namun tak ada seorang pun yang mendekat ke arah jendela . Chintya pun kembali ke kamarnya. Tepat tengah malam Chintya kembali mencoba mendatangi teras belakang atas rumahnya untuk mengetuk jendela kamar Abie. Tujuannya hanya satu ingin meminta maaf atas perlakuan ayahnya. Kebetulan sekali Chintya mendengar suara petikan gitar dan suara orang menyanyi juga suara orang sedang mengobrol dari kamar Abie. Gadis itu memberanikan diri mengetuk daun jendela yang membuka kesamping. Terlihat sebuah kepala menyembul dari balik jendela itu. " Chintya.. ada apa?" tanya Abie terkejut melihat Chintya yang mengetuk jendela kamarnya. Chintya tak langsung menjawab. Ia menatap lama Abie dengan muka yang memelas. " Maafkan ayah aku ya kak.." ucap Chintya dengan suara memelas sambil menatap wajah dan bola mata Abie. Abie mengangguk dan tersenyum manis. " Ayah juga melarang aku berteman dengan kakak.." lanjut Chintya sambil meneteskan airmata. Tangan Abie terjulur untuk menjangkau pipi Chintya yang basah. Dihapusnya airmata gadis itu. Jantung Chintya tiba-tiba kembali berdegub kencang manakala tangan Abie menyentuh pipinya. " Tidurlah, istirahat. Besok kalau ayah kamu pergi, aku main kerumah kamu ya.." ujar Abie. " Mungkin besok aku sudah diantar ayah pulang ke rumah nenek kak.." ujar Chintya semakin sedih. Abie menghela nafas. " Huuuufftttt.. " Lama mereka sama terdiam. Sampai suara Wenny terdengar mencari Chintya. Gadis itu pun panik. " Masuklah, nanti jadi masalah lagi" ucap Abie. Chintya pun segera masuk sebelum Wenny melihatnya di teras belakang atas rumahnya. Malam itu sampai pagi Chintya terbayang- bayang wajah Abie terus menerus. Ada perasaan asing yang baru ia alami. Perasaan yang ingin selalu bersama dengan pemuda itu. "Chin.. antar mba ke pasar yuk." ajak Wenny yang melihat Chintya melamun sambil tiduran. " Kamu kok pucat sekali? Astaga , kamu belum makan dari kemarin ya?" tanya Wenny dengan khawatir. Gadis itu pun berusaha menghilangkan kekhawatiran Wenny dengan menerima ajakan kakaknya itu. " Ayo mba Chintya antar. Sekalian beli sarapan bubur nanti di pasar." ucap Chintya dengan senyuman. "Ya sudah sana cuci muka dan ganti baju" kata Wenny . Chintya pun bergegas menuruti perintah kakak nya. Disaat mereka sedang asik berbelanja, tiba- tiba Chintya merasa pandangannya berputar dan menjadi gelap. Ia mencoba berpegang pada bahu Wenny namun tangan nya terasa amat lemas hingga ia pun terjatuh tak sadarkan diri. Wenny pun panik mengetahui adiknya pingsan. Bersama pengunjung dan pedagang pasar, merek mengangkat tubuh adiknya yang pingsan dan membawanya keluar pasar. Tubuh Chintya dinaikan ke atas becak oleh penolong nya. Wenny pun segera pulang dengan membawa tubuh pingsan adiknya. Disepanjang jalan Wenny panik memijit dan mencoba membangunkan Chintya. Ia takut ayah tiri nya murka pada nya melihat putri kesayangannya pingsan karena dia ajak kepasar oleh nya. Hampir tiba di rumahnya, Wenny melihat ada orang yang di kenal nya . Ia pun langsung berteriak meminta tolong. " Yudi, tolong ! Adik mba pingsan, tolong bantu gendong ya .." ujar Wenny. Yudi yang melihat dan mendengar permintaan tolong Wenny malah balas berteriak memanggil temanmu yang sedang membeli sarapan di warung sebelah. "Bie..!! Chintya pingsan Bie !!" Abie yang mendengar Yudi teriak memanggil namanya pun segera keluar dan berlari menuju becak tempat dimana Chintya tergolek lemas. Tanpa menunggu perintah, lelaki itu segera menggendong dan membawa tubuh Chintya masuk kedalam rumah. Tubuh pingsan Chintya di baringkan diatas sofa merah rumah Afrizal. Abie segera meminta kayu putih dan menggosokan ke badan Chintya sambil di pijit-pijit. Kaki Chintya yang dingin pun tak luput dari minyak kayu putih dan pijitan Abie.. Hidung Chintya dihidupkan kayu putih dan tangan Abie membelai kening dan rambut sambil memanggil nama gadis itu. Akhirnya perlahan mata Chintya membuka lemah. Dilihat nya Abie yang sedang tersenyum. " Hai..." sapa Abie dengan senyuman manis sambil mengecup punggung tangan Chintya yang ada di genggaman nya. Hati gadis itu kembali berdesir. Ia pun melihat senyum Wenny yang memijit kakinya. Otak Chintya mencoba mengingat apa yang terjadi. Tiba-tiba Abie mengecup keningnya dan membuyarkan ingatan nya untuk mengingat apa yang terjadi. " Mmmmmuuach!" suara kecupan Abie di keningnya. " Cepat sembuh ya.." ujar lelaki itu masih dengan terus membelai kening dan rambut Chintya . Chintya menatap Abie dan membalas senyuman lelaki yang menyita pikirannya semalaman ini. Tak lama Abie pun pamit, setelah dirasanya Chintya telah membaik. Ia tak ingin ayah Chintya mengetahui kehadirannya dirumah ini bersama putrinya. Sepeninggal Abie dari rumahnya, Wenny menggoda Chintya yang masih berbaring lemah di sofa. " Romantis bangeeet Abie.." ucap Wenny sambil tersenyum memandang Chintya yang masih berbaring di sofa. Wajah Chintya bersemu merah, rupanya kak Wenny melihat saat Keningnya di kecup oleh Abie. Chintya pun ikut tersenyum sambil menutup mukanya dengan bantal sofa. " Beruntung ayah belum bangun" lanjut Wenny. Chintya hanya mengangguk. Hatinya kembali berbunga mengingat sentuhan bibir Abie dan genggaman tangan lelaki itu. Wenny melirik nya sekilas, seolah dia tau bahwa Chintya menaruh hati pada Abie. Wenny pun bercerita tentang bagaimana paniknya Abie dan menggendong Chintya hingga membalurkan kayu putih di tubuh gadis itu. " Benarkah?? Abie melakukan itu semua kak? Dia yang menggendong aku?? tanya Chintya tak percaya. " Benar. Abie kelihatan sekali khawatirnya tadi. Sambil membalur badan kamu dengan kayu putih, dia tanya sama kakak mengapa kamu bisa seperti ini?" Chintya kembali tersenyum dengan mata berbinar. Wenny pun meninggalkannya untuk membuat sarapan supaya Chintya bisa meminum obat setelah sarapan. Chintya bangun dari sofa lalu berjalan ke pintu samping rumahnya. Ia mendengar suara Abie memanggil temannya. Gadis itu mengintip dari balik pintubyang sedikit terbuka. " Hai.." sapa Abie begitu melihat Chintya ada dibalik pintu. Tangan Abie kembali mengucak rambut Chintya. " Sudah baikan kah? " tanya Abie Chintya hanya mengangguk dan tersenyum " Terima kasih ya kak.." ucap Chintya yang di balas dengan anggukan oleh Abie. Chintya diantar pulang ke rumah neneknya malam ini. Meski ia menangis untuk tetap berlibur di rumah ayah nya, tetap ayahnya tak perduli. Kemarahan ayah nya sudah tak dapat di kendalikan lagi. Bagaimana tidak ? Chintya kedapatan naik ke atas genteng yang menjadi atap ruang tengah dan ruang tamu rumahnya. Dari lantai atas depan kamar Wenny, Chintya memanjat tembok setinggi 1 meter lalu turun berjalan diatas genteng rumah ayahnya menuju halaman atas rumah Abie . Antara atap rumah Chintya dan teras atas rumah Abie hanya berjarak kurang dari selangkah. Dengan berpegang tembok pembatas lantai atas rumah Abie, sekali melangkah sampailah Chintya ke halaman atas rumah Abiemanyu. Disana ia disambut adik Abie yang bernama Ratih. Mereka pun berbincang di teras atas rumah Abie. " CHIINTYAAA !!! " panggil ayahnya dengan murka . Chintya yang merasa ayahnya sedang menerima tamu di bawah amat sangat terkejut mendengar nama nya di panggil dengan suara menggelegar. Ia pun segera mengintip dari balik tembok rumah Abie. Terlihat ayahnya yang murka mendapati Chintya di atas teras rumah pemuda itu. Ia segera kembali melangkah menyeberangi rumah Abie menuju rumah nya dan berjalan diatas genteng rumahnya. Afrizal Mahameru dengan mata melotot garang dan tangan diatas pinggang menyaksikan putri tersayang nya berjalan diatas genteng lalu memanjat tembok sebagai pembatas antara genteng atap lantai bawah dan teras bagian depan lantai atas rumahnya. Nampak sekali kemurkaan di wajah ayahnya. Bukan hanya membayangkan hal-hal yang tidak-tidak terjadi antara anaknya dan Abie tetangganya melainkan juga rasa khawatir apabila anak kesayangannya terjatuh dari genteng tersebut. Penuh dengan kemurkaan, diseretnya tangan Chintya menuju lantai bawah rumahnya. " Chintya cuma ngobrol ayah sama Ratih dan Abie.. Sumpah Chintya ngga ngelakuin yang aneh- aneh .." jelas nya disela isak tangis. " Keterlaluan kamu !! Sekarang juga kamu ayah antar pulang kerumah nenek ! " Ayah Chintya tak memperdulikan tangisan dan bujukan dari ibu tiri Chintya untuk membiarkan gadis itu menghabiskan masa liburan nya di sini. Sepanjang perjalanan, Chintya terus terisak dalam tangisnya. Ia sungguh tidak mengerti mengapa ia terlarang untuk berteman dengan Abie. Mengapa ayahnya begitu murka nya. Bahkan ayahnya menganggap Chintya perempuan tidak tahu malu dan tidak punya harga diri. " Sakit hati Chintya, dianggap perempuan murahan sama ayah , nek.. Apa salah Chin? Chin berteman secara wajar di teras bawah ayah marah. Chin nekat untuk bisa ngobrol sama Abie dan adiknya lewat genteng, ayah juga murka. " ucap Chintya yang menangis di pelukan neneknya. Nenek nya hanya terdiam sambil mengusap-usap punggung cucu kesayangannya. Chintya yang baru pertama kali mengenal perasaan berdebar karena asmara langsung dihadapi dengan kerasnya penolakan perasaan itu oleh ayahnya. Padahal antara Chintya dan Abie belum terjalin kisah asmara, tapi begitu hebat Afrizal menentang hubungan meski hanya sebatas berteman. Hal ini membuat rasa penasaran bercampur rasa ingin mengenal bagaimana itu asmara bergejolak di dalam jiwa Chintya dimasa pubertas nya. Semakin di larang, maka semakin kreatif otaknya mencari jalan untuk menemukan jawaban dari setiap desiran aneh di jiwa dan hentakan gejolak cinta yang mulai menyerukan nama Abie di relung hatinya. Satu minggu telah berlalu akibat peristiwa itu. Hati Chintya semakin dipenuhi oleh kerinduan pada sosok Abie pujaan hatinya. " Ya, Tuhan.. sepanjang waktu pikiranku hanya memikirkan dan membayangkan Abie.. Apakah Abie juga mempunyai perasaan yang sama? Atau kah Abie sudah punya pacar?" ucap bathin Chintya yang dilanda kerinduan. Selama di rumah neneknya, Chintya banyak menghabiskan waktu di dalam kamar. Badannya turun dengan sangat drastis. Ia tak mau makan andai tak di paksa oleh neneknya. Pintu kamar diketuk oleh seseorang. " Tok..Tok..Tok.." suara ketukan pintu " Siapa? Masuk aja tidak di kunci." jawab Chintya. Pintu pun terbuka. Bik Yana pembantunya pun masuk mengabarkan ada Gustav temannya yang datang. Chintya sejenak mematut diri di depan cermin, lalu keluar menemui Gustav kakak kelasnya yang kini telah lulus dan melanjutkan ke SMA. " Hai ! Liburan ngga kemana- mana Chin? " Ngga.." jawab Chintya malas- malasan. "Ada perlu apa kesini? Kamu sendiri liburan kemana aja? " tanya Chintya. " Aku mau ajak kamu jalan. Nonton yuk?" Chintya hanya terdiam mendengar ajakan Gustav. Ia tau Gustav naksir dia sejak lama. Sayangnya Chintya tak menerimanya saat Gustav menembaknya. Pikiran Chintya saat ini hanya di penuhi bayangan dan senyuman Abie. Tiba-tiba... " Yuk, jalan.." ajak Chintya. Mata Gustav berbinar senang. Chintya pun langsung berdandan dan berpamitan pada Neneknya. " Kemana kita?" tanya Gustav setelah mereka melaju diatas sepeda motor dijalan raya. " Ke Jakarta Utara ya, antar aku ke rumah ayah ku. " ucap Chintya. "Oh.. Ada apa kesana? " " Ya sudah kalo ngga mau gapapa. Turunkan aja aku di rumah nenek ku lagi." jawab Chintya. " Bukan ngga mau, kirain ayah kamu sakit atau kamu ada perlu gitu.. Ngga papa aku anterin kok.. " ucap Gustav. Motor pun melesat dari selatan Jakarta menuju Jakarta utara. Sepanjang perjalanan Chintya hanya diam membisu atau membalas pertanyaan Gustav sesekali dengan jawaban singkat. Hampir jam 8 malam , Chintya tiba di jalan depan rumah ayahnya. Bersyukur ia telah bertukar helm dengan Gustav. Ia mengenakan helm full face Gustav untuk melindungi wajahnya dari orang yang mengenalnya. Gadis itu meminta Gustav menghampiri kerumunan anak muda yang sedang bermain gitar sambil bernyanyi. Tanpa berani bertanya, Gustav pun menuruti perintah Chintya. Mereka pun berhenti tepat hanya berjarak 2 rumah dari rumah ayahnya. Tanpa melepas helm , Chintya mencari keberadaan Abie ditengah kerumunan anak muda tersebut. Kelompok anak muda itu pun memperhatikan motor dan Penumpangnya yang berhenti di depan mereka. " Chiyaa ??" ujar suara laki-laki yang amat Chintya kenali. Chiyaa adalah panggilan Abie untuk Chintya. "Bagaimana Abie bisa tau ini aku?" tanya Chintya dalam hati. Abie langsung menghampirinya. Sekilas ia melirik Gustav. " Tunggu aku di cafe depan mini market." ujar Abie pada Chintya. Gadis itu pun mengangguk lalu meminta Gustav menjalankan motornya menuju tempat yang ditunjuk oleh Abie. Jantung Chintya berdegub kencang menunggu kedatangan Abie. Tak disentuhnya minuman dan makanan ringan yang di pesan Gustav. Hatinya bergejolak menunggu kedatangan lelaki yang amat dirindukan nya. " Hai.. Maaf ya, lama.." sapa Abie sambil menjiwil hidung Chintya dan menjabat tangan Gustav. Abie langsung memilih kursi disebelah Chintya. Digenggamnya tangan gadis itu. Hati Chintya merasa senang. Kerinduannya tersalurkan. Mereka pun ngobrol dan bercanda melepas kerinduan. Sesekali Abie melirik Gustav yang seolah asik menonton acara TV di cafe itu. Sebenarnya Gustav merasa jengkel melihat mereka begitu romantis saling suap makanan ringan dan minum segelas berdua sambil bercanda. Gustav merasa seperti obat nyamuk buat mereka yang sedang kasmaran. Malam semakin larut, Chintya pun pamit pulang pada Abie. Abie yang sejak datang tak melepas genggaman tangan nya pada tangan Chintya pun kini melepasnya. " Hati-hati dan maksih ya." ucap Abie pada Gustav. Lalu mencium kening Chintya. Gustav semakin di buat panas oleh kelakuan Abie pada gadis yang dicintainya sejak lama. Gustav pun langsung tancap gas sekencang-kencang nya di jalan raya membelah kesunyian malam .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD