one

1396 Words
Para suster berlarian ke ruang IGD karena ada korban kecelakaan yang parah, sebuah mobil sport Lamborghini mengalami tabrakan frontal dengan truk yang membuat mobil sport itu tidak berbentuk lagi. Dr. Anaya hari ini yang bertugas di IGD dan dia segera mempersiapkan dirinya untuk menolong korban kecelakaan tersebut. Korban tunggal tersebut langsung masuk IGD dan mendapat penanganan dari para perawat dan dokter Anaya, tapi mereka keheranan karena dari informasi yang didapat, ini merupakan tabrakan frontal tetapi keadaannya pasien sangat berbeda. Tidak ada luka parah bahkan patah pun tak ada, hanya luka ringan dan lecet serta hanya mendapatkan jahitan di kepala, kaki dan tangan. Para perawat berbisik bisik melihat keadaan ini. "Ehem..." Dr. Anaya berdehem menghentikan para perawat berbisik. Mereka meninggalkan pasien yang masih pingsan menuju meja IGD. Sekitar 5 menit kemudian pasien tersebut sadar dan memperhatikan ke seluruh ruangan. "Suster...." panggilnya pada seorang perawat yang ada di dekatnya, si perawat menoleh dan mendekati pasien. "Apa yang anda rasakan pak?" tanya perawat. "Tolong panggil dokter Anaya," pintanya pada rekan perawat lainnya. "Saya merasa baik," jawab pasien itu. "Tapi pak anda baru mengalami kecelakaan frontal, kami rasa anda harus melewati beberapa pemeriksaan lagi." Dr. Anaya datang dan memeriksa pasien itu, "Apa yang anda rasakan pak?" tanya dokter Anaya. "Suster ini sudah tanya dan saya merasa baik baik saja," jawab pasien itu.  "Apakah anda pusing atau keluhan yang lain?" Tanya dokter Anaya lagi. "Saya bilang saya tidak apa apa, saya mau pulang sekarang," ucapnya lagi. "Maaf pak, saya tidak bisa mengijinkan anda pulang sebelum anda melakukan beberapa pemeriksaan," ujar dr. Anaya. "Suster tolong persiapkan pemeriksaan MRI untuk memeriksa organ dalam bapak ini." "Baik dok," jawab perawat didekat dokter Anaya.  "Saya bilang saya baik baik saja, apa dokter tidak dengar!" Bentak pasien tersebut.  Semua perawat terdiam, dokter Anaya yang akan melangkah pergi juga membalikkan badannya menghadap ke pasien tersebut. "Maaf pak, saya harus memastikan itu dengan pemeriksaan MRI," ucap dr. Anaya menahan amarahnya. "Oh begini ternyata cara seorang dokter mencari uang, dengan memaksa melakukan berbagai pemeriksaan yang tidak perlu," sindir pasien tersebut Dr. Anaya meradang mendengar perkataan pasien tersebut. "Suster Mitha...!" "Iya dok." "Pasien ini merasa baik baik saja jadi tidak perlu melakukan MRI, tapi sebelum dia pulang persilahkan beliau menandatangani pernyataan pulang paksa agar rumah sakit kita tidak dituntut karena memperbolehkan pasien yang masih sakit pulang," ucap dr. Anaya sambil menatap tajam pada pasien dan kemudian beranjak pergi. Seorang ibu masuk ke ruang IGD, ia mencari pasien kecelakaan, yang ternyata adalah pasien yang ditangani dr. Anaya tadi "Dzakka.... Kenapa bisa seperti ini nak?" "Biasa lah mah, ayo kita pulang." "Apa benar kamu sudah diperbolehkan pulang, keadaan kamu seperti ini? suster saya mau bertemu dokter yang menangani anak saya," ucap wanita paruh baya itu. "Maaf Bu, putra ibu memaksa pulang padahal dokter Anaya menjadwalkan pemeriksaan, ini surat pernyataan pulang paksanya sudah ditandatangani," jawab suster yang ditanya ibu itu.  "Ih kamu itu Dzakka selalu begitu, ya sudah ayo pulang, makasih suster," ibu itu menyelesaikan administrasi dan membawa anaknya pulang. "Apes banget hari ini gue dapet pasien rese kaya gitu, " Ucap dr. Anaya sambil menghempaskan tubuhnya di kursi meja kerjanya di ruang IGD, yang berhadapan dengan meja kerja dokter Anggi. "Kenapa Nay?" "Tuh pasien rese banget tahu, disuruh MRI malah mau pulang, terserahlah apa mau dia," ucap Anaya sambil meredam emosinya. "Udah yuk kita pulang udah waktunya ganti tugas jaga dengan dr. Ardy dan dr. Irna, lebih baik  kamu istirahat nggak usah memikirkan pasien tadi," ajak Anggi pada Anaya. Merek pun berkemas dan segera pulang karena mereka tugas dari semalam sampai jam 8 pagi. ~~~ ~~~ Dzakka masuk rumah dipapah oleh mamanya Bu Muthia sampai dalam kamarnya. Dzakka berbaring di tempat tidurnya yang nyaman. "Handphone aku mana ma?" tanya Dzakka pada mamanya. "Handphone mama simpan, tidak ada mengurus pekerjaan hari ini okey?" Perintah mamanya. "Tapi ma...." "No tapi sayang, just for today Ok?" Dzakka hanya bisa menuruti keinginan mamanya yang sangat disayanginya. Ia pun memejamkan mata untuk istirahat,  bu Muthia keluar dari kamar Dzakka membiarkan anak kesayangannya istirahat. Bu Muthia merasa was-was karena sejak Dzakka jadi pengacara handal banyak kejadian yang selalu mengancam nyawa anak sulungnya tersebut. Tidak sekali dua kali Dzakka mengalami kejadian seperti ini, tapi seringkali entah berapa kali anaknya keluar masuk rumah sakit. Bu Muthia pernah menyuruh Dzakka berhenti dari profesi pengacara dan bekerja meneruskan usaha papanya tapi Dzakka menolak karena ini adalah passionnya juga keinginan almarhum papanya.  Dzakka bangun dari tidurnya, jam menunjukkan pukul 10 malam, cukup lama dia tidur karena efek obat yang ia minum setiba di rumah. Ia beranjak turun dari ranjangnya menuju kamar mandi untuk buang air kecil, tapi sekembalinya dia dari kamar mandi kepalanya serasa pusing tak tertahankan, perutnya terasa diaduk Aduk  dan..... "Huweeeeek.... Huweeeeek..." Ia pun muntah muntah,  bu Muthia yang memang akan memeriksa keadaan Dzakka terpekik kaget melihat anaknya yang muntah terus menerus walau tidak ada yang dikeluarkan hanya air saja. "Kamu kenapa Dzakka?!?" "Aku tidak tahu ma, kepalaku pusing tak tertahankan dan perutku mual," jawab Dzakka sambil masih muntah muntah. "Ya sudah kita ke rumah sakit sekarang." Bu Muthia bergegas menyuruh sopirnya menyiapkan mobil untuk membawa Dzakka ke rumah sakit. Sesampainya di IGD Bu Muthia menyampaikan apa yang terjadi pada anaknya. "Suster ini anak saya yang tabrakan frontal tadi pagi sus, tolong dia muntah muntah terus dari tadi, dokter yang tadi menangani dia mana ya?" Tanya Bu Muthia dengan nafas memburu. Para suster saling pandang, mereka sudah mengetahui kejadian pagi tadi konflik antara pasien dan dokter Anaya. "Tapi Bu dr. Anaya sedang libur hari ini, besok beliau baru piket," jawab salah satu perawat. "Tolong sus, tolong di telephone kan beliaunya untuk menangani anak saya," Mohon Bu Muthia pada perawat tersebut. "Baik Bu saya usahakan," seorang perawat berusaha menelepon dr. Anaya "Halo dok Anaya." "Iya ada apa sus? kenapa malam malam begini menghubungi saya, ini hampir tengah malam loh." "Ini dok pasien tadi muntah muntah." Anaya yang baru bangun karena telepon itu mengerutkan keningnya berfikir siapa yang dimaksudkan oleh perawat tersebut. "Pasien yang mana?" "Itu yang tadi... mmmm yang pulang paksa, tabrakan tadi." Anaya yang masih mengantuk langsung terduduk matanya terbuka lebar. "Kenapa dia?...muntah muntah...gawat, memang tidak ada dokter jaga sampai suster telepon saya?" "Ada dokter Ardy dok, tapi keluarga pasien maunya dokter Anaya yang menangani sekarang karena tadi pagi dokter yang merawatnya." "Kalau menunggu saya nggak keburu sus, bilang dokter Ardy tentang keadaan pasien biar beliau yang menangani, biar saya bicara dengan keluarga pasien," ucap Anaya. "Ba...baik dok, ibu, dokter Anaya mau bicara," sambil menyerahkan handphone nya pada Bu Muthia "Halo dok...tolong anak saya dok...." "Ibu tenang ya, tarik nafas yang dalam dan hembuskan pelan. Begini ibu biar dr. Ardy yang menangani anak ibu ya, kalau menunggu saya akan lama, ibu tidak mau kan terjadi sesuatu pada anak ibu? jadi tolong percaya tim dokter yang ada Bu, Saya janji akan segera kesana, tapi sebelum saya sampai biar dokter Ardy yang menangani ya Bu," bujuk Anaya pada Bu Muthia. "Tapi dok, apa tidak apa apa?" "Percaya sama saya Bu, kalau segera ditangani Pasti anak ibu akan baik baik saja." "Baik dok saya percaya dengan dokter." Bu Muthia menyerahkan handphone pada perawat yang sedang mendampingi dr. Ardy menangani Dzakka. Dr. Anaya sampai dalam waktu 45 menit karena rumahnya agak jauh dari rumah sakit, jam menunjukkan pukul 01.30 ia menuju ruang IGD menemui dr. Ardy "Bagaimana keadaan pasien?" Tanyanya. "Alhamdulillah sudah kuberikan obat menghentikan muntahnya, tinggal nanti penjadwalan MRI untuk mengetahui keadaan organ dalamnya kenapa bisa terjadi muntah," jawab dokter Ardy. "Ok, thanks ya dok, saya menemui keluarga pasien dulu." Dr. Anaya menemui Bu Muthia dan mereka saling mengenalkan diri masing-masing. "Terima kasih dokter sudah mau datang walau sekarang bukan tugas piket dokter." ucap Bu Muthia sambil menggenggam tangan Anaya "Itu sudah kewajiban saya Bu sebagai seorang dokter, nanti akan ada beberapa pemeriksaan lanjutan untuk anak ibu jadi tolong dibantu ya Bu." "Maksud dokter?" "Mmmm....ini kemarin saya sudah mengatakan pada anak ibu untuk pemeriksaan lanjutan tapi beliau menolak dan marah pada saya, jadi saya mohon hal itu tidak terjadi lagi." Bu Muthia menghela nafas, "maafkan sikap anak saya dok, pasti dokter Anaya sangat marah dan tersinggung." Anaya tersenyum "Saya memang marah dan tersinggung tapi tidak saya masukkan dalam hati Bu, kalau begitu saya permisi Bu, nanti saya kesini lagi," ucap Anaya. Anaya segera beranjak pergi dan memutuskan pulang untuk istirahat sejenak sebelum menangani pasien tersebut yang pasti akan menghabiskan tenaga juga menguras emosi mengingat kejadian tadi pagi, Anaya berfikir ini tak akan mudah Lynagabrielangga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD