01. Candy [Revised]

1686 Words
Candy Crown berjalan memasuki gerbang universitasnya. Dia adalah salah satu ribuan mahasiswa yang beruntung bisa diterima di sana. Namun, semakin bagus universitasnya, maka semakin ketat aturannya. Universitas Southern Texas. Semua orang di Texas juga sudah mengetahui kalau tempat ini adalah surga untuk mendapatkan pendidikan. Hampir seluruh mahasiswa adalah orang-orang yang beruntung karena bisa diterima. Tak terkecuali, Candy Crown, si gadis manis yang kerlingan matanya memikat. Di saat semua orang menenteng buku, gadis yang baru genap dua puluh tahun ini hanya membawa tas kecil berisi cermin dan kosmetik. Dia terus melenggang bak model di atas karpet menuju ke gedung fakultas. Setiap dia berjalan, aroma wangi parfumnya sontak membius pejantan-pejantan tangguh. Seksi, cantik, empurna. Rambut pirang tergerai lurus memanjang hingga punggung, d**a besar, pinggang ramping, kaki jenjang, dan kulit sebening kristal yang baru diasah. Gadis ini sudah memenuhi semua syarat sebagai tipikal gadis idaman setiap laki-laki. Kedengkian melanda hati para gadis-gadis lain kepadanya. Di kelas, dia selalu digoda temannya, setelah di luar kelas pun, godaan juga terarah kepadanya. Tiada hari tanpa godaan. Semenjak disakiti banyak sang mantan kekasih, Candy tidak mau lagi menjalin hubungan serius. Hubungan serius hanya akan melukai hatinya yang rapuh. Iya, walaupun bertingkah layaknya penggoda kelas atas simpanan pejabat, dalam hati, dia hanyalah seorang gadis patah hati. Dia hanya suka menebar pesona dan memamerkan kecantikannya kepada gadis maupun laki-laki lain. Intinya dia akan selalu bertingkah alah gadis superstar. Bahkan, dia menganggap dirinya adalah selebriti kampus. Seseorang bukan penghuni kampus ini jika tidak mengenalnya: Lagipula namanya saja Candy. Nama yang unik sekaligus manis, seperti dirinya. Setiap laki-laki selalu ingin merasakan manisnya. Mereka rela melakukan apapun demi bisa dekat dengannya. Sorot mata wanita muda ini benar-benar tak dapat ditolak, oleh para lelaki, dia dipandang bak lautan air di tengah gurun pasir. Setiap hari, setiap pulang dari kelas, dia selalu melambaikan tangan pada teman-teman lelaki di kelas yang tampangnya hanya membayangkan hal-hal tidak beradab. Untuk menggoda mereka, tak lupa, dia mengedipkan mata seraya berkata lembut, “Aku pulang dulu ya!” “Candy, mau aku antar tidak?” tanya salah satu dari mereka yang langsung mengikutinya. Pemuda tampan, bertubuh tangguh, lengan berotot, d**a bidang. Dia adalah pemain rugby di kampus ini. Biasanya dan normalnya tidak ada gadis yang menolak ajakannya, kecuali Candy. Sejak masuk kampus, dia berusaha keras mengejar hati Candy, tapi tak kunjung berhasil. Kini sudah dua semester lamanya. Tapi, sekedar menyentuh tangan Candy saja belum bisa. “Tidak usah, Darren nakal,” sahut Candy sembari memberikannya ciuman jauh dan kerlingan mata indah. Dia mungkin dianggap gadis murahan oleh para wanita yang iri, tapi bagi para pria, sebenarnya Candy ini malah sulit ditaklukan ketimbang gadis lainnya. Tidak ada pemuda yang berhasil mendekatinya di kampus. Darren mendekatinya, berjalan di sebelahnya. Pemuda berambut pirang dan bermata biru lautan ini kemudian membisikkan, “aku antar sampai kamar.” Gadis normal akan basah seketika mendengar bisikan dari seornag Darren McCain. Sosok pemuda paling playboy yang terpaksa harus menanggalkan gelarnya itu karena mati-matian mengejar Candy. Iya, demi Candy, dia tidak peduli dengan wanita lain. Sekali dia penasaran, rasanya takkan selesai kalau dia belum merasakan manisnya Candy. “Bagaimana, Sayang?” bisik Darren lagi. Sayangnya Candy sudah terbiasa dengan rayuan laki-laki. Malahan, dia suka sekali dirayu, itu membuktikan bahwa laki-laki memang buaya. Dia suka menjebak laki-laki, mengeluarkan sisi buruk mereka yang hanya menginginkan tubuhnya, lalu membuat mereka patah hati. Dari semua lelaki di kampus, hanya Darren yang sedikit sulit dihindari. Dia merasa lelaki ini terlalu keras kepala sampai membuatnya agak kesal. “Kau itu nakal sekali ya, Darren? Kau tidak pernah berubah, keras kepala sekali,” ucap Candy. Dia selalu berlagak layaknya gadis nakal, ya—karena dia memang ingin terus memerankan peran seperti itu. Dia ingin memendam hatinya jauh-jauh dengan menggoda setiap orang. “Aku keras kepala juga karena kau, Sayang.” "Aduh, Sayang, Sayang. Jangan panggil aku Sayang terus, aku tidak mau diantar, jadi sana pergi jauh sana.“ "Kau masih tinggal dengan pria tua dari Asia itu?” “Jangan sok tahu, ya, dia bukan pria tua.” “Tetap saja, Candy, lebih baik kau tinggal di apartemenku. Aku bisa menjamin hubungan ranjang yang panas sepanjang malam. Kau tidak akan kecewa.” “Diam saja, ya.” “Lagipula apa yang kau sukai dari pria Asia itu, kau tahu, bukan, miliknya para pria Asia tidak sebesar milik orang Amerika. Kau pasti tidak akan puas jika bersama pria itu, Sayang.” “Dia setengah Amerika, dan kau tidak usah khawatir, dia cukup besar kok.” Darren menjilat bibirnya, lalu kembali berbisik di telinga Candy. “Mungkin kau merasakan dia besar karena kau terlalu sempit, Sayang. Kalau kau denganku, pasti rasanya jauh lebih menggairahkan.” “Hei, jangan bicara di dekatku ya.” Candy mendorong d**a Darren agar menjauh sejenak. Dia tersenyum pada lelaki itu, membuat hatinya makin berdebar dan keinginan bercintanya meningkat. Darren memang sudah tidak tahan lagi. Bahkan, kalau saja dia tidak punya moral, pasti sudah menculik gadis ini dan melakukan tindakan seksual secara paksa. “Astaga, jangan melihatku penuh gairah begitu, kau membuatku berniat buruk padamu, Sayang.” Darren menyeringai. Candy terus berjalan tanpa mempedulikan lagi ocehan Darren. Kali ini, dia berjalan lebih cepat dan cepat sehingga Darren tak lagi mengekor di belakangnya. Akan tetapi, pemuda itu kembali menjilati bibir, lalu tersenyum lebar. Air liurnya nyaris keluar saat memperhatikan p****t gadis itu yang bergoyang saat dia berjalan menjauh. Pikirannya seketika menjadi kotor, dan setiap hari memang selalu seperti ini. Kegilaanya semakin menjadi saat begitu menginginkan Candy tapi tak juga bisa meraihnya. Memang, orang yang menarik perhatian Candy hanyalah mereka yang tidak tertarik padanya. Ya, berkebalikan. Dia seorang penggoda, menggoda keahliannya. Kalau ada yang menolak pesonanya, itulah orang yang akan tidur dengannya. Seperti Keizaro Tompson, si pria keturunan Amerika-Jepang yang menolak godaannya. Pria ini hanyalah pekerja kantoran biasa di sebuah perusahaan keamanan biasa. Dahulu, dia amat kaku dan tidak terlalu suka terlibat hubungan dengan wanita. Akan tetapi, sekarang dia akan marah kalau Candy tidak pulang ke apartemennya. Candy adalah bantal tidurnya, dan dia tidak mampu menghapus rasa manis Candy dari pikirannya. Mereka berdua sudah menjalin hubungan ranjang selama hampir setengah tahun. Setiap hari bagaikan bulan madu. Hanya sebatas itu, tidak lebih dan tidak kurang. Bagi Candy, Kei hanyalah semacam induk semangnya. Bagi Kei, Candy adalah pelipur tekanan pekerjaan. Mereka berdua sepakat untuk saling menghangatkan tubuh satu sama lain. Ada penelitian memang bahwa berhubungan intim bisa membuat tingkat tertekan dalam tubuh menjadi berkurang. "Kei, kau sudah pulang?“ tanya Candy saat sampai di apartemen teman simbiosis mutualisme-nya itu. Dia langsung melemparkan tas kemudian ikut menghempaskan diri di sofa sampingnya. "Kau itu yang kemana saja? Ini sudah malam. Kau kencan dengan pria lain, hah?” tanya balik Kei menaruh kaca matanya di meja, lalu mengambil sebotol anggur yang ada di ember penuh es batu. Kemudian, dia menuangnya di sebuah gelas kecil, lalu meminumnya perlahan-lahan. Tingkahnya itu memang sudah seperti seorang kekasih posesif yang siap menghukum. Sorot matanya pun sangat tajam penuh pertanyaan kepada Candy. Hubungan mereka memang abu-abu, tapi terkadang Kei tidak sadar kalau sudah seperti kekasih sungguhan. Dia bisa merasakan kecemburuan, apalagi melihat gadisnya itu berpakaian serba seksi. Di matanya, pakaian Candy selalu mengundang hawa nafsu. Dia tak bisa menghentikan jalan pikirannya yang selalu mengira Candy sedang melakukan hubungan seks dengan orang lain di luaran sana. “Aku hanya pergi ke pusat perbelanjaan dengan teman-temanku,” ucap Candy menyeringai. Dia terkadang suka membuat Kei cemburu. Kei mengganti channel televisinya sambil mengelus paha Candy di balik rok pendeknya. Dia memperhatikan tubuh gadis itu, dan mencium aroma parfum yang amat memikat. "Kau ini jangan kebanyakan keluar, langsung pulang kalau sudah selesai kuliah. Dengan pakaian seperti ini, kau hanya akan mengundang predator seksual.“ Gadis itu malah melingkarkan tangannya ke leher Kei sambil menjawab manja, ”aku sudah bersama predator seksual sekarang. Aku sudah terbiasa." “Tapi, aku ini berbeda dengan orang lain 'kan?” "Kau yang paling tampan—seapartemen ini, Kei.“ Candy menyisir rambut pendek Kei yang berwarna hitam legam. Dia sangat menyukai perpaduan Asia dan Amerika dalam diri Kei. Wajah tampan, mata lebar dengan pupil hitam, rambut pun sama hitamnya. Rasanya Kei itu seperti pangeran neraka. Sorot matanya dan aura tubuhnya amat membara sampai membakar diri Candy. Benar-benar sangat beruntung gadis itu menemukan pria yang seperti ini. Tidak hanya wajah yang tampan, Candy juga sangat mengagumi d**a bidangnya dan lengannya yang berotot. Dia membuka beberapa kancing atas kemeja pria, memasukkan tangannya, dan meraba p****g dadanya. ”Kau juga seksi,“ bisik Candy menyeringai. Kei tertawa, kemudian melesatkan ciuman ganas ke bibir ranum gadis ini. Napasnya memburu hanya karena beberapa detik berciuman seperti itu. Dia berbisik, "Lain kali jangan keluar lama-lama tanpa kabar, ya. Kalau kau hilang, aku tidak tahu harus menghangatkan tubuhku dimana.” Candy mendorongnya agar menjauh. Kemudian, dia menggoda, “ingat, jangan posesif, kau itu bukan kekasihku.” "Iya, Sayang, ingat, jangan posesif." "Tidak enak loh punya teman ranjang posesif.“ "Yang penting tahu aturan saja.” "Iya, Kei Sayang." Candy mencubit pipi Kei yang kemerahan karena pengaruh alkohol, lalu mengganti topik pembicaraan, "Itu essay milikku sudah selesai belum?" "Sudah," sahut Kei meraba pinggang gadis itu, "sudah selesai semua." "Kei memang pintar sekali.“ "Gampang, mata kuliahmu gampang.” "Nanti kerjakan yang lain ya, aku malas.“ "Kau ini tidak ada niatan kuliah, ya," sindir Kei tertawa, mukanya sedikit merah karena pengaruh alkohol. Dia mencubit pipi Candy dengan kasar, "sudah semester dua, yang rajin, Sayang. Kampusmu itu bagus, rugi kalau tidak serius kuliah." "Berisik banget, itu'kan tugasmu bantu aku.” Candy mulai malas dengan dunia akademisnya semenjak dikhianati laki-laki. Dia merasa lebih bai memanfaatkan mereka untuk mengerjakan seluruh tugas kampusnya. "Ingat perjanjian kita, Sayang. Kau jenius di akademik dan nyari uang, aku jenius di—" "Ranjang," sambung Kei tertawa. "Nah." Candy perlahan berdiri, meregangkan pinggangnya yang sedikit kaku, Kei menarik lagi Candy untuk duduk berdua kembali. "Temani aku dulu." "Aku mau tidur, Kei.“ "Baru juga jam tujuh. Bocah saja tidurnya jam sembilan." "Bodoh.” Candy mulai mengamati beberapa botol alkohol di meja yang sudah kosong. Kei tidak meresponnya. Dia hanya menyandarkan punggungnya di sofa sambil melepaskan beberapa kancing kemejanya. Suhu tubuhnya naik, apalagi setelah melihat lekuk tubuh Candy barusan. Gundukan di celananya juga ikutan naik. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD