Prolog

230 Words
"Kau tahu, setiap malam tak pernah sekalipun mimpi buruk pergi dari tidurku! Ketika aku memejamkan mata sekali saja, maka pertengkaran di antara aku dan papa malam itu, terus menghantuiku." Perempuan itu terisak, rasa sakit yang teramat nyata kembali merasuki hatinya. Dia menatap sendu sosok pria di depannya. "Kalimat yang terlontar dari mulut papaku sendiri, hari-hari yang bagai neraka untukku. Dan penyesalan yang tak pernah hilang, seberapa keras aku mencoba melupakan." "Salahkan aku! Aku memang bodoh! Salahkan aku, Bara!" Lututnya tak mampu lagi untuk menopang, sehingga dia jatuh berlutut. Tangannya tak lepas untuk memukul tubuhnya, mencoba melepaskan diri dari sesak di hati. Di antara banyaknya rasa sakit yang Bara rasakan, mengapa melihat perempuan itu dengan derai air mata di antara rasa putus asa, membuat Bara merasakan hal serupa. Sosok angkuh dan sinis yang selalu Hanna perlihatkan, kini berganti menjadi sosok yang begitu menyedihkan. Apakah luka benar-benar bisa mengubah seseorang? Atau luka yang terlalu lama di pendam itu akhirnya meluap dan menghantarkan sesuatu yang teramat menyakitkan. Ingin sekali dia mendekap erat tubuh gemetar itu, tapi Bara menyadari status mereka kini. Mereka tidak lebih dari orang asing, sekalipun namanya terucap dari mulut Hanna, tetap tidak bisa menghapus jarak lebar di antara mereka. Bara berbalik, membiarkan perempuan itu melampiaskan emosinya. "Maaf, aku tidak tahu rasanya begitu menyakitkan untukmu. Maaf, aku terlalu egois." Kalimat itu keluar begitu saja, meskipun dirinya tidak tahu tujuan kalimat itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD