Pertemuan Pertama

1389 Words
“Bangun Michelle.” Suara ibuku membangunkanku dari mimpi indahku. Mimpi yang bagus namun cukup aneh. Aku bermimpi menaiki kuda bersama seorang pangeran dari kerajaan antah – berantah. Rambut pirang keemasannya serta topi putih berbentuk oval dengan baju khas kerajaan berwarna biru gelap dengan hiasan bros emas yang memperkuat aura kebangsawannya. Aku yang duduk didepannya memakai gaun kerajaan berwarna pink bak Princess Rapunzel pada film animasi Barbie.  Aku duduk kesamping dan ia menjagaku agar aku tidak jatuh saat kuda sedang berjalan. Walaupun aku tidak mengingat jelas rupanya seperti apa tapi aku yakin ia sangat tampan dan Kharismatik. Kami tertawa dan bersenda gurau. Ia yang melontarkan lelucon aneh, yang membuatku heran sekaligus tidak memperdulikan keanehannya karena ia seorang ‘Pangeran’. Aku merasa tidak nyaman dengan diriku sendiri. Karena aku tidak pernah memikirkan soal ‘Cinta’ dalam hidupku, apalagi bermimpi tentang hal itu. Menjijikan. Aku lebih mementingkan kuliah, keluarga, dan sahabatku ketimbang bermain-main dengan pria yang pasti akan membuat hidupku berantakan. Aku mengikat rambut panjang coklatku, kemudian berjalan kekamar mandi untuk bersiap – siap pergi kekampus tercintaku. Aku berhenti sejenak didepan cermin wastafelku, mengusap muka bantalku sebelum akhirnya aku melepaskan tangtop dan celana pendek yang kukenakan. Hampir tiga puluh menit aku mandi dan akhirnya selesai juga. Aku memilih – milih baju apa yang harus dipakai untuk kekampus hari ini. Karena dua minggu lagi aku ujian thesis, aku harus mengenakan baju yang bagus untuk memberi kesan yang baik di hari – hari terakhirku. Aku tau, sebagian orang termasuk ibuku juga heran dan bertanya “ngapain sih kamu kuliah teknik mesin, kamu kan cewek.” Ya mau gimana lagi, aku mencintai mesin dan aku ingin sekali mengenal lebih jauh tentang industri otomotif. Walaupun aku akui penampilanku sangat bertolak belakang dengan jurusan kuliahku. Aku perempuan feminin, sering memakai baju dress dan hanya memakai celana ketika kekampus saja. Namun, semua itu tidak penting. Menurutku penampilan belum tentu mencerminkan kepribadian seorang. Setelah sepuluh menit mencari pakaian. Aku memutuskan untuk memakai boyfriend jeans dan kaos hitam polos serta kalung panjang dengan liontin kupu – kupu berwarna silver. “ Michelle. Cepet dong nanti telat.” Ucap Ibuku dari lantai bawah.  Suaranya cukup keras sehingga menembus dinding kamarku yang berada di lantai dua. “ Iya.” Aku bergegas menuruni anak tangga  dan berjalan kedapur. Terlihat ibuku yang sedang menyiapkan roti bakar untuk kami berdua sarapan. Kami hanya tinggal berdua dirumah ini. Ayahku sudah bercerai dari ibuku sejak aku masih sekolah dasar. Aku menemuinya sesekali karena ia sudah mempunyai keluarga baru. Ibuku orang Indonesia asli yang tinggal di Amerika sejak ia masih kuliah. Sedangkan ayahku orang asli Amerika. Ibuku seorang dokter spesialis anak disalah satu rumah sakit di Manhattan, Kota New York.  Ibuku bernama Joanna Kusumo, orang – orang sering memanggilnya Dr. Kusumo. Ia sangat ramah tentunya kepada pasien – pasiennya dan sangat mencintai anak – anak. Ia berambut hitam sebahu. Dengan tinggi badan 160 cm, 3cm dibawah tinggiku. Wajah keibuannya membuatnya sangat cocok untuk menjadi Dokter Anak. Banyak yang bilang aku dan ibuku tidak mirip. Aku yang memiliki hidung mancung, berwajah blasteran,mata agak besar, rahang yang kuat serta bibir tebal. Sedangkan ibuku memiliki hidung kecil, mata yang agak sipit, berwajah bulat dan bibirnya yang tipis. Tapi menurutku kami sama – sama memiliki wajah yang lembut. “ Wow. Roti bakar coklat kesukaan aku.” Aku langsung melahap roti yang sudah berada diatas meja makan. “ Duduk dulu.” Pinta ibuku. Aku menuruti permintaannya dan langsung duduk berhadapan dengannya. Ia sudah berpakaian rapi dengan blouse ungu serta celana hitam. Tipe pakaian yang selalu dipakai untuk kerja. “Hei. Ini hari – hari terakhir loh sebelum ujian.  Harus rajin belajar. Jangan mikirin cinta – cinta dulu. Ngerti ?” Ibuku dengan mata tajamnya menatapku yang sedang asik makan roti bakar. Aku mengangguk. “Yailah mom, kayak gak tau aku aja. Aku gak tertarik sama anak – anak kampus itu. Lagian gak ada yang cukup ganteng untuk aku.” Jawabku. Ibuku menggelengkan kepala dan tertawa mendengar ucapan anak perempuannya. Setelah kami berdua selesai sarapan, ibuku pergi kerumah sakit menggunakan mobil sedan Toyota berwarna putihnya. Sedangkan aku berjalan kehalte bus yang tidak jauh dari rumahku. Perkomplekan rumahku berada dipinggir jalan di Manhattan. Itu membuatku mudah mendapatkan transportasi umum. Mungkin hari ini adalah hari keberuntunganku. Halte bus yang biasanya ramai, pagi itu sepi. Hanya ada 2 wanita saja yang duduk dikursi halte. Tidak butuh waktu lama untuk menunggu bus datang, hanya empat menit saja bus itu sudah datang dan siap mengangkut penumpangnya. Perjalananku dari halte kekampus tidak cukup jauh hanya 15 menit jika jalanan tidak ramai, dan 30 menit saat macet. Aku duduk ditempat favoritku yaitu dekat jendela. Aku sangat suka melihat lalu lintas melalui jendela. Pemandangan kota Manhattan yang dikelilingi gedung – gedung pencakar langit membuat hatiku tentram. Bus kemudian berhenti perlahan di Halte kampusku. Aku berjalan keluar bus. Aku berjalan menuju gedung kampus melalui halaman parkir yang sangat luas. Aku memasuki gedung teknik mesin sendirian. Entah dimana keberadaan dua sahabatku, Chloe dan Harumi sekarang. Biasanya mereka berdua jika tidak ada di bangku lorong, mereka menungguku didepan kelas. “Hei.” Harumi menyapaku dari kejauhan. Ia melambaikan tangannya kepadaku. Aku berjalan cepat kearahnya. Perempuan keturunan Indonesia – jepang satu ini sangat periang dan centil, membuatku selalu terhibur setiap hari. “Gimana ? cantik gak rok baru gue ?” Ia terlihat cantik mengenakan rok pendek berwarna pink dan kaos putih polo situ. Kemudian ia berputar centil dihadapanku. Aku hanya bisa tertawa melihat kelakuannya. “Ih, bisa diem gak ?” Chloe tiba – tiba datang dan memegang bahuku. Berbeda dengan Harumi, Chloe bergaya casual dengan rambut yang selalu dibiarkan sepertiku. Harumi selalu mengikat rambutnya yang panjang menjadi dua bagian. Chloe juga keturunan Indonesia – Amerika sepertiku. Ya, kami bertiga secara kebetulan berdarah Indonesia. “Hari ini spesial tau gak ? makanya gue beli rok baru.” Terlihat Harumi yang sangat semangat membuatku yakin pasti ini tentang cowok. Kemudian kami berjalan kekelas dan menunggu dosen tiba. Harumi selalu duduk ditengah kami berdua. Ia mengambil hpnya dan menunjukkan sebuah foto seorang laki – laki tampan berjas hitam. “Liat nih.” “Siapa ni ?” Tanya Chloe yang langsung merebut hp Harumi. “Cowok ini namanya Michael Anderson. CEO baru PT. Anderson group dan yang kerennya lagi, dia adalah pemilik baru kampus kita.” Kata Harumi sambil mengehentak – hentakkan badannya kegirangan. Tidak munafik, aku cukup tertarik pada Michael Anderson ini. Tapi hanya sebatas itu saja, tertarik akan prestasinya. “Yang bikin spesial adalah dia mau dateng kekampus kita.” Lanjut Harumi dengan nada suara cukup keras sehingga membuat mahasiswa lain dikelas kami menengok terheran – heran. “Hah ? ngapain ?” aku akhirnya ikut pada percakapan ini karena aku tidak bisa menutupi rasa penasaranku. “Ihh kalian ini tinggal di goa ya ? liat dong pengumumannya dichat grup angkatan.” Harumi menunjukkan pengumuman sebuah acara “ Into The Future with Eisen.” Eisen sebuah perusahaan mobil elektrik ternyata Michael lah CEOnya. Oke ini membuatku sedikit semangat. Ternyata pria ini tidak hanya tampan, tapi juga pintar. “Acaranya siang ini jam 1 abis makan siang.” Lanjut Harumi.             Seketika mahasiswa mengisi bangku kelas dan suasana menjadi hening. Dosen pagi ini sudah masuk dan mulai mengajar. Aku tidak fokus belajar pagi ini. Entah kenapa aku memikirkan pria itu. Aku menggelengkan kepalaku dan mencoba untuk memperhatikan pelajaran. Seusai kelas selesai, kami bertiga lanjut makan siang sebelum acara tersebut dimulai. Tepat pukul 1 siang kami bertiga pergi ke Aula kampus. Ternyata yang datang sangat ramai. Untung saja Aulanya sangat luas dan mempunyai panggung yang tinggi agar bisa melihat jelas wajah CEO muda itu.  Tiba – tiba seluruh pintu aula tertutup dan lampu dimatikan hanya tersisa lampu sorot yang mengarah kepanggung. Aku, Chloe, dan Harumi duduk dibangku paling depan. Layar besar dinyalakan dan mempertontonkan sebuah mobil listrik model terbaru. Aku menengok wajah Harumi dan Chloe yang sangat antusias menunggu acara dimulai. Seorang MC wanita berjalan keatas panggung. Ia membuka acara dengan baik serta topik pembahasan acara hari ini. Dan yang ditunggu – tunggu tiba juga. “Baik, tidak usah basa – basi kita sambut CEO Eisen, Michael Anderson.” Seorang pria tinggi berbadan tegap mengenakan kemeja hitam dengan lengan digulung keatas serta celana warna senada berjalan keatas panggung. Wajah pria itu mirip dengan James Mcavoy sewaktu berperan difilm ‘Wanted’. Ia tersenyum hangat melambaikan tangannya kepada para tamu. Kemudian tanpa diduga – duga ia menatapku. Aku terhipnotis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD