Kekuatan CintaUpdated at Nov 1, 2022, 15:45
“Kinanti?” Pak Rama menghampirinya. “Kamukah ini?”
“Bapak masih ingat Kinan?” suara Kinanti bergetar. Sementara, debar-debar aneh mengganggu ruang jiwanya.
Kalau dia menanyakan kabar istri dan anak Pak Rama, akan membuat hati Kinanti sakit. Walaubagaimanapun, Kinanti belum bisa melupakannya. Dia masih mengaguminya. Ternyata, waktu yang cukup lama, selama hampir lima tahun, dia belum bisa berhenti mencintainya.
“Gimana kuliahmu?”
“Kinan sekarang masuk semester akhir, Pak. Kinan kuliah di…”
“Sastra Indonesia Unpad,” potong Pak Rama cepat sekali. “Dan kamu selalu dapat IP tertinggi di kelasmu. Juga Bapak dengar, di sana kamu sering ikut lomba baca puisi, dan selalu menang. Alumni terbaik seperti kamu, selalu menjadi perbincangan di sekolah.”
Ah, Pak Rama selalu saja memujinya dan membuatnya tersanjung. Dia memang tidak pernah berubah. Masih tetap ganteng, baik dan ramah. Yang berubah, dia sudah menikah dan punya anak, tentunya. Begitu yang terpikir oleh Kinanti.
“Kin, Bapak kangen sekali sama kamu,” Pak Rama menatapnya. Ah, tatapan yang sama seperti dulu. Tatapan penuh arti namun sulit dimengerti Kinanti. Tatapan matanya yang teduh bagaikan telaga. Alangkah damainya bila aku bersuamikan dia! Kinanti berkhayal dalam hati. Tapi segera ditepis khayalannya itu. Ingat Kinanti, dia sudah beristri dan punya anak.
Setelah tidak kuasa menolak tatapannya, Kinanti menundukkan kepala.
“Selama hampir lima tahun, Bapak… sangat ingin ketemu kamu, Kin,” dia bicara setengah berbisik.
“Tolong Pak! Jangan beri Kinan harapan!” ucap Kinanti bergetar. “Kinan tidak mau kecewa lagi.”
“Kinan…” kata Pak Rama pelan sekali, hampir tidak terdengar. “Kamu tahu, selama lima tahun Bapak mencari kamu.”
Dua tetes air mata jatuh di kedua belah pipi Kinanti. Apa arti semua ini? Setelah Kinanti menganggap Pak Rama tidak mencintainya, sekarang dia bilang, selama ini mencari Kinanti. Untuk apa? Cepat-cepat Kinanti meninggalkan Pak Rama. Sungguh, pertemuan ini membuat perasaannya tidak karuan. Walaubagaimanapun, dia tidak ingin asa dalam hatinya tumbuh lagi. Walau tidak bisa kupungkiri, dia sulit melupakan lelaki itu.