Stary Exclusive Writer
Hanya seorang pemimpi, pengkhayal yang suka menuangkan pikirannya dalam baris kata. Author romance penuh bawang. Lapak 21+ bacalah dengan bijak!
Tuan, to-tolong saya. Saya mohon," pinta gadis itu seraya berjongkok dan memeluk kaki pria muda tampan yang berdiri di hadapannya.
"Apa Kamu bilang? Katakan sekali lagi!" Arya menghisap rokoknya kemudian membuang ke udara. Pria itu berjongkok lalu mendekatkan telinga ke arah bibir Lovi.
"Saya mohon tolong saya, Tuan. Bebaskan saya dari tempat ini. Bawa saya pergi dari sini. Saya tidak mau jadi wanita penghibur. Saya akan melakukan apa pun yang Anda suruh. Asalkan Anda menolong saya. Saya bersedia untuk menjadi pesuruh Anda."
"Kamu siapa, berani menyuruh aku?" tanya Arya marah.
"Saya tidak menyuruh Tuan. Saya hanya memohon belas kasihan Anda. Saya tidak mau melakukan hal hina ini."
"Jangan mimpi! Aku tidak pernah mau mempunyai hubungan apa pun dengan seorang wanita setelah sekali aku tiduri. Meskipun itu hanya hubungan majikan dan budak." Air mata Lovi menderas mendengarkan Arya yang tidak mau menolongnya
Aku salah sangka, aku mengira ia mau menolongku. Jika ia berniat menolong, ketika ia menabrakku pasti akan langsung menolongku. Dasar kamu bodoh Lovi, batin gadis itu.
"Hei, kucing! Bulumu hitam legam, sangat menyeramkan. Tetapi kenapa aku selalu ingin menyentuh bulumu yang halus ini?" Tangan pemuda tampan itu ragu-ragu menyentuh kucing itu.
'Astaga, kenapa jantungku berdebar kencang saat Tuan menyentuhku. Mungkin jika aku manusia, wajahku sudah memerah sempurna. Aku juga selalu menginginkan sentuhan Tuan Raja. Ya ampun, aku ini kucing bukan manusia, batin si Kucing hitam.
"Kamu memang hitam. Tapi aku akui, Kamu begitu menggemaskan, mulai saat ini tinggalah di sini bersamaku. Sebagai pengobat kesepianku yang harus hidup sendirian di rumah besar ini. Mulai saat ini Kamu akan kupanggil Kitty, Kitty si kucing hitam penyelamat nyawaku." Raja mengangkat Kitty dan meletakkannya di pangkuan. Tangannya bergerak sendiri mengusap helai demi helai bulu yang begitu halus yang memenuhi seluruh tubuh Kitty.
"Kak, aku hamil." Sebuah kalimat itu meluncur dari bibir gadis yang bahkan belum bisa berpikir dewasa.
Kata-kata Dara Aulia, gadis berpakaian putih abu-abu itu seperti petir siang bolong di telinga pemuda tampan yang kini berdiri di hadapannya. Lelaki itu hampir sebaya dengan sang gadis, mungkin hanya berbeda beberapa tahun. Karena ia juga masih berseragam abu-abu.
"Apa maksudmu?" tanya pemuda itu panik.
"A-aku telat datang bulan dan aku sudah mengeceknya, ternyata aku hamil." gadis itu mengulurkan sebuah test pack dengan dua garis merah.
"Bagaimana bisa?" tanya pemuda itu seolah-olah memang tak tahu. Ia menerima test pack itu dengan enggan.
"Kakakk ... bukankah Kakak yang melakukannya? Kenapa Kakak bertanya seolah tak tahu apa-apa?" tanya gadis itu menangis.
"Hei, kenapa menangis? Jangan menangis di sini Ra! Kamu ingin kita menjadi tontonan banyak orang?" ucap pemuda itu gugup dan mengedarkan pandangannya, takut jika ada yang mendengarkan pembicaraan mereka.
"Bagaimana ini Kak? Dara takut ...," isak gadis itu semakin menjadi.
"Sttt ... diam Ra!" bentak pemuda itu tak sabar.
"Ayo ikut Kakak!" Pemuda itu menarik tangan gadisnya dan membawa ke parkiran.
Sesampainya di sebuah mobil sedan, Ardika Satya menyuruh gadis itu masuk ke dalam mobil. Dan ia juga ikut masuk.
"Kamu yakin Ra? Atau mungkin hasil testnya salah?" tanya pemuda itu tak sabar.
"Nggak mungkin Kak. Dara sudah mengecek dengan lima test pack dan hasilnya sama. Positif semua." Gadis itu menjelaskan dengan menangis.
"Sial!! Kenapa jadi begini?"
"Kak Ardi, Dara takut. Kakak akan bertanggung jawab kan?" tanya gadis itu dengan sorot mata memohon.
"Dit, kenapa kamu melakukan ini? Apa salahku padamu?" tanya gadis itu dengan tubuh basah kuyup. Bibirnya yang membiru karena kedinginan, bergetar menahan tangis .
"Kamu ini memang bodoh atau pura-pura bodoh? Kamu memang tidak punya salah padaku hanya saja aku tidak menyukaimu. Dan tak akan pernah bisa menyukaimu. Kamu ini seperti benalu. Menyusahkan orang saja. Tidakkah kamu sadar diri? Kamu tidak pernah diharapkan di keluarga ini. Aku dan Rachel membencimu, sangat membencimu." Ucapan Raditya, pemuda tampan itu tajam dan menusuk hati.
Tanpa terasa air mata mengalir di wajah gadis itu. Ternyata selama ini dia tidak pernah diharapkan di keluarga itu. Ternyata usahanya agar disukai Raditya dan Rachel percuma saja. Mereka berdua begitu membencinya. Dan sepertinya kebencian itu sudah mengakar, tidak bisa diubah lagi.
Yasminah sadar diri, memang dirinya selama ini sudah menyusahkan keluarga itu. Hanya bisa membuat orang lain membencinya. Kini ia harus membuat keputusan untuk pergi, karena ia tak pernah diharapkan lagi. Dan kebetulan Rasti dan Dimas sedang tidak ada di rumah. Ini kesempatan yang bagus untuknya pergi dan tidak lagi menyusahkan orang yang sudah ia anggap seperti orang tuanya sendiri.