Prolog

707 Words
Kamar itu tak begitu luas sebenarnya, tapi tidak sempit juga. Masih dapat menampung beberapa barang seperti ranjang sederhana, meja kecil di sisi kanan ranjang, lemari pakaian, rak buku yang berada di salah satu sisi ruangan dan meja belajar disampingnya. Temboknya yang dicat putih bersih dan dua jendela besar memberikan kesan luas pada ruangan, serta segar dan hangat karena sang pemilik selalu membiarkan jendelanya terbuka lebar mempersilakan angin serta sinar mentari masuk ke dalam kamarnya. Tak hanya barang-barang besar, di kamar itu juga terdapat berbagai foto sang pemilik dengan berbagai ekspresi ceria, foto saat ia mengenakan kostum dance-nya, ketika ia dance di panggung dan saat ia bersama sahabat terbaiknya, juga saat bersama orang tuanya. Dan jangan lupakan dengan berbagai medali juga piala yang didapatnya dari lomba dance. Semua gambaran kebahagiaan selalu dipajang di setiap sudut kamar dengan rapi dan tertata sampai semua itu terlihat begitu cantik menghiasi tembok kamarnya. Sementara sang pemilik kamar, sedang tidur dengan posisi menelungkup di tengah-tengah kasur berseprai merah marun. Kedua kakinya terangkat ke udara sembari digoyang-goyangkan, sementara kedua tangan gadis itu memegang ponsel yang menunjukkan ruang obrolannya bersama laki-laki yang selalu berhasil membuatnya gemas dan kesal di saat bersamaan, karena semua pesan yang ia kirim tak satu pun ada yang dibalas, bahkan telepon pun tak pernah diangkat.  Sialnya, ia tidak bisa berbuat apa pun agar pesan atau teleponnya direspons. Rasanya tak tega jika harus memarahi laki-laki itu. Rasa sayangnya jelas lebih besar daripada kekesalannya.  "Argh! Sialan!" umpatnya sambil membenamkan wajah ke atas kepala boneka beruang yang ia peluk. Sedetik kemudian, kepalanya kembali terangkat. Matanya yang dipenuhi rasa kesal itu kembali memandang layar ponsel yang kini menunjukkan foto profil laki-laki yang ia suka.  "Lo kenapa si Kak jual mahal banget sama gue?" tanya gadis itu pada foto di ponselnya. "Gue nggak jelek-jelek amat, kok. Cowok-cowok lain suka sama gue, tapi kenapa lo enggak?" Rasa kesalnya semakin membesar ketika mengingat segala penolakan yang gadis itu terima selama ini. Padahal, ia selalu berusaha bersikap manis, sopan dan menyenangkan meski balasan yang ia dapat jauh dari kata menyenangkan. Tapi, bukan Aileen Sifabella namanya jika ia menyerah begitu saja. Ia akan memastikan bahwa ia bisa menaklukkan laki-laki dingin bernama Zulfan Shakeel.  Segaris senyuman penuh makna langsung terbit kala sebuah ide memasuki otak Aileen. Ia mengeluarkan pen dari salah satu sudut di ponselnya, lalu membuka note di benda pintar tersebut dan mulai menuliskan sesuatu di sana.  Aileen's Mission of Love - Memastikan Kak Zulfan nerima semua perhatian gue. - Selalu ada buat dia, meskipun gue nggak diterima. - Meluluhkan hati Kak Zulfan Shakeel. - Jadi cewek Kak Zulfan, SELAMANYA. Setelah semuanya ia tulis, Aileen memandang puas pada layar ponsel sambil menempelkan ujung pen-nya ke dagu. Senyumannya semakin lebar hingga menunjukkan deretan gigi putihnya yang rapi ketika mengkhayalkan kebersamaannya bersama Zulfan nanti. Dalam hati, ia begitu yakin bisa menaklukkan seorang Zulfan Shakeel.  Suara benda jatuh tiba-tiba terdengar dari arah luar kamarnya. Kepala Aileen menoleh cepat pada pintu kamar yang tertutup dengan terkejut. Suara itu samar memang, namun cukup jelas bagi indranya. Aileen kemudian bangkit, turun dari ranjang dan perlahan membuka pintu kamarnya. Lalu, suara jeritan dan tangis terdengar semakin jelas menusuk hati. Aileen menelan ludah dengan susah payah, jantungnya berdebar cepat hingga terasa sakit saat ia memberanikan diri melangkah keluar dari kamar dan berdiri di depan pagar pembatas setinggi pinggangnya.  Mata Aileen dengan jeli memandang ke lantai bawah rumahnya. Namun, ia tak melihat apa pun. Sofa mewah berwarna coklat keemasan di bawah sana tetap rapi, begitu pun dengan berbagai pajangan yang berada di bufet sisi dinding.  Kaki Aileen rasanya gemetar ketika ia memaksakan diri untuk melangkah ke arah tangga. Suara tangisan yang berasal dari arah dapur semakin terdengar jelas disusul benda-benda berjatuhan membentur lantai. "DIAM!"  Bentakan kasar dari seorang pria berhasil menghentikan suara tangisan itu.  Bersamaan dengan Aileen menghentikan langkahnya di ujung anak tangga. Tangan kirinya yang memegang ponsel pintar menyentuh d**a, sementara tangan kanannya berpegangan dengan erat pada besi yang melingkar di tangga itu. Berusaha menahan rasa sakit yang menghampirinya.  "Aku capek, Mas." Suara itu terdengar begitu parau dan penuh rasa sakit.  Aileen memejamkan matanya dengan erat, membuat air matanya seketika jatuh membentuk anak-anak sungai di pipi. Tubuh Aileen luruh, terduduk di tangga. Pandangan matanya buram ketika ia membuka kelopaknya, memandang layar ponsel yang menunjukkan beberapa misi cinta yang sudah ia tulis sebelumnya. Lalu, dengan tangan gemetar gadis itu kembali menambahkan sesuatu di sana.  Aileen's Mission of Love - Mempersatukan Papa dan Mama ▫◻▫
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD