Bab Satu
"Mana bisa begitu!" satu gelas terguling saat seseorang di dekat sana menggebrak salah
satu sisi meja. "Aku sudah pernah bilang tinggalkan bisnis biadab itu! kenapa kamu masih menjalankannya!?"
Satu-satunya perempuan yang ada di situ mencoba tenang dengan menarik lengan
suaminya agar merendahkan intonasi bicara. "Mas, tenang.."
"Mana bisa aku tenang kalau sahabat yang sudah aku anggap keluarga sendiri melakukan kejahatan seperti ini!"
"Aku nggak ada pilihan lain, Ram. Sejak Namiya meninggal semua biaya dan kebutuhan
sekolah Bima dan Kyra aku yang pegang. Sedangkan kamu tahu sendiri semua bisnis yang aku punya bangkrut. Ini usaha paling maju dan menjanjikan beberapa bulan belakangan ini." Raksa melihat wajah kedua sahabatnya yang masih tampak emosi. "Aku minta kalian bisa paham di mana letak masalahku. Tolong jangan sampai rahasia ini bocor apalagi terendus polisi."
Mendengar perkataan sahabatnya Rama semakin berang. "Kamu pikir aku akan diam saja setelah tahu semuanya?"
Seseorang yang sejak tadi diam tiba-tiba berdeham. Namanya Indra Sasman, pengacara kepercayaan keluarga Rama. "Maaf, karena saya menyela. Apa tidak sebaiknya masalah ini kita bicarakan di tempat yang jauh lebih pantas?" kemudian dia membuat gerakan seolah malu pada
heningnya restoran tempat mereka seharusnya mengadakan makan malam hangat seperti biasanya.
Raksa berdeham. "Indra benar. Sebaiknya kita bicarakan ini–"
"Kita tidak akan membicaraka apa pun lagi!" pungkas Rama seraya berdiri. "Aku akan
melaporkan hal ini ke pihak berwajib. Kejahatan yang sudah kamu lakukan ini tidak akan aku biarkan begitu saja, Raksa."
"Rama, tunggu!" kepanikan Raksa membuatnya langsung mengatupkan kedua tangan,
memohon. "Aku mohon jangan laporkan aku ke kantor polisi. Jual beli obat terlarang hanya dilakukan oleh orang yang memang menginginkan. Bagaimana nasib Bima dan Kyra seandainya aku tidak ada? apa kalian tidak merasa kasihan pada mereka?"
"Indra!" Rama memanggil sang pengacara yang langsung menyahut dalam satu kali
panggilan. "Siapkan seluruh surat yang diperlukan. Aku akan mengadopsi Bima dan Kyra selagi ayahnya di penjara."
"Kamu tidak bisa melalukan hal ini kepadaku, Rama!" hilang sudah semua sikap melas
dan memohon dari Raksa. Semua itu digantikan dengan raut marah. Tidak terima sampai dia merangsek maju dan langsung mencengkeram kerah kemeja sahabatnya. "Kamu selalu bersikap seenaknya dari dulu. Kamu menganggap dirimu begitu besar sampai tidak menyadari ada banyak
orang yang ingin membunuhmu."
Mata Rama yang membelalak membuat Raksa semakin tidak tahu diri.
"Ya, Rama! Ya! semua orang yang dekat dan pura-pura bersahabat denganmu hanya
ingin melenyapkanmu! kamu kira aku rela selamanya menjadi yang terbawah?"
Rama menepis tangan itu dari lehernya. Sorot matanya tampak marah sekaligus kecewa. "Aku sungguh menyesal karena sempat menganggapmu sebagai keluargaku sendiri."
"Kalau kamu benar-benar menganggapku keluarga, kamu tidak akan mengabaikan
permohonanku kali ini."
"Tapi itu melanggar hukum, Raksa!"
"Aku tidak peduli!" Raksa mengulurkan telunjuk tepat di depan wajah sahabatnya. "Kamu dengar ini baik-baik. Di dunia ini hanya segelintir orang yang mau berteman tanpa
mendapat keuntungan. Semuanya hanya sebatas harta dan tahta. Kamu tidak akan tahu bagaimana pahitnya kopi jika tidak mau mencoba untuk mencicipi dan menjadi bagian di dalamnya."
Rama mendengus kasar. "Simpan petuah itu untuk dirimu sendiri. Semoga setelah masuk
bui pikiranmu terbuka lebar dan beralih ke jalan yang benar." Rama menoleh ke tempat
instrinya, "di mana Alfa?"
Seorang pemuda datang dari ujung lorong dengan rambut basah. Anak laki-laki satu-
satunya Rama itu sudah satu tahun menjabat sebagai CEO di Mahaka Group. Perusahaan besar yang bergerak di bidang real estate milik keluarga Kavindra. Dari awal bertemu, Raksa sudah berniat menjodohkan Kyra dengan Alfa. Tapi sekarang rencana itu pupus begitu saja.
"Alfa, kita pulang sekarang!" Rama berbalik diikuti sang istri yang menyeret lengan
anaknya saaf Alfa berniat pamit pada Raksa. Pemuda itu tampak kebingungan melihat amarah di masing-masing wajah dan suasana yang melingkupi sebelum dipaksa masuk mobil dan pulang ke rumah.
"Dasar b******n tengik!" Raksa mengumpat dan menjatuhkan tubuh di kursi yang dia
tempati sebelumnya. "Aku tak sudi berteman dengan dia seandainya perusahaannya tidak seperti raksasa."
"Sekarang kamu bisa tenang karena mereka semua akan mati sebentar lagi," sahut Indra.
Saat mata mereka berdua bertemu, Raksa dan Indra tertawa kencang. Tampak puas sudah
berhasil membodohi keluarga itu tanpa ketahuan.
Sudah bertahun-tahun Indra ingin
menggulingkan kekuasaan Rama Kavindra dari Mahaka. Karena tidak ada penopang yang cukup kuat akhirnya dia tidak bisa berbuat apa pun selain terus menjadi pengacara kepercayaan keluarga.
Saat Raksa datang dengan kedok sahabat, Indra sudah tahu ada yang diinginkan laki-laki
itu dari Rama. Mereka akhirnya menjadi kongsi setelah tahu tujuan masing-masing, yaitu
merebut kekuasaan Mahaka dan melenyapkan keluarga Kavindra.
"Aktingmu tadi cukup bagus. Aku tidak bisa membayangkan betapa tersiksanya dirimu
berpura-pura setia selama bertahun-tahun lamanya." Raksa menuang minuman keras ke dalam
dua gelas dan memberikan salah satunya untuk Indra. "Bagaimana rasanya?"
"Cukup menyenangkan," sahut Indra setelah menyesap minumannya. "Tapi aku cukup
kasihan mereka akan mati dengan cara keji. Selama ini keluarga Kavindra terkenal dermawan dan suka menolong orang. Apa jadinya budi baik mereka justru membuat mereka tergelincir dari kematian yang wajar?"
"Mati karena kecelakaan mobil kurasa masih cukup wajar." Raksa tertawa semakin
bahagia. "Mari kita hitung, kira-kira sekarang mobil itu sudah sampai mana mengantarkan
mereka ke neraka?"
* * *
"Kita mau ke mana?" Alfa menatap ayah dan ibunya bergantian. Sejak keluar dari
restoran keduanya masih belum membuka percakapan. Saling diam dan memasang wajah marah dan kecewa. Sekarang mobil mereka malah tidak menuju ke rumah. "Ma, Pa, ada apa sebenarnya? Kenapa kalian diam saja dan–"
"Kita akan ke kantor polisi dan melaporkan kejahatan seseorang." Rama menginjak pedal
gas semakin dalam. Malam ini sopir keluarga mereka sedang izin cuti karena istrinya
melahirkan. Jadi Rama sendiri yang mengemudi kendaraannya. "Alfa, apa pun yang terjadi nanti, kamu harus tetap berada di jalan kebenaran. Setinggi dan sebesar apa pun jabatanmu nanti, jangan pernah lupa kalau kita adalah manusia."
"Maksud Papa?"
Ibunya menangis di kursi belakang. "Pamanmu, Raksa telah terjerumus di dunia gelap. Diam-diam dia mengelola bisnis jual beli obat terlarang dan organ dalam manusia."
Alfa terkesiap. Sama sekali tidak menyangka jika sahabat ayahnya yang sudah dia
panggil sebagai paman mampu berbuat sejahat itu. Padahal selama ini Alfa sangat percaya padanya.
"Jadi sekarang kita mau melaporkan Paman Raksa?" Alfa mengeraskan rahang teringat
kata terakhir ibunya. "Sebaiknya kita pulang saja, Pa. Biar aku yang akan urus bersama Om Indra."
"Aku bahkan meragukan Indra juga sekarang," sahut ayahnya.
Kembali Alfa terkesiap. "Jangan bilang Om Indra juga–"
"Papa, awas!!!"
Tikungan tajam di depan sana membuat pandangan sedikit tidak jelas. Apalagi ketika
lampu terang itu datang dengan bunyi klakson keras seolah memperingatkan jika jalur yang
dilalui seharusnya memiliki kecepatan yang lebih pelan.
"Remnya blong!" Teriak Rama diantara kepanikan itu.
Alfa memegang hand grip handle erat-erat. Sementara istri Rama mulai menangis sambil
melakukan apa yang diperintahkan oleh suami dan anaknya. Tetap tenang dan tetap
berpegangan.
"Kamu harus ingat apa yang tadi Papa katakan, Alfa!" Di sela-sela kepanikan Rama
kembali mengingatkan putranya. Matanya memerah, begitu pula Alfa yang biasanya selalu
tampak keras dan tak mudah menangis. Tapi kondisi ini membuatnya merasa seakan-akan sebentar lagi dia akan kehilangan sosok panutan dalam hidupnya.
Belum sempat Alfa membalas, mobil sudah menukik sampai tubuh mereka terpelanting
ke satu sisi. Alfa bisa mendengar ibunya menjerit, ayahnya berteriak, lalu tubuhnya tiba-tiba terbebas dari sabuk pengaman sebelum melayang keluar dan menghantam sesuatu yang membuat kepalanya pengang. Kemudian suara ledakan terdengar dan matanya terpejam.
* * *
Ohayou!!! semoga suka sama cerita baruku ya :)