bc

Too Young

book_age16+
3.6K
FOLLOW
42.0K
READ
family
love after marriage
arranged marriage
goodgirl
drama
comedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

ketika kamu yang berusia 17 tahun dipaksa untuk menikahi seseorang yang bahkan tidak kamu kenal sama sekali, apa yang akan kamu lakukan?

menerima atau menolak?

ketika kamu yang berusia 17 tahun diberi tanggung jawab yang cukup besar untuk membina rumah tangga apa yang akan kamu lakukan?

kisah antara Arka Satria Hutomo dan Amoura Revania Pratama yang masih berusia 17 tahun dan dipaksa untuk menikah oleh kedua orang tua mereka, pernikahan yang bahkan tidak pernah terlintas di kepala mereka akan mereka jalani di usia yang masih belia, bagaimanakah perjalanan mereka membangun rumah tangga? Akahkan kemunculan orang ketiga di kehidupan mereka menghancurkan rumah tangga mereka?

chap-preview
Free preview
Bagian 00
"Mora, mama dan papa akan pindah ke London pertengahan bulan depan," kata seorang pria berusia sekitar empat puluh tahunan pada putrinya. Gadis yang sejak tadi diam saja menikmati hidangan makan malamnya mendongak menatap Papa dan Mamanya. "Aku juga ikut pindah dong Pa?" Tanya gadis bernama Mora. Sang Mama menggelengkan kepalanya pelan, "Nggak perlu sayang, kamu di sini saja. Lagipula kamu sebentar lagi ujian kenaikan kelas 12, Sayang. Kalau kamu  ikut pindah, sekolah kamu gimana?" Mora menatap Mamanya memelas. "Kan Mora baru masuk semester genap Mama, ujian kenaikan masih lama. Mora ikut Mama sama Papa ya?" Papa menggelengkan kepalanya tak setuju. "Kamu tetap di sini,” ucapnya tegas. “Papa sama Mama harus urus perusahaan yang ada di London sayang. Kamu di sini saja ya, kamu urus perusahaan sama sekolah Papa di sini. Hitung-hitung belajar mengatur perusahaan, karena kamu anak Papa satu-satunya. Suatu hari perusahaan Papa akan jatuh ke tangan kamu juga,” tambah Papa Mora—Revan. Gadis itu mengerucutkan bibirnya seperti bebek mendengar ucapan sang Papa dan dengan terpaksa mengiyakan ucapan sang Papa karena memang begitulah kenyataan sebenarnya. "Nah, gitu dong, itu baru anak Papa sama Mama," ucap Revan senang karena berhasil membujuk putrid semata wayangnya yang terkadang keras kepala. Melihat putrinya murung sebenarnya Nia—Mama Mora—tidak tega juga, tapi apa daya ini semua untuk kebaikan Mora juga nantinya. "Jangan sedih dong sayang. Mama sama Papa nggak ninggalin kamu sendirian kok. Mama kasih kamu teman," ucap Nia.. Mora menatap Mamanya penasaran. Teman? Mora terlihat semangat mendengarnya. “Siapa, Ma?”   "Besok kamu juga tahu, Sayang. Besok kita makan malam bersama keluarga teman Papa. Nanti kamu bisa kenalan sama dia di sana." Mendengar jawaban Mamanya, Mora merasa bersemangat dan sedikit melupakan kesedihannya karena akan ditinggalkan oleh kedua orang tuanya untuk sementara. ===0o0o0=== Esok malamnya seperti yang dikatakan Nia dan Revan, Mora serta Papa dan Mamanya sudah siap dengan pakaian rapi mereka menuju rumah teman yang dimaksud Nia. Mora dan kedua orang tuanya sudah sampai di sebuah rumah bergaya eropa klasik yang megah, Mora tak henti takjub dibuatnya. Kedatangan Revan sekeluarga disambut hangat oleh sang Nyonya rumah. "Ayo masuk, aduh... Ini anak kamu, Ya?" tanya Nyonya rumah pada Nia. "Iya, Lus, dia Mora anak aku," jawab Nia. Mereka berjalan menuju ruang makan, di sana sudah ada seorang pria yang sebaya dengan Revan. "Udah dateng, Van. Wih... Anak kamu cantik juga," kata pria sebaya Revan sedikit menggoda Mora. "Jelas dong, Nan. Siapa dulu Mamanya," ucap Nia bangga. Empat orang dewasa itu tertawa kecil tanpa menghiraukan Mora yang sedang kesal dan malu. "Yaudah, ayo duduk,” ucap Lusi menyilahkan tamu-tamunya. “Aku panggil anak-anak aku dulu." Lusi meninggalkan ruang makan menuju lantai dua rumahnya. "Mora sekolah dimana?" tanya Kenan pada gadis itu. "SMA Bina Bangsa, Om," jawab Mora seadanya. "Kamu satu sekolah dong sama anak Om yang kedua. Dia juga sekolah di sana, sekarang kelas 11. Kamu juga kelas 11, kan?" Mora menganggukkan kepalanya. ‘apa anak Om ini yang dimaksud Mama kemarin?’ Tak lama suara langkah kaki terdengar begitu banyak di telinga Mora. "Maaf ya lama, anak-anakku ribet semua," kata Lusi meminta maaf pada Revan sekeluarga. Lusi duduk di sebelah Kenan, suaminya. Diikuti dua remaja laki-laki yang memiliki wajah serupa dan juga seorang gadis cantik. Mora menatap dua lelaki identik didepannya, wajah keduanya tak asing dengan Mora. Dan ternyata salah satu dari dua lelaki itu juga menatap Mora. Makan malam selesai, mereka semua beranjak dari sana menuju ruang keluarga yang cukup luas. Mereka bercakap-cakap ringan, mulai dari mengenalkan anak-anak mereka. Dan baru Mora tahu ternyata mereka bertiga itu kembar dan seumuran dengannya. "Sebenarnya ada yang mau Ayah dan Om Revan bicarakan pada kalian semua." Nada bicara Kenan berubah serius. Keempat anak remaja itu menatap Kenan dan Revan bingung. "Kami akan menjodohkan Arka dengan Mora," ucapan Revan sontak membuat Mora menatap Papanya kaget. Apa? Dijodohin? Semuda ini? No! Big no! Mora ingin protes tapi Nia menyela Mora sebelum mengeluarkan suaranya. "Mama dan Papa akan ke London, Mora. Dan kami tidak mungkin meninggalkan kamu di rumah sendirian. Terlalu berbahaya!Jadi kami memutuskan untuk menjodohkan kalian berdua.” “Ingat yang Mama bilang kemarin Mora. Mama akan beri kamu teman yang akan menemani kamu di rumah?” tanya Nia pada putrinya. Mora seolah mengingat kembali uapan Mamanya semalam, jangan bilang yang dimaksud Mama itu Arka? “Yang Mama maksud itu Arka. Mama nggak mungkin biarin kamu sama Arka tinggal satu atap tanpa ikatan," lanjut Nia membenarkan pemikiran tebakan Mora. Mora menunduk kepalanya yang terlalu penuh untuk berpikir sekarang ini. Dia tak mau menikah di usia mudanya ini. Bahkan dia baru beberapa minggu lalu merayakan ulang tahun ketujuh belasnya, dia belum siap menjadi istri orang apalagi calon suaminya adalah orang yang tidak Mora kenal sama sekali. Tapi, ini permintaan kedua orang tuanya, harus bagaimana dia sekarang? "Ayah, Bunda, Om dan Tante, bisa aku bicara dengan Mora dulu?" tanya Arka pada empat orang dewasa itu. Keempatnya mempersilakan Arka mengajak Mora ke taman belakang. "Gimana lo?" tanya Arka dengan nada dingin dan wajah tanpa ekspresi andalan Arka pada Mora begitu mereka sampai di halaman belakang, tanpa basa-basi. "Nggak tahu, gue nggak kenal sama lo, gue baru tujuh belas tahun dan gue harus nikah? Yang bener aja sih," kata Mora yang masih diliputi rasa terkejut, kesal dan bigung. "Tapi gue nggak bisa nolak keinginan Mama sama Papa. Karena gue yakin mereka pasti udah mikirin ini baik-baik sebelumnya," tambah Mora. Dia mendongak menatap anak laki-laki didepannya—Arka.. "Lo sendiri gimana?" tanya Mora pada Arka. Anak laki-laki itu menghela napas. "Gue bakal terima walaupun terpaksa sebenarnya. Toh keputusan Ayah sama Bunda nggak bakal bisa gue bantah juga," jawab Arka dengan santai. Mendengar jawaban Arka yang terkesan santai dan menerima perjodohan itu membuat Mora mau tak mau menghela napas pasrah. "Jadi kita nikah ini?" tanya Mora pada Arka. Anak itu menganggukkan kepalanya. Melihat Arka menganggukkan kepalanya membuat Mora kembali menghela napas. "Okay, kita balik ke dalam.” Mora mengikuti langkah Arka dari belakang. Dengan berat hati Mora harus mau tak mau mematapkan hatinya menerima perjodohan yang menurutnya tak masuk akal. Demi apa gue bakal nikah di usia semuda ini dengan orang yang bahkan baru gue kenal beberapa menit yang lalu? Seriously? apa keputusan gue ini benar? Tuhan, semoga keputusanku ini tepat. ======== To be continue

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

MOVE ON

read
95.2K
bc

Mengikat Mutiara

read
142.5K
bc

Undesirable Baby 2 : With You

read
162.0K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
91.0K
bc

Undesirable Baby (Tamat)

read
1.1M
bc

Turun Ranjang

read
579.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook