ALYFANA FASHA ARMALYTA

1007 Words
Nikah? Satu kata yang rasanya bikin seorang Fasha mau mati detik itu juga. Apalagi masuk surga. Padahal usianya masih dua puluh tahun. Tapi ia sudah dipaksa menikah dengan seorang dokter muda yang katanya ganteng bin kaya. Tapi, dari usianya itu, lho! Sudah membuat Fasha tidak yakin dengan kata ganteng itu. Ibunya memang bilang begitu. Bilang jika anak temannya itu ganteng luar biasa. Sampai-sampai mengalahkan kegantengan Stevan William. Tapi masa, iya? Tapi bayangkan saja jika umur mereka saja selisih delapan tahun. Bayangkan, delapan tahun. Ibarat laki-laki itu sudah bisa main bola, dia baru saja brojol. Rasanya tidak etis untuk menikahkan anak di usia muda. Ini bukan muda lagi, tapi muda banget. Fasha kembali melipat tangannya di d**a. Sudah berkali-kali ia bilang tidak mau menikah muda. Tapi ibunya saja yang selalu mendesaknya. Fasha kan masih kecil, mau tahu masalah menikah dan berkeluarga. Otaknya saja masih bisa dibilang konslet karena tidak seimbang antara hormon dewasa dan hormon anak-anaknya. "Eh, denger baik-baik ya. Nak Arham itu ganteng banget. Udah tinggi, ganteng, putih, terus kaya lagi." Ucap ibunya lagi yang mulai mengunggul-unggulkan Arham-Arham itu. Membuat kuping Fasha rasanya panas. Pasalnya sudah berhari-hari nama Arham disebut dalam setiap aktivitas hidupnya. "Halah, artis muka ancur aja ibu bilang ganteng. Apalagi ini, Pak dokter kan emang banyak duit. Secara kan dokter, dan kalau cowok banyak duitnya itu tiba-tiba bisa kelihatan ganteng dadakan." Jawab Fasha dengan wajah kesalnya. Meniru ucapan ibunya setiap kali membicarakan masalah menantu idaman. Memang begitu kan? Punya calon suami tidak perlu ganteng dan berpenampilan nyentrik. Yang penting, calon suami itu mapan dan bisa menghidupi. Mau ganteng mau jelek, asal uangnya banyak nanti lama-lama juga jadi kelihatan ganteng sendiri. Seperti lelucon yang ingin segera Fasha tertawakan saat itu juga. Mana ada laki-laki makin ganteng kalau banyak uangnya, kecuali kalau dia memang sudah operasi plastik jadi Dion Wiyoko, mungkin? Itu saja jika operasinya berhasil. Kalau tidak! Bisa makin hancur mukanya. Anak SD juga tahu kalau itu hanya kiasan semata. Dan bagi Fasha, ia tidak mau menikah bukan karena dia masih cukup kecil. Alias masih imut dan belum cukup pengalaman untuk berumah tangga. Tapi karena dia masih belum bisa membuka hati untuk laki-laki karena trauma masa lalunya. "Pokoknya kamu besok ikut aja. Lihat dulu Nak Arham-nya. Siapa tau kamu langsung cocok dan mau dinikahin saat itu juga." Jawab Bu Dena santai dengan senyuman menggoda. Setidaknya setelah ia menikahkan anakya dengan dokter yang sudah mapan, ia jadi tak perlu memikirkan masalah biaya kuliah Fasha lagi. "Dan masih mau kuliah, kan? Manfaatin itu suamimu buat bayarin uang kuliah," ucap Bu Dena dengan senyuman bangga. Kan lumayan jika Fasha mau, bisa meringankan bebannya. Fasha menelan kue keringnya susah payah. Kalimat ibunya itu rasanya lebih susah dicerna daripada mata kuliah kalkulus diferensial, yang tiba-tiba isi kepalanya merujuk pada limit tak hingga. Yang isinya selalu tak jauh dari angka kecil. Sudah mengerjakan lama eh, hasilnya cuma nol. Kan menyakitkan! Fasha menyandarkan punggungnya disandaran sofa. Memang sih, menikah itu mudah. Tapi dia sendiri belum tahu siapa calon suaminya itu. Standar kegantengan orang kan beda-beda. Kalau menurut ibunya, Arham-Arham itu ganteng. Tapi belum tentu kan dia juga bilang begitu. Lagipula orang yang akan dijodohkan dengannya itu juga sudah berumur matang. Atau lebih kasarnya lagi 'bujang lapuk'. "Ibu ini jangan matre-matre amat, lah. Masa anak sendiri dijadikan tumbal. Nggak kasian sama Fasha yang mau dinikahin sama om-om kurang belaian. Jangan-jangan dia p*****l," ucap Fasha asal yang membuat Bu Dena langsung menyentil mulut putri kesayangannya itu. "Ya Allah, Bu. Sakit! Ini mulut lho," ketus Fasha dengan wajah cemberutnya. Lalu mengusap bibirnya yang sedikit perih. Padahal tidak terlalu keras Bu Dena menyentilnya. Fasha-nya saja yang sedikit berlebihan. Lah ini, sifat manja yang satu ini tidak bisa hilang dari diri Fasha. Mau sampai umur seratus tahun juga, manjanya bukannya berkurang eh malah bertambah. Alyfana Fasha Armalyta. Biasa dipanggil dengan nama Fasha. Salah satu mahasiswa pendidikan matematika semester empat yang sudah mulai kehilangan kewarasannya karena terlalu lama keracunan rumus. Bahkan sudah banyak rumus yang tidak sengaja ia telan secara mentah-mentah tanpa pembuktian. Memangnya ini cinta, perlu dibuktikan segala? Bahkan cinta baginya juga tidak pernah dibuktikan. Fasha memang mahasiswa yang cukup pintar, tapi ia sangat ceroboh. Punya semangat tinggi dalam mengerjakan sesuatu, tapi pas di tengah jalan langsung males karena badmood. Fasha juga tergolong perempuan dengan napsu makan tinggi tapi berat badan aman. Giliran yang gendut makan, makan sesendok aja timbangan langsung jomplang. "Bu, Fasha itu maunya kuliah sampai selesai dulu. Kerja baru deh nikah. Bukannya minta uang terus sama calon suami buat bayarin kuliah." Ucap Fasha yang kini asik memandangi buku-buku tebal penuh tulisan paling dihindarinya. Bagaimana mungkin ada bahasa inggris di dalam matematika. Bagaimana bisa, si penulis buku ini dengan tidak berperikemanusiaan mencampur adukkan teori himpunan dengan menggunakan bahasa inggris. Apa siksaan ini harus melanda mahasiswa matematika yang harusnya bebas bahasa inggris tapi bukunya semuanya berbahasa asing. Woy, ini matematika bukan pelajaran bahasa. Padahal, tujuan utama dari masuk jurusan matematika adalah untuk menghindari bahasa inggris. Tapi apa yang terjadi? Fasha punya banyak buku matematika tapi semuanya menggunakan bahasa itu. Kenapa tidak bahasa indonesia atau bahasa jawa. Sudah pasti setidaknya ia paham dengan apa maunya x dan y, yang selalu rempong minta di cari. "Ngapain kamu malah merem-merem nggak jelas begitu," tanya Bu Dena yang melihat Fasha sedang memejamkan kedua bola matanya pelan-pelan. Seperti kedap-kedip tapi pelan. "Hehe, nyari wangsit, Bu. Siapa tau bisa buat ngerjain tugas," jawab Fasha seadanya karena saat ini Google translate tidak lagi berguna. Sekarang ia harus paham dengan materi relasi, fungsi, jenis-jenis relasi dan fungsi, lalu dengan teganya, sang dosen memberi tugas tidak tanggung-tanggung. Langsung tiga lembar sekaligus. Benar-benar membuat generasi muda cepat-cepat masuk rumah sakit jiwa karena terlalu stress mencari x dan y yang selalu ilang-ilangan tak jelas. "Lah, lebih enakan nikah kan daripada nyelesain tugas bahasa inggris? Kalau kamu mau sama Arham, sudah dikerjain tugas bahasa inggrismu itu. Secara, dia pinter bahasa londo. Ndak kaya kamu yang cuma tau yes no yes no," promosi again. Seperti orasi dari parpol saja. Ah, sudahlah! Fasha memilih fokus dengan relasi dan fungsi matematika daripada harus mengurusi relasi dan fungsi menikah. Capek deh..!!   ---oOo---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD