Chapter 1

1214 Words
Devan mengakhiri meeting terakhir untuk proyek yang sudah berjalan dengan lancar. Acara ini mendatangkan keuntungan yang besar bagi kedua pihak. Kolaborasi yang bagus. Devan jadi punya cukup dana untuk menutupi kerugian proyek di Sumatera akibat ada anak buahnya yang korupsi. Begitu meeting selesai, semuanya berberes dan keluar dari ruang rapat. Devan juga berberes dengan buru-buru. Ia ingin segera kembali ke Jakarta. Sudah beberapa hari semenjak tidak bertemu Elsa. Komunikasi juga jarang karena sibuk. Selain itu, Devan juga merindukan Rendra dan Andra. Setelah keluar melewati pintu, Erisca menghampirinya. “Akhirnya selesai ya, Devan.” Perempuan itu adalah anak pemilik multinational company yang basis perusahaannya di Paris. Berkat perempuan itu, Devan bisa menggelar kolaborasi ini. Seharusnya mereka memanggil dengan embel-embel Pak dan Bu agar profesional. Hanya saja Erisca yang meminta sendiri agar mereka memanggil cukup dengan nama. Katanya berhubung seumuran. Mereka kemudian memasuki lift. “Iya. Terima kasih banyak untuk kepercayaannya.” “Mau makan malam bersama untuk merayakan?” ajak perempuan itu. Sebagai rekan kerja, sudah seharusnya Devan mengiyakan tawaran dari Erisca. Masalahnya adalah Devan sudah merindukan istri dan anaknya. Selain itu, ia juga sudah memesan tiket pesawat. Alibi yang bagus untuk menolak. “Maaf, Erisca. Tapi saya sudah pesan tiket pesawat. Saya harus kembali ke Jakarta. Kita bisa makan-makan lain kali,” ucap Devan. Pintu lift terbuka dan keduanya keluar bersama. “Semoga kita bisa bersinergi lagi di masa depan. Saya duluan ya, Erisca.” “Oke. Hati-hati ya, Devan.” Erisca menghentikan langkahnya dan menatap Devan yang berjalan tergesa meninggalkan lobi. Senyuman di wajahnya menghilang dan sorot matanya kini menatap tajam. “Mona,” panggil Erisca. Perempuan itu adalah sekretarisnya. “Iya, Bu.” “Dia baru saja menolak ajakan makan malamku setelah yang aku lakukan untuk membantunya. Enaknya diapakan?” tanya Erisca. Mona mendekat untuk berbisik. Erisca kemudian tersenyum mendengarnya. “Good. Lakukan dengan cepat. Dia harus sadar baru saja berani menolak siapa. Erisca Martheaven!” *** Elsa sedang merenung ketika Rendra berteriak antusias karena kedatangan Devan. Andra juga tidak kalah hebohnya. Anak kedua itu tahunya ikut-ikutan sang kakak saja. “Papa. I miss you.” Lamunan Elsa akhirnya buyar. Setelah ia merenung karena mendapat pesan dari Angel. Sahabatnya itu sedang menekuni bidang fashion dan belajar di Paris. Angel mengirimkan foto hasil rancangannya. Sahabatnya itu juga bekerja sebagai asisten designer ternama di Paris. Pencapaian yang membanggakan. Elsa kemudian menatap Devan yang saat ini tengah berlutut dan memeluk kedua putranya itu. “Miss you too. Ini oleh-oleh kalian. Mbak, tolong ajak mereka ke ruang main, ya.” Devan ingin langsung memeluk dan mencium istrinya. Akan tetapi ia harus pastikan anak-anaknya itu menepi terlebih dahulu. Begitu kedua anaknya itu ditemani Citra ke ruang khusus bermain, Devan langsung menghampiri Elsa. “Hai,” ucap Devan sumringah. Ia langsung menghampiri Elsa yang tengah duduk di sofa. Wanita itu bangkit dan kemudian menyalimi tangan Devan. “Aku kira balik besok,” ucap Elsa. Devan menjatuhkan kecupan di keningnya sebelum menarik Elsa ke pelukan. Pelukan yang hangat itu akhirnya bisa Devan rasakan. Setelah berhari-hari berpisah. Rasa rindunya terasa menggunung. “Sudah bisa balik hari ini. Jadi aku langsung balik. Rindu,” ujar Devan seraya mengusap rambut Elsa. Pelukan itu terlepas. Devan kemudian menatap Elsa seraya tetap mengusap rambutnya. “Kenapa? Nggak kangen aku?” tanya Devan. Lelaki itu kemudian mengecup bibir Elsa. “Bukan. Kaget aja tiba-tiba dateng.” Devan tersenyum. Ia ingin mencium bibir perempuan itu lagi namun Elsa menahannya. “Kamu mandi abis itu aku siapin makan malam.” Devan datang setelah makan malam berakhir. Elsa juga tidak menduga lelaki itu tiba malam ini. Jadi tidak ada makanan yang bisa Devan nikmati. “Nggak usah. Aku ngga terlalu laper. Aku mandi habis itu nemenin anak main sebentar terus kita tidur.” “Serius?” tanya Elsa memastikan. “Serius, Sayang. Aku mau mandi dulu.” Devan mengusap pipi perempuan itu kemudian melangkah menjauh. Selepas kepergian Devan, Elsa memilih menuju ruang bermain tempat Rendra dan Andra berada. Dua anak itu nampak sedang antusias memainkan topeng Barong yang Devan beli. Juga ada Ogoh-ogoh mini. “Mama. Look at me,” pinta Rendra mulai mengangkat Ogoh-ogoh dengan penuh antusias. Andra sambil dipegangi oleh Citra pun juga ikut antusias. Andra sebenarnya sudah bisa berjalan namun tetap harus diawasi. Elsa pun tersenyum menatap kedua anaknya itu. *** Elsa mengecup pipi Rendra yang sudah tertidur pula. Ia kemudian bergantian mengecup pipi Andra juga. Kakak beradik itu tidur di kamar yang sama sementara ini. Jika Andra sudah berusia tiga tahun nanti, Andra akan mulai tidur sendiri. Begitu juga Rendra. Devan juga melakukan hal yang sama, mengecup pipi Andra serta Rendra. Kebiasaan mereka jika dua anak itu sudah tertidur. Keduanya lantas kembali ke kamar. “Jangan lupa ya besok ikut aku ke acara seminarnya Bu Airin.” Elsa menganggukkan kepalanya. Agenda harian Elsa hanya sebagai ibu rumah tangga jadi ia akan selalu ingat dengan jadwal yang harus dihadiri. Tepatnya besok malam ia menemani Devan untuk hadir ke acara tersebut. Begitu Elsa naik ke atas ranjang, Devan kemudian mendekat dan langsung memeluknya. Elsa pun memposisikan diri agar lebih nyaman. Ia mengusap kepala lelaki itu. “Pasti capek ya nyiapin acara di Bali.” “Capek menahan rindu,” sahut Devan. “Idih,” ucap Elsa. Devan hanya terkekeh. Lelaki itu kemudian menghirup aroma dari ceruk leher Elsa. Bahkan hanya dengan keberadaan perempuan itu saja, Devan bisa menjadi lebih tenang. “Kamu ngapain aja hari ini?” tanya Devan kemudian. Deru napas lelaki itu terasa menggelitik leher Elsa. Akan tetapi Elsa tidak bisa merubah posisi karena pelukan seperti ini terasa sangat nyaman. Ia juga tahu Devan pasti lelah secara fisik. Lelaki itu hanya tidak mengakuinya saja. “Seperti biasa. Karena hari ini Rendra libur, jadi aku banyak main bareng Rendra sama Andra.” Rendra sudah menginjak usia tiga tahun lebih jadi anak itu sudah masuk preschool. Jadi jika weekend saat pagi hari, Rendra ada di rumah. “Kalian main apa aja?” Pillowtalk mereka memang seperti ini. Membicarakan tentang perkembangan kedua anak. Devan yang bekerja senin sampai jumat selalu ingin mendengarkan cerita tentang kedua anaknya selama ia bekerja. Berhubung weekend kali ini Devan harus ke luar kota untuk pekerjaan, jadi ia tidak bersama mereka. Tentu saja Devan ingin tahu apa saja yang terjadi. Terutama setelah beberapa hari ini tidak di rumah. “Tadi pagi aku sempet buat kue. Rendra bantuin dan Andra ngerecokin.” Devan terkekeh mendengarnya. Pasti sangat menggemaskan kalau Devan melihat secara langsung. “Next time kita harus buat kue berempat.” “Aku kira kamu akan langsung tidur,” ucap Elsa kemudian. Biasanya kalau Devan terlalu kelelahan setelah bekerja, maka lelaki itu akan langsung tertidur pulas begitu saja. Atau jika sedang benar-benar sibuk, Devan akan begadang di ruang kerjanya. Kali ini berhubung Devan cukup sibuk di Bali, ia kira lelaki itu akan langsung tertidur sekarang. “Aku lebih tertarik ngobrol sama kamu.” “Besok senin, loh.” Elsa mengingatkan. Ia hanya ingin Devan memiliki cukup energi untuk besok. Lebih cepat Devan beristirahat, lebih baik. Elsa kemudian mulai menepuk-nepuk pundak lelaki itu. “Tidur ya, Van. Kita bicarain anak-anak besok lagi aja.” Devan sedikit menjauh hanya agar bisa menatap tepat ke mata Elsa. “Kamu udah ngantuk, kah?” “Iya. Ayo tidur.” “Love you,” ujar Devan kemudian mengecup singkat bibir Elsa sebelum kemudian ia memejamkan matanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD