bc

AKU (TIDAK) CANTIK

book_age16+
1
FOLLOW
1K
READ
arrogant
drama
comedy
sweet
humorous
straight
brilliant
genius
ambitious
like
intro-logo
Blurb

“Aku tidak cantik!”

Adalah kalimat yang sering diucapkan para perempuan saat merasa tersakiti atau merasa wajah dan tubuhnya sangat jauh dari standar yang berlaku. Kepercayaan diri yang kurang serta merasa iri terhadap kecantikan yang dimiliki oleh perempuan lain.

Begitu juga Yarania, fakta itu ia sadari sejak dia sekolah dasar dan mendapatkan perundungan dari teman-temannya karena bentuk fisiknya. Sudah tak terhitung lagi berapa kali Yarania harus menangis demi menahan sakit hati yang menghujamnya. Terlebih lagi orang tuanya juga turut menghina fisiknya. Sampai akhirnya dia menemukan kepercayaan diri saat ada Galih di hidupnya. Namun, setelah kisah mereka berjalan empat tahun ternyata Galih memilih untuk meninggalkannya karena alasan yang sama: dia tidak cantik.

Mampukah Yarania bertahan dengan semua kejadian menyakitkan yang menghampirinya di usia 21 tahun? Sementara, fisiknya tetap tidak sesuai dengan standar kecantikan yang berlaku di lingkungannya. Bagaimanakah cara Yarania untuk bertahan?

chap-preview
Free preview
PROLOG
“Di rumah aku berantakan dan kamu justru hilang. Lantas, aku akan dengan siapa? Aku akan pulang ke mana?” – Yarania *** “AWAS!” “AAAHHHH!” BRUK! “Astaga!” pekik Yarania saat melihat seseorang yang memakai seragam persis dengannya tergeletak dan meringis di jalan dengan kondisi kening yang berdarah. Dia yang saat SMP sempat mengikuti pelatihan P3K mendekati laki-laki itu dan berusaha untuk membopong laki-laki itu ke pinggir jalan yang tidak dilalui oleh dua sekolah yang sekarang sedang tawuran. Dengan tangan yang gemetaran, Yarania mencoba untuk membersihkan darah yang ada di kening laki-laki itu. Untung saja, dia membiasakan diri untuk membawa perlengkapan P3K ke mana pun dia pergi. Akhirnya, ia berhasil memberi pertolongan pada laki-laki itu. Laki-laki itu bangkit dari tidurnya, “Terima kasih,” ucapnya. Yarania mengangguk, kemudian menunduk, “Sama-sama,” balasnya. “Nama lo siapa?” “Yarania.” “Gue Galih.” *** “Dasar gendut! Hitam! Dekil! Bogel! Enggak tahu malu!” “Iya, lo punya muka banget berani sekolah di SMA terkeren di Semarang, hah? Enggak malu? Padahal lo dari SMP yang gue aja enggak tahu ada di dunia ini. Gila, sih, percaya diri banget lo!” “Hahahahahahah! Iya, gue enggak tahu nih ya dia berhasil masuk sekolah sini karena apa? Enggak mungkin karena wajah, ‘kan? Hahahahaha!” “Ya, enggak mungkin, lah! Kalau karena wajah, kayaknya sekolah kita bakal diisi sama sekumpulan zombie dari antah berantah sana, deh!” “Hahahaha, terus karena apa, dong? Karena otak? Nilai ujian nasionalnya dia aja berada di ranking sepuluh dari bawah, mana masuk!” “Jalur orang dalam kali?” “Gue curiga dia pakai santet, sih, santet kepala sekolah kita buat masukin nama dia ke dalam daftar nama siswa-siswi yang lulus ke sekolah kita.” “Kayaknya itu kemungkinan paling mungkin, deh!” Yarania menutup telinga dan memejamkan matanya tiap kalimat-kalimat berunsur perundungan yang sering menyerangnya setiap hari itu kembali disuarakan. Ia berjalan cepat menuju kelasnya – yang sialnya ada di paling pojok dan harus melewati beberapa kelas lainnya. Dia menahan hatinya agar tidak perlu merasakan sakit jika mendengar semua kata-kata orang di sekolahnya ini. Sebab, hampir semuanya benar, kecuali di bagian masuk sekolah pakai orang dalam atau pun dukun. Yarania berhasil masuk ke sekolah ini karena ia telah menyelamatkan ikan hias kepala sekolah yang nyaris mati di akuarium saat dia menemani mamanya berkunjung ke rumah kepala sekolah. Mamanya dan kepala sekolah ini berteman akrab. Namun, tujuan mamanya ke rumah kepala sekolah adalah untuk urusan bisnis, bukan untuk memasukannya dengan mudah ke sekolahnya sekarang. Masuk sekolah jalur ikan hias tidak sama dengan jalur orang dalam, ‘kan? Perundungan terhadap Yarania itu sudah terjadi sejak awal dia masuk sekolah sampai sekarang dia mau tamat. Mulai dari kakak kelas, sampai adik kelas pun sudah membulinya habis-habisan. Kenapa Yarania bisa bertahan? Karena dibuli sudah menjadi identitasnya sejak lahir. Yarania masuk ke kelasnya dan langsung menuju bangkunya, berada di pojok kanan dengan meja yang atasnya sudah dipenuhi dengan kalimat perundungan untuknya. Dia heran, kenapa sekolah ini tidak memberikan hukuman pada siswa dan siswi yang berbuat seperti itu. Namun, ketika dia mengingat sesuatu, akhirnya ia tahu jawabannya …. “Aku enggak cantik, aku enggak punya teman, bahkan tidak sedikit guru yang kalau melihatku langsung sinis. Siapa juga yang mau bela aku? Pak Kepsek yang mau bela saja dicerca mati-matian sama guru yang lain,” ujar Yarania yang diakhiri dengan tawa sumbang. “Nasib jadi perempuan yang berada di bawah standar kencatikan nasional. Enggak good looking, enggak dibela, haha,” sambungnya. Yarania kerap kesal dan merasa tidak percaya diri dengan bentuk tubuhnya yang tidak jelas. Pendek, berkulit hitam, berbadan agak gempal, bermata minus, hidung pesek dan kulitnya juga kasar. Sangat jauh di bawah standar kecantikan yang secara tidak langsung diterapkan di lingkungannya. Ia kerap merasakan terdiskriminasi, tetapi kembali lagi … siapa juga yang akan membelanya? Bahkan, di rumah pun kedua orang tuanya kerap menyampaikan kalimat yang menyakitkan untuknya, entah disengaja atau tidak, hati Yarania tetap terluka. “Mama cantik, Papa tampan, sepupu-sepupuku juga bagus-bagus bentuk tubuh dan ukiran wajahnya, kenapa aku jadi sejelek ini? Apa aku anak pungut? Tapi aku punya akta kelahiran yang valid,” sambung Yarania. Kemudian ia mengedikan bahunya, “Ya, mungkin akta kelahirannya dipalsukan? Hahahaha?” “Padahal kamu cantik, cantik sekali.” Yarania mengembuskan napasnya panjang saat mendengarkan kalimat tersebut, “Kalau mau ikut-ikutan membuli aku, silakan, aku terima. Tapi kamu enggak perlu bilang aku cantik, kita sama-sama itu itu pembohongan publik,” ucapnya. Kemudian, ia mendongak dan melihat Galih ada di depannya. “Penawaran gue gimana, Yar?” tanya Galih. “Penawaran apa? Barang? Aku enggak jualan apa-apa dan enggak tahu kamu akan jualan apa,” jawab Yarania. Ia berusaha melupakan beberapa kejadian saat Galih menyatakan perasaan padanya. Mungkin laki-laki itu sudah gila bisa punya perasaan pada gadis yang dijauhi dari peradaban sepertinya, ‘kan? “Yar …,” panggil Galih sembari duduk di bangku di depan meja Yarania. “Gue serius,” sambungnya. “Ngapain serius sama aku?” tanya Yarania. “Banyak perempuan di luar sana yang rela jadi pacarmu, bahkan rela diduain atau ditigain, kenapa juga mau sama aku?” sambungnya. “Aku jelek, aku dekil, aku kumuh, kusam, ya, pokoknya aku enggak sesuai sama standar orang-orang di luaran sana.” Galih menggeleng, “Dan gue enggak pernah mandang lo dari itu semua. Kalo lo bilang lo jelek, dekil, kumuh, kusam dan sebagainya, gue mau bilang lo cantik, manis, jarang ada manusia yang punya muka kayak lo. Mereka yang sering hina lo itu karena mereka belum menemukan titik manis dan menarik yang ada di diri lo, Yara, dan gue udah menemukan itu semua.” “Basi, Gal.” “Karena lo terlalu sibuk mikirin semua yang orang omongin tentang lo.” “Karena semuanya benar.” “Dan apa yang gue omongin juga benar,” balas Galih. “Mereka lihat dari kacamata mereka dan gue lihat dari kacamata gue.” Ia menggenggam tangan Yarania yang tersimpan di atas meja. “Apaan ini?” tanya Yarania sembari berusaha melepaskan tangannya. “Yarania, gue enggak pernah melihat lo dari sisi mata orang lain, gue lihat lo, ya, dari mat ague sendiri, dari hati gue sendiri. Dan dari itu semua, gue berani jatuhin hati gue buat lo bahkan sejak pertama kita bertemu. Gue udah sering bilang ini sama lo dan gue harap sebelum kita tamat sekolah lo udah yakin dan udah bisa nerima gue.” “Tapi, Gal ….” “Enggak ada tapi, Yar, gue sayang sama lo, gue cinta sama lo dan gue yakin lo adalah sosok yang baik untuk gue. Maka dari itu, untuk sekali lagi di dalam hidup gue … apa lo mau nerima gue jadi pacar lo, Yarania?” tanya Galih. Yarani mengembuskan napasnya sembari menatap lurus ke manik mata milik Galih. Dari awal laki-laki itu mengejarnya, dia sudah melihat ketulusan dari pancaran mata Galih. Meskipun laki-laki itu sempat memiliki kekasih, tetapi ketika Galih kembali menyatakan perasaan padanya, Yarania tetap bisa membaca bahwa perasaan laki-laki itu tulus untuknya. Dan untuk yang sekarang ini, Yarania melihat mata Galih sudah berkaca-kaca seperti ingin menangis. Untuk itu, tidak ada salahnya jika dia memulai lembaran baru di sisa masa SMAnya bersama Galih, ‘kan? Atas pikiran positif yang ada di otaknya, ia menganggukan kepala. “Yar?” tanya Galih yang kaget dengan anggukan kepala Yarania. “Lo nerima gue?” Yarania mengangguk, “Iya,” jawabnya dengan suara yang pelan. “Serius, Yar?” tanya Galih lagi. Sekarang, satu tetes air mata sudah keluar dari matanya. Tetesan air mata penuh haru dan bahagia. Dia tidak menyangka bahwa penantiannya untuk Yarania selama tiga tahun ini berbuah amat manis. “Iya …,” jawab Yarania lagi. “Terima kasih, Yarania, terima kasih …,” ucap Galih berulang kali sembari mengecup punggung tangan kekasih barunya itu. Yarania mengangguk. Tuhan, ternyata Galih sangat tulus, ucapnya dalam hati. Galih menatap Yarania dengan tatapan lembut. Akhirnya gue berhasil, batinnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.4K
bc

My Secret Little Wife

read
98.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook